BAYANG-BAYANG KELABU
Sutradara: Frank Rorimpandey
Skenario: Putu Wijaya
Pemain: Ami Priyono, Rae Sita, Awar A.N.
Produksi: PT Safari Sinar Sakti Film Corp.
FILM ini semula direncanakan berjudul Putra Putri Duta Besar,
tapi tak diperkenankan Departemen Penerangan ia dimulai dengan
pengambilan gambar kaki tokohnya, Tony (Ami Priyono). Beberapa
lama wajah sang tokoh disembunyikan, sampai ia membidikkan
senapannya ke arah seorang tamu negara. Pada saat yang kritis
itu muncul Taslim (Azwar) yang menepuk bahu Tony, hingga gagal
rencana pembunuhan itu.
Ketegangan tadi ternyata dibikin dengan semangat main-main
saja. Taslim bukanlah polisi yang hendak mengamankan tamu
negara. Ia seorang Jawa yang lontang-lantung di Jakarta untuk
mencari pekerjaan. Entah bagaimana, siang itu ia terdampar di
tingkat atas hotel, tempat mengincar mangsanya tadi. Dan Taslim
telah merusak angan-angan Tony hanya karena ia hendak minta api
untuk rokoknya.
Selanjutnya cerita berkembang dengan tokoh Taslim sebagai Pusat
menggeser yang lain. Dengan keluguan dan kejujurannya yang
naif, ia dicemplungkan ke tengah-tengah keluarganya. Di situ
timbul kontras. Kehadirannya jadi pengait saraf tawa. Dan Azwar
cocok betul bagi peran semacam itu.
Bayang-Bayang Kelabu, sebuah karikatur tentang orang-orang
"sakit", punya tema yang termasuk "baru" dalam film Indonesia.
Frank Rorimpandey, sutradaranya, nampak lebih trampil sekali ini
dibanding dengan filmnya yang terdahulu, Perawan Desa (film
terbaik FFI '80).
Kisahnya ialah tentang seorang bekas diplomat, yang sudah berada
kembali di Indonesia, dan ketiga orang anaknya. Sang Papa
(Rasyid Subadi), jompo dan sakit-sakitan. Istrinya tewas karena
peluru nyasar di luar negeri. Tapi ia "sakit" terutama karena
kehilangan pekerjaan dan kedudukan.
Bekas diplomat itu selalu terlempar ke masa lampau. Sedangkan
Tony, dan. ke sulungnya, selalu dipenuhi oleh angan-angan untuk
membuat hidupnya pun! arti. Kepribadiannya pecah dan ia
kehilangan keseimbangan. Juga ia selalu dibayangi ibunya -- yang
tertembak di depan matanya.
Sementara Rany (Rae Sita) selalu disibukkan oleh surat-menyurat
dengan suaminya yang kabur ke luar negeri. Cerai atau tetap
bertahan sebagai istri yang tak bersanding dengan suami--itulah
yang mengacaukan jiwanya.
Di antara ketiga anaknya, hanya Yenny (Rica Rachim) yang nampak
lebih waras dan bisa menerima keadaan. Ia hidup di tengah
keluarganya bagaikan seorang jururawat di rumah sakit jiwa.
Film ini mencoba mengungkapkan masalah kejiwaan. Bentuk
karikaturnya kocak, tidak kering.
Yudhistira A.N.M. Massardi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini