Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Karikatur dengan bekas diplomat

Sutradara: frank rorimpandey. skenario: putu wijaya pemain: ami priyono, rae sita, azwar an. produksi: pt. safari sinar sakti. resensi oleh: yudhistira anm massardi. (fl)

30 Agustus 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAYANG-BAYANG KELABU Sutradara: Frank Rorimpandey Skenario: Putu Wijaya Pemain: Ami Priyono, Rae Sita, Awar A.N. Produksi: PT Safari Sinar Sakti Film Corp. FILM ini semula direncanakan berjudul Putra Putri Duta Besar, tapi tak diperkenankan Departemen Penerangan ia dimulai dengan pengambilan gambar kaki tokohnya, Tony (Ami Priyono). Beberapa lama wajah sang tokoh disembunyikan, sampai ia membidikkan senapannya ke arah seorang tamu negara. Pada saat yang kritis itu muncul Taslim (Azwar) yang menepuk bahu Tony, hingga gagal rencana pembunuhan itu. Ketegangan tadi ternyata dibikin dengan semangat main-main saja. Taslim bukanlah polisi yang hendak mengamankan tamu negara. Ia seorang Jawa yang lontang-lantung di Jakarta untuk mencari pekerjaan. Entah bagaimana, siang itu ia terdampar di tingkat atas hotel, tempat mengincar mangsanya tadi. Dan Taslim telah merusak angan-angan Tony hanya karena ia hendak minta api untuk rokoknya. Selanjutnya cerita berkembang dengan tokoh Taslim sebagai Pusat menggeser yang lain. Dengan keluguan dan kejujurannya yang naif, ia dicemplungkan ke tengah-tengah keluarganya. Di situ timbul kontras. Kehadirannya jadi pengait saraf tawa. Dan Azwar cocok betul bagi peran semacam itu. Bayang-Bayang Kelabu, sebuah karikatur tentang orang-orang "sakit", punya tema yang termasuk "baru" dalam film Indonesia. Frank Rorimpandey, sutradaranya, nampak lebih trampil sekali ini dibanding dengan filmnya yang terdahulu, Perawan Desa (film terbaik FFI '80). Kisahnya ialah tentang seorang bekas diplomat, yang sudah berada kembali di Indonesia, dan ketiga orang anaknya. Sang Papa (Rasyid Subadi), jompo dan sakit-sakitan. Istrinya tewas karena peluru nyasar di luar negeri. Tapi ia "sakit" terutama karena kehilangan pekerjaan dan kedudukan. Bekas diplomat itu selalu terlempar ke masa lampau. Sedangkan Tony, dan. ke sulungnya, selalu dipenuhi oleh angan-angan untuk membuat hidupnya pun! arti. Kepribadiannya pecah dan ia kehilangan keseimbangan. Juga ia selalu dibayangi ibunya -- yang tertembak di depan matanya. Sementara Rany (Rae Sita) selalu disibukkan oleh surat-menyurat dengan suaminya yang kabur ke luar negeri. Cerai atau tetap bertahan sebagai istri yang tak bersanding dengan suami--itulah yang mengacaukan jiwanya. Di antara ketiga anaknya, hanya Yenny (Rica Rachim) yang nampak lebih waras dan bisa menerima keadaan. Ia hidup di tengah keluarganya bagaikan seorang jururawat di rumah sakit jiwa. Film ini mencoba mengungkapkan masalah kejiwaan. Bentuk karikaturnya kocak, tidak kering. Yudhistira A.N.M. Massardi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus