Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Ketika siang tiba-tiba malam

Kesibukan selama gerhana matahari total, dimana ratusan ahli dari berbagai negeri, datang ke tempat peristiwa, terutama ke pantai penyakmulia, p. bangka. usaha transportasi laris, hotel penuh.

2 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAMALAN akan ditelannya matahari oleh naga raksasa yang dikatakan para ahli perbintangan telah menggetarkan seisi dunia Maka, dua bangsa yang bersengketa pun meletakkan senjata, berikrar hidup damai sebelum "bencana" tiba. Bangsa Medes dan Lydia berjabat tangan. Dan siang itu matahari pelan-pelan memang lenyap. Siang pun menjadi gelap. Itulah gerhana matahari total pertama yang masih bisa diketahui lebih dari 2.500 tahun yang lalu. Herodotus, orang Yunani yang lahir kurang lebih 420 tahun sebelum Masehi, penulis pertama sejarah purba, mengisahkan itu dalam catatannya. Di zaman ketika matahari disembah sebagai sumber segalanya, peristiwa alam satu ini memang bisa mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, bahkan politik. Kini pun, ketika para ahli telah lebih mengetahui pusat galaksi Bimasakti itu, peristiwa ditelannya matahari oleh naga masih juga memberikan akibat pada berbagai aspek kehidupan - dalam bentuk yang lain, memang. Lihatlah gerhana matahari Jumat dua pekan lalu, yang di Indonesia melintas dari Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Tengah, dan Timur. Ratusan ahli dari berbagai negeri, datang ke tempat peristiwa, terutama ke pantai Penyakmulia, Pulau Bangka, yang disaput umbra (bayangan paling gelap). Mereka menjadikan usaha transportasi laris, penginapan penuh, penjual makanan dan suvenir pun panen. Tapi, memang, tak ada mereka yang lalu menghentikan perang (misalnya Iran dan Irak). Tak ada yang lalu berdamai (umpamanya Israel dan Palestina). Paling banter, umpamanya sekolah berhenti sebentar, karena pak guru dan murid-murid tak bisa meneruskan pelajaran lantaran kelas pun gelap. Juga, mereka ingin nonton, siang tiba-tiba jadi malam, lalu siang lagi. Memang belum ada penemuan baru dari peristiwa dua pekan lalu itu. Kecuali sedikit catatan, ketika bulan tepat berada antara matahari dan bumi, bersit sinar di pinggir piringan tampak lebih merah dibandingkan pada gerhana matahari lima tahun yang lalu - yang melewati Borobudur. Selamat tinggal gerhana terakhir di abad ke-20 kini, sampai ketemu nanti di tahun 2016, bila Yang Mahakuasa mengizinkan. Burhan Piliang & Teguh S. Djamai

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus