Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Senja di pasar pagi

Pasar pagi di jakarta, nama pusat perdagangan grosir terbesar di indonesia. akhir maret 1988 ini, sekitar 3.000 pedagang disitu harus pindah karena di bekas pasar seluas 2 ha akan dibangun jalan layang.

2 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI sebuah pasar di utara Jakarta. Seorang pedagang sipit, cuma bersandal jepit, duduk di bangku kayu, memutar telepon. Lalu bicaralah ia, haiya, lalala . . . dalam bahasa Tionghoa. Tahukah Anda, di kios pasarnya yang tak lebih dari 4 meter persegi itu ia sedang melakukan negosiasi dengan pedagang di Hong Kong? Ya, Pasar Pagi, nama pusat perdagangan itu, memang pasar grosir terbesar, konon di seluruh Indonesia. Konon, banyak pedagang Hong Kong dan Singapura akrab dengan tempat ini. Tapi akhir Maret ini sejarah Pasar Pagi yang sudah berputar 200-an tahun berpindah. Sekitar 3.000 pedagang kelas kakap dan asongan harus hengkang ke tempat penampungan sementara di Jalan Mangga Dua, dua-tiga kilometer ke arah timur. Di bekas pasar seluas 2 ha itu akan dibangun jalan layang dengan dana dari Bank Dunia. Apa boleh buat, keresahan pun muncul. "Para pedagang Pasar Pagi ini sebenarnya kurang suka pindah ke Mangga Dua," kata Pak Tua Thio. "Mangga Dua itu 'kan bekas kuburan," tutur pedagang yang merangkap juru ramal di kelenteng Budi Darma ini. Pada perhitungan feng-shui -- inilah ilmu Cina kuno untuk mengetahui sebuah tempat, apakah mendatangkan keberuntungan atau tidak--konon, berdagang di bekas kuburan tidak mendatangkan hoki. Sementara itu, lokasi Pasar Pagi kini, oleh hampir seluruh pedagan yang memang keturunan Cina, dianggap sangat menguntungkan. Yah, feng-shui atau bukan, yang jelas hubungan antarpedagang, atau pedagang-konsumen, di sini boleh dikata telah melembaga dengan unik. Kepercayaan untuk membawa dulu barang, bayar kemudian, sudah jadi ciri. Secarik kertas rokok dengan tulisan kanji cukup dipercaya untuk ditukar dengan uang jutaan rupiah, atau ditukar dengan satu truk barang apa saja - dari ikan asin, celana dalam, sampai karpet Persia. Zaman memang berubah. Pasar Pagi yang menghidupi banyak mulut - dari si tauke bermobil mewah sampai kuli pengangkut barang dan tukang ojek - bakalkah tamat riwayatnya? Burhan Piliang, Linda Djalil & Agung Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus