Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama populernya adalah "The Pentagon Papers". Nama aslinya: United States-Vietnam Relations, 1945-1967: A Study Prepared by the Department of Defense.
Selain Meryl Streep dan Tom Hanks, sesungguhnya "The Pentagon Papers" adalah peran utama, pembawa plot dari seluruh film ini. Dokumen itu adalah sebuah studi tentang keterlibatan Amerika Serikat yang mendalam di Vietnam sejak 1945 sampai 1967. Ini sebuah penelitian dengan melakukan studi lapangan yang menyimpulkan Amerika dalam keadaan kalah serta terdesak dan perang itu sesuatu yang sangat merugikan. Dengan kata lain, Amerika sudah salah perhitungan.
Film ini dimulai pada 1966, ketika masyarakat Amerika mulai gelisah oleh perang Vietnam yang tak berkesudahan dan begitu banyak nyawa yang gugur. Analis militer Pentagon, Daniel Ellsberg (Matthew Rhys), yang terlibat dalam pengamatan dan penulisan laporan itu, kecewa. Ellsberg mendengar sendiri bagaimana Menteri Pertahanan Robert McNamara (Bruce Greenwood) memanipulasi fakta di depan pers dengan mengatakan, "Situasi di Vietnam baik-baik saja," sementara di dalam laporannya Ellsberg menyebutnya "agresi Amerika".
Ellsberg merasa terjadi penipuan publik dan itu tak bisa diteruskan. Beberapa tahun kemudian, barulah Ellsberg bersama kawan-kawannya di institusi RAND diam-diam membuat ribuan halaman fotokopi.
Adegan memfotokopi berkas milik negara itu mencuatkan ketegangan yang mirip dengan seseorang yang akan meledakkan bom. Ellsberg mengirimkannya kepada The New York Times. Dan "bom" itu disulut pertama kali oleh harian terkemuka tersebut hingga menciptakan ledakan besar yang membuat seluruh penjuru dunia panik.
Kepanikan tidak hanya terjadi di kalangan militer dan pemerintah-ingat betapa Presiden Nixon saat itu sungguh bertangan besi-tapi juga di kalangan masyarakat dan media. The New York Times langsung diberi "vonis" oleh Jaksa Agung-atas nama keamanan nasional-agar tidak melanjutkan pemberitaan tentang "Pentagon Papers". Ini tentu saja kehebohan terbesar di Amerika karena belum pernah ada media yang dibungkam-atas nama apa pun.
Dan di sinilah The Washington Post berperan. Setelah dipimpin dan dimiliki Eugene Meyer, lalu diturunkan kepada menantunya, Philip Graham, koran itu diwariskan kepada putri Meyer, seorang ibu, istri, dan sosialita, Katharine Graham.
Pada saat itu, The Washington Post tengah mengalami berbagai tantangan: keuangan menuntut perusahaan menjual saham ke publik; lantas persaingan jurnalistik dengan The New York Times yang meledakkan berita "Pentagon Papers".
Maka, jika "Pentagon Papers" secara lengkap diperoleh The Washington Post, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi. Ada pula pertentangan internal antara Katharine Graham dan para kolega suaminya hanya karena dia perempuan yang biasa mengurus pesta-pesta; atau Philip Graham versus Ben Bradlee, yang terkenal sangat idealistis dan keras kepala.
Sutradara Steven Spielberg memilih menyorot dan berfokus pada heroisme The Washington Post yang akhirnya "mengambil alih" kerja jurnalistik The New York Times, yang lebih dulu mengibarkan skandal militer tersebut. Karena itu, ketegangan demi ketegangan tersebut lebih terjadi secara internal. Mereka di dalam The Post yang masih "tradisional", menekankan dunia maskulin, dan meremehkan kemampuan Katharine dengan berkali-kali menyebut "ayahmu…" atau "suamimu…" melawan redaksi yang sudah jelas ingin memuat dokumen berbahaya itu, apa pun risikonya.
Meryl Streep, yang pernah menjadi pemimpin redaksi bertangan besi, dingin, dan berjarak pada sebuah majalah mode terkemuka (fiktif) di New York-yang gerak geriknya konon mengingatkan orang pada Anna Wintour-kali ini lebih memperlihatkan seorang pemimpin umum yang masih baru mempelajari lapangan, gugup, dan mencoba meyakinkan diri bahwa dia mampu menghajar para lelaki yang meremehkannya.
Sebagai Katharine Graham, Streep tampil luar biasa-tentu saja-karena perlahan-lahan dialah yang kemudian mengemudikan arah film itu. Dari seorang nyonya sosialita yang pemalu, Katharine berkembang menjadi seorang pemimpin yang mampu memutuskan: "Kita akan memuat dokumen itu!" Sebuah kalimat yang sekejap membungkam para pemimpin lelaki.
Tentu saja asyik sekali melihat duet Tom Hanks dan Meryl Streep, seperti betapa asyiknya melihat kamera Janusz Kaminski menyorot cetakan mesin gaya 1970-an-wartawan cetak segera memahami bunyi berisiknya, aroma tintanya, dan kebanggaan sekaligus ketegangan tersendiri melihat hasilnya yang mengalir keluar dari percetakan.
Dalam sejarah sebetulnya tetap tercatat bahwa The New York Times jauh lebih berperan dan mendapat ancaman nyata. Tapi Spielberg agaknya memilih peran The Post karena drama internalnya lebih menarik untuk diangkat sebagai film. Apalagi tak lama kemudian skandal Watergate pecah-dan sudah diketahui dunia bahwa peristiwa ini diliput dan diledakkan oleh duo Carl Bernstein dan Bob Woodward dari The Washington Post.
Dengan cerdas Spielberg mengakhiri filmnya dengan adegan yang sangat dikenal wartawan sedunia: gelap di sebuah gedung, dan seorang penjaga menyorotkan senter menangkap basah beberapa orang yang tampaknya tengah melakukan sesuatu…. Dan Anda bisa mengorek kembali rak cakram video digital (DVD) untuk bernostalgia dengan film klasik yang menjadi pegangan wartawan: All the President’s Men.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo