Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Kisah Sang Kucing tanpa Raungan

Diangkat dari komik, karakter Catwoman diadaptasi ke layar film lewat besutan Pitof, sutradara asal Prancis. Hanya mengandalkan sensualitas.

16 Agustus 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CATWOMAN
Sutradara: Pitof
Skenario: John D. Brancato, Michael Ferris, dan John Rogers
Produksi: Warner Bros
Pemain: Halle Berry, Sharon Stone

Malam itu bulan tertutup awan. Namun Patience Phillips masih bisa melihat cahaya terang pabrik kosmetik Hedare, yang terletak di tepi pantai. Meski pabrik tertutup, gadis itu tetap berusaha masuk karena ia didera tenggat waktu untuk mengantarkan rancangan gambarnya. Tanpa sengaja ia mendengar percakapan rahasia beberapa orang. Ternyata krim anti-keriput yang akan diluncurkan pabrik itu memiliki efek sangat berbahaya. Malang, kehadirannya diketahui mereka, yang langsung memburunya.

Patience Phillips bukanlah jagoan. Ia gadis udik yang ceroboh. Tersudut di sebuah saluran pembuangan limbah, ia malah masuk jauh ke dalam. Tanpa harus mengotori tangan, para penjahat itu berhasil menyingkirkannya dengan menutup saluran. Bercampur cairan limbah, ia tergelontor meluncur ke laut. Nyawanya tak tertolong—setidaknya oleh manusia.

Kematian Patience Phillips merupakan kelahiran Catwoman, jagoan cewek berkostum kucing yang dimunculkan Bob Kane dalam komik Batman keluaran DC Comic. Kemunculan Patience Phillips yang disutradarai Pitof ini cukup menggelisahkan para penggemar komik Batman karena ia lahir sebagai musuh Batman. Lazimnya, ia tak bisa hadir tanpa kehadiran Batman. Kucing betina ini muncul pertama kali dalam komik Batman tahun 1940 sebagai pencuri perhiasan. Aslinya, ia bernama Selina Kyle, yang dalam film Batman Returns (1992) diperankan Michelle Pfeiffer.

Dalam Brave and Bold, The Autobiography of Bruce Wayne, Selina menceritakan kepada Bruce Wayne (Batman) tentang alasannya menjadi Catwoman. Di usia muda, ia menikah dengan lelaki tampan kaya yang kemudian ternyata sering menyiksanya. Akhirnya ia bercerai. Kebenciannya pada lelaki makin kuat ketika mantan suaminya mengambil kembali perhiasan mahal yang pernah diberikan untuknya. Teracuni oleh kekuatan dan kebebasan kucing, ia menjadi Catwoman, mengambil kembali perhiasan itu, dan menjadi kriminal di Gotham City.

Tim penulis skenario (John D. Brancato, Michael Ferris, dan John Rogers) kemudian menghapus karakter Selina dalam film ini dan menggantinya dengan sosok Patience Phillips, seorang pelukis dengan karakter ceroboh, kikuk, dan pemalu. Pembentukan sifat tak menarik ini langsung terbaca motifnya sejak awal: pakem Cinderella. Keberadaan kucing di film ini seperti peri sihir di dongeng Cinderella. Ia mengubah perempuan biasa menjadi jagoan super-sempurna. Situasi kontras yang dihasilkan dari pemikiran dikotomis.

Terpaksa harus diakui, Catwoman versi film ini sangat mengecewakan. Baik dari sisi pemunculan karakter maupun jalinan cerita. Patience sangat berbeda dengan Selina, yang berhasil memperlihatkan motivasi pribadi untuk menjadi superhero. Ada banyak lapisan dalam karakter Selina yang membuatnya tak sekadar hitam-putih. Ketika menjadi pahlawan, Catwoman menjadi kriminal Gotham—meski sekadar mencuri. Sedangkan Patience? Ia terlalu baik hati dan tak cukup motif.

Karena itu, kelahiran Patience menjadi alasan yang tidak kuat. Meski berniat menolong seekor kucing, kenekatannya naik ke tembok apartemen sangat tak logis. Siapa pun tahu, kucing akan baik-baik saja di tempat tinggi. Niatnya ini dihargai cuma-cuma oleh kucing bernama Midnight. Dipercaya memiliki kekuatan spiritual sebagai kucing ras Mau dari Mesir, Midnight mengembuskan napas kehidupan ke mulut Patience (Halle Berry).

Esoknya, Patience bertingkah laku aneh. Andal bermain basket dengan detektif Tom Lone (Benjamin Bratt), kuat menendang pintu tetangganya, dan menghajar tiga pencuri berlian. Keanehannya mendapat penjelasan dari Ophelia (Frances Conroy), mantan dosen pencinta kucing. Ia memiliki roh kucing yang membuatnya bebas dan berani. Esoknya, ia memangkas rambut panjangnya dan mengenakan kostum ketat dan topeng kucing berbahan kulit. Dengan identitas baru, Patience memburu pembunuhnya.

Di luar misi balas dendam, misi Patience terlihat sepele di film ini: menggagalkan peluncuran krim anti-kerut. Sempat terpikir, apakah ini problem perempuan masa sekarang? Masih diributkan masalah fisik? Pertanyaan tersebut tak dapat dihilangkan, meski kemampuan seekor kucing sering dikaitkan dengan kebebasan perempuan. Film ini memang berpretensi menggunakan isu feminis sebagai pemikat. Kekuatan fisik, pakaian seksi, dan menolak cinta seorang lelaki dengan gampangnya dijadikan label kebebasan yang dipilih Catwoman. Kebodohan ini memperlihatkan bagaimana sutradara dan tim penulis skenario memiliki pemahaman yang dangkal tentang perempuan dan feminisme. Catwoman yang dicerabut dari kisah induk Batman ini bak sosok kucing tanpa raungan apa-apa.

F. Dewi Ria Utari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus