Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BOCAH perempuan itu bernama Sri. Ia tak tahu kapan dilahirkan. Siapa nama orang tuanya juga tidak diketahui. Yang jelas, Sri punya seorang lelaki yang selalu menemaninya. Dalam situasi seperti perang, si lelaki mengajak Sri berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sampai akhirnya dia membawa Sri ke sebuah perkampungan dan menyerahkannya kepada sepasang suami-istri yang belum memiliki anak. "Tidak perlu kujelaskan. Tapi aku tak benar-benar meninggalkanmu," kata lelaki itu kepada Sri. "Kelak kujemput lagi."
Sri kemudian memulai hidup barunya bersama sepasang suami-istri itu dan beberapa pembantu di rumah. Sri menikmati segala rutinitas dan kebiasaan para penghuni rumah tersebut. Tapi, di sisi lain, ia juga kerap teringat-ingat si lelaki yang dulu selalu memberinya perhatian dan kasih sayang. Sri merindukan lelaki yang pernah berjanji menjemputnya lagi suatu saat nanti.
Kisah tentang Sri itu termuat dalam komik berjudul Marang Ibu karya perupa Ugo Untoro. Menggunakan pena, Ugo menuliskan dan melukiskannya di atas 24 kertas yang masing-masing berukuran 42 x 30 sentimeter. Sepanjang 23 Maret-22 April 2018, komik itu terpampang di Galerikertas, Studiohanafi, Depok, Jawa Barat. Ini menjadi salah satu karya seni rupa bermedium kertas yang ditampilkan dalam pameran tunggal Ugo Untoro bertajuk "...marang ibu".
Komik Marang Ibu sebenarnya terinspirasi dari terkikisnya peran seorang ibu. Menurut Ugo, dulu seorang ibu mengurus dan mengawasi perkembangan anak secara langsung. Ugo membuat Marang Ibu pada 2017, tapi terhenti. Ia baru melanjutkan pengerjaannya pada akhir Februari lalu saat ada tawaran pameran karya bermedium kertas dari perupa sekaligus pemilik Studiohanafi, Hanafi Muhammad. Saat itu, Hanafi meminta Ugo menggelar pameran perdana di Galerikertas, sebuah ruang pameran baru di Studiohanafi untuk karya seni visual dan seni rupa yang menggunakan kertas sebagai media, material, atau apa pun kemungkinan penciptaan lain. Ugo pun bersedia. "Menarik karena itu galeri khusus kertas, dan saya juga lebih suka bekerja di kertas," ucap pria kelahiran 1970 itu.
Dari situ, Ugo mulai intensif menyelesaikan Marang Ibu hingga akhirnya rampung pada pertengahan Maret lalu. Mulanya, komik tersebut masih tanpa judul. Tapi kemudian diberi nama Marang Ibu, yang dalam bahasa Jawa halus berarti "buat ibu". Nama itu dipilih lantaran sesuai dengan tema komik, yakni tentang ibu, tanah, dan bumi. "Kata ’marang’ itu mengandung bahasa penghormatan juga," ujar Ugo.
Selain menyajikan komik Marang Ibu, Ugo menampilkan beberapa karya bermedium kertas lain, yakni sketsa dan origami. Untuk sketsa, seniman lulusan Institut Seni Indonesia, Yogyakarta, itu memamerkan tumpukan 149 gambar berbedaantara lain dua pria yang bertarung menggunakan pedang dan seorang pria telanjang yang duduk di kursiyang ia beri judul Tumpukan Hari. Sketsa-sketsa tersebut cukup menarik karena digambar di atas kertas daur ulang berukuran masing-masing 71 x 90 sentimeter. Ugo membuat sketsa-sketsa itu pada 2014.
Adapun origami terdiri atas empat karya berbahan kertas koran yang ditempelkan di kertas karton berukuran masing-masing 63 x 73,5 sentimeter. Origami yang dibuat Ugo pada 2000-an itu salah satunya berbentuk seperti bunga mawar tanpa tangkai. Ugo menyebut empat origami itu sebagai Origami mi mi. Menurut dia, origami merupakan salah satu karya seni rupa yang menarik karena terbuat dari sebuah kertas dan bisa diubah menjadi apa saja. "Di dalamnya ada unsur ketekunan, keterampilan, kesabaran, dan imajinasi," tuturnya.
Bagi Ugo, pameran di Studiohanafi menjadi kesempatan kedua untuk memamerkan secara khusus karya-karya bermedium kertas. Pada 2011, ia menggelar pameran tunggal khusus kertas bertajuk "Paper and Ugo" di Taman Budaya Yogyakarta. Bedanya, yang ditampilkan di Yogyakarta jauh lebih banyak karena mencakup karya yang dibuat Ugo sejak masa sekolah, antara lain berbentuk sketsa, komik, dan ilustrasi. "Waktu itu saya seperti ingin menunjukkan betapa pentingnya media kertas untuk landasan karya-karya selanjutnya," ucap Ugo.
Prihandoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo