Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CHRIS Martin tiba-tiba berhenti menyanyi ketika memasuki refrain lagu “A Sky Full of Stars”. Malam itu, Rabu, 15 November lalu, puluhan ribu penonton di lantai kinetik dan tribun Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, harus menunda euforia sejenak. Di atas panggung, Chris Martin, vokalis sekaligus ikon Coldplay, menyapa sekitar 80 ribu penonton. “Tahan dulu sebentar. Tadi itu fantastis,” kata Martin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempik sorak penonton sontak membahana. Martin berjalan ke ujung panggung yang berbentuk huruf T. Kepada para penonton, dia mengungkapkan rasa senangnya bisa tampil di Indonesia. Seraya berlutut, dia meminta para penonton menyimpan gawai mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Martin mengatakan, rekaman sebuah pertunjukan musik bisa kapan saja dikunjungi melalui video-video yang tersebar di kanal YouTube. Untuk merekam memori, Martin menginginkan para penonton hanya menggenggam cinta, sonder alat elektronik dan lainnya. “Telepon seluler di kantong, tangan di atas. Itulah cara membuat tempat ini terbang,” ujarnya.
Cahaya lampu meredup. Musik kemudian mengentak. Warna ungu dari Xyloband—gelang berisi dioda pemancar cahaya yang dikenakan para penonton—merambat ke seluruh area konser. Lagu kesekian dalam konser tersebut kembali berdendang. Selebihnya adalah pesta-pora.
Vokalis grup band Coldplay, Chris Martin, saat konser di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, 15 November 2023. Antara/M Risyal Hidayat
Coldplay akhirnya menebus penantian panjang para penggemarnya di Indonesia. Selama sekitar dua jam, band yang dibentuk di London pada 1997 dengan personel Chris Martin (vokal), Jonny Buckland (gitar), Guy Berryman (bas), dan Will Champion (drum) itu menuntaskan dahaga para penonton melalui nomor-nomor hit mereka.
Penyanyi asal Bandung, Rahmania Astrini, membuka konser malam itu. Selama sekitar 30 menit, Astri membawakan enam lagu, seperti “Menua Bersama” dan “Someday Somewhere Someplace Somehow”, serta tembang milik mendiang Chrisye, “Aku Cinta Dia”.
Tepat pada pukul 21.00 WIB, keempat personel Coldplay berjalan ke arah lidah panggung. Ada dua layar bulat berukuran besar yang terpasang di bagian kanan dan kiri panggung. Musik pengiring sayup-sayup terdengar berbarengan dengan gemuruh sorak para penonton. Champion berjalan paling depan, diikuti Buckland dan Berryman. Chris Martin berjalan sambil tersenyum paling belakang.
Coldplay membuka konser dengan “Higher Power”, salah satu lagu yang termaktub dalam album Music of the Spheres yang dirilis pada 2021. Lagu itu pertama kali diperdengarkan kepada astronaut asal Prancis, Thomas Pesquet, di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) melalui transmisi ekstraterestrial. Dentuman musik, dekorasi, dan permainan visual di atas panggung berpadu. Kelap-kelip warna Xyloband dari tangan penonton pun menambah sensasi konser malam itu.
Setelah “Higher Power”, Coldplay kembali menghibur penonton melalui nomor “Adventure of a Lifetime” yang diambil dari album A Head Full of Dreams (2015). Suasana tak kalah riuh. Gelang di tangan penonton kembali menyala menampilkan beragam warna. Di lantai kinetik dan tribun, penonton larut dalam entakan musik, melompat-lompat mengikuti irama lagu. Balon-balon dan konfeti—beragam potongan kertas kecil untuk perayaan—mulai beterbangan.
Coldplay kemudian menyuguhkan “Paradise”, lagu dari album Mylo Xyloto yang dirilis pada 2011. Tembang yang menceritakan seorang gadis yang memimpikan surga itu juga sukses membangkitkan animo penonton. Dalam lagu ini, Coldplay memberi jeda dengan suara dentuman drum yang konstan. Chris Martin juga sempat berjalan jongkok sambil sesekali mengarahkan telunjuk ke bibirnya sebagai tanda mengajak penonton bernyanyi sambil berbisik: “This could be para-para-paradise.”
Balon-balon dari arah penonton yang beterbangan tampak masih menjadi dekorasi konser. Suasana makin pecah ketika musik kembali mengalun dan mengajak penonton berteriak, “Oh-oh-oh-oh-oh, oh-oh-oh.”
Pada sesi pertama itu, Coldplay menutup penampilan dengan lagu “The Scientist”. Martin, dengan alunan nada pianonya, mengajak seisi stadion menyanyikan lagu dalam album A Rush of Blood to the Head tersebut. Sesekali sang vokalis hanya memencet tuts piano dan membiarkan para penonton bernyanyi panjang: “Nobody said it was easy. Oh it’s such a shame for us to part.”
Ihwal interaksi dengan penonton, Coldplay memang punya cara sendiri. Sebelum menyuguhkan penampilan di sesi kedua melalui lagu “Viva La Vida”, Martin mencoba lebih mengakrabi penonton dengan berpantun dalam bahasa Indonesia: “Hari Selasa ujian fisika, giat belajar biar lulus. Apa kabar Jakarta, boleh dong pinjam dulu seratus.”
Grup band Coldplay dengan panggung warna-warni di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, 15 November 2023. Antara/M Risyal Hidayat
Pantun itu sontak mengundang gelak tawa penonton. Ungkapan "pinjam dulu seratus" sedang hits di media sosial Indonesia. Tak berhenti di situ, Martin meminta para penonton diam sejenak. Satu pantun kembali dia lontarkan: “Jalan kaki sampai Senayan sambil membeli duku. Jakarta kotaku yang keren, Coldplay is here for all you. Welcome everybody, we love you.”
Intro musik kembali terdengar. Will Champion menginjak pedal bas drum berulang kali sebagai tanda pembuka lagu “Viva La Vida”. Ribuan penonton terlihat melompat-lompat mengikuti irama ketukan lagu yang mengentak.
Ketika Coldplay membawakan salah satu nomor hitnya, “Yellow”, malam itu area konser menjadi kuning. Saat musik mengalun dan lirik lagu yang bercerita tentang perasaan kepada seseorang itu dinyanyikan, kelap-kelip gelang para penonton menguning. Dan nyanyian panjang pun terus terdengar: “You know i love you so.”
Konser terasa intim ketika Martin mengajak dua penonton naik ke panggung. Mereka Airin dan Rudi. Keduanya naik ke panggung utama dengan membawa poster. Airin memegang poster dengan tulisan yang meminta Coldplay menyanyikan lagu “Everglow” untuk mendiang sahabatnya. Adapun Rudi menginginkan Coldplay menyanyikan lagu yang sama untuk ibunya yang sudah tiada.
Martin kemudian mempersilakan Airin dan Rudi duduk. Di depan mereka, sudah tersedia satu set piano yang akan dimainkan untuk mengiringi lagu “Everglow”. “Jadi sekarang kalian akan menjadi teman seumur hidup. Sini, bernyanyi bersamaku,” kata Martin.
Penonton konser grup band Coldplay di Gelora Bung Karno Jakarta, dengan gelang tangan yang menyala, November 2023. Antara/M Risyal Hidayat
Kejutan konser muncul ketika panggung berpindah ke sisi belakang lapangan stadion. Para penonton dari sisi kanan, kiri, dan tengah terlihat bergerak mendekati panggung bundar. Di panggung itu, Coldplay membawakan satu lagu yang ditunggu-tunggu jamaah Coldplay dalam setiap konser mereka: “Fix You”. Lagu dari album X&Y (2005) yang dibuat Martin untuk Gwyneth Paltrow, aktor Hollywood yang kemudian menjadi istrinya sebelum bercerai pada 2016, saat kehilangan sang ayah itu sukses menghipnosis para penonton.
Kejutan lain dalam konser malam itu adalah penampilan grup musik Indonesia, Maliq & D'Essentials. Mereka menyuguhkan lagu bernuansa akustik berjudul “Senja Teduh Pelita”.
Dalam sesi ketiga dan keempat konser, Coldplay membawakan sejumlah lagu dari album Music of the Spheres, yang juga menjadi judul tur konser dunia mereka. Lagu itu antara lain “My Universe”, “Human Heart”, “Humankind”, dan “Biutyful”.
•••
COLDPLAY tiba di Jakarta menggunakan pesawat jet pada Selasa, 14 November lalu. Mereka mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Grup musik ini datang bersama 158 kru untuk mendukung konser mereka di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Sehari menjelang konser, Coldplay mengunggah foto sang vokalis, Chris Martin, yang tampak berjalan tanpa alas kaki di sekitar Jalan Galunggung, Setiabudi, Jakarta Selatan. Bersama manajer Coldplay, Phil Harvey, Martin juga berswafoto di kawasan Karet, Jakarta Selatan.
Boleh dibilang band dari London ini masuk ke Indonesia menggunakan jalur baru. Mengutip situs resmi Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Chris Martin dan kawan-kawan masuk menggunakan visa jenis baru, music and art visa. Visa yang diterbitkan untuk rombongan Coldplay itu terdiri atas empat music performer visa (indeks C7A) serta 158 music performer’s crew visa (indeks C7B).
Penonton konser Coldplay berswafoto saat akan memasuki Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta. Antara/M Risyal Hidayat
Visa jenis baru tersebut tidak mengharuskan penampil mancanegara melampirkan izin tenaga kerja, surat keterangan catatan kepolisian atau SKCK, dan surat keterangan berpengalaman kerja minimal lima tahun. Penyederhanaan syarat untuk artis internasional itu dilakukan karena mereka hanya beraktivitas dalam waktu singkat di Tanah Air.
"Pekerjaan yang dilakukan oleh band atau penyanyi mancanegara di Indonesia juga tidak memberikan efek persaingan kepada tenaga kerja lokal. Selain itu, SKCK tidak ada di luar negeri sehingga jika dipersyaratkan akan menjadi hal yang tidak lazim," ucap Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim dalam keterangan resminya di situs Direktorat Jenderal Imigrasi.
Sebelum tampil di Jakarta, Coldplay menggelar konser di Tokyo, Jepang, pada 6 dan 7 November 2023. Mereka tampil di Tokyo Dome. Setelah itu, mereka terbang ke Kaohsiung National Stadium, Taiwan, pada 11 dan 12 November 2023.
Mengusung konsep konser ramah lingkungan, Coldplay berpijak pada beberapa prinsip pelestarian lingkungan dalam tur dunianya tahun ini. Seperti dilansir situs sustainability.coldplay.com, konsep konser ramah lingkungan itu dipraktikkan dengan mengurangi konsumsi bahan bakar, mendaur-ulangnya, serta mengurangi emisi CO₂ hingga 50 persen.
Konser mereka juga mendukung pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dan mengembangkan metode tur baru yang rendah karbon. Mereka pun ingin menjadikan serangkaian tur konser dunia ini bermanfaat bagi lingkungan. “Dengan mendanai portofolio proyek berbasis alam dan teknologi dengan mengurangi CO₂ secara signifikan lebih banyak daripada yang dihasilkan tur tersebut,” tulis Coldplay dalam situs tersebut.
Konsep ramah lingkungan yang mereka usung itu terlihat sebelum konser dimulai di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Saat para penonton memasuki area konser, layar besar yang berada di panggung berkali-kali menampilkan ajakan: “Kami membutuhkan seratus relawan untuk mengisi energi lantai dan mengayuh”. Ajakan itu merujuk pada lantai kinetik yang menutupi lapangan dan diisi oleh para penonton pemegang tiket kategori festival. Setiap entakan dan goyangan penonton memberikan daya listrik buat pertunjukan.
Lantai kinetik itu dilengkapi teknologi hijau. Mengandalkan mobile battery yang dikembangkan BMW, Coldplay mengurangi emisi karbon konser dari teknologi yang bersumber dari panel surya di belakang panggung dan mesin diesel yang berbahan bakar olahan minyak goreng bekas. Selain itu, terdapat sejumlah sepeda statis yang dikayuh beberapa relawan sebagai sumber listrik bagi pergelaran konser berikutnya.
Ada dua area yang dijadikan tempat relawan mengayuh sepeda, yakni sisi kanan dan sisi kiri lapangan stadion yang telah tertutup lantai kinetik. Pada setiap sisi terdapat delapan pengayuh sepeda. Sesekali kamera menyorot aktivitas mereka dan menampilkannya pada layar di panggung.
Powerbike atau sepeda statis kinetik yang digunakan dalam konser Coldplay sebagai sumber listrik bagi pergelaran konser berikutnya. Coldplay.com
Coldplay juga menyumbangkan kapal pembersih sampah berjenis interceptor untuk membantu mengatasi masalah lingkungan di Sungai Cisadane. Kapal yang diberi nama Neon Moon II tersebut merupakan hasil kerja sama antara Coldplay dan The Ocean Cleanup—organisasi nirlaba berbasis di Belanda yang mengembangkan teknologi untuk mengekstrak polusi plastik dari lautan.
Selain mengkampanyekan konser ramah lingkungan, Chris Martin menyentil isu yang akrab dengan warga Jakarta, yakni kemacetan lalu lintas. Coldplay juga menyerukan kebebasan bagi semua manusia. “Kami sebagai grup musik tidak percaya pada terorisme atau pendudukan. Kami percaya bahwa setiap orang seharusnya bisa menikmati kebebasan dan bebas menjadi diri sendiri,” tuturnya.
•••
KONSER Coldplay selama sekitar dua jam dengan tata panggung yang spektakuler begitu berkesan bagi para penggemar yang menontonnya. Salah satunya Ivana Riska, 26 tahun, asal Bekasi, Jawa Barat. “Visualisasi, efek, dan konfetinya benar-benar memanjakan mata. So fun, aku bangga ada di dalam bagian dari sejarah tersebut,” kata Ivana kepada Tempo.
Pada Mei lalu, Ivana mengikuti perburuan tiket konser Coldplay yang dihargai mulai Rp 800 ribu untuk kategori CAT 8 hingga Rp 11 juta buat kategori Ultimate Experience. Ivana harus menggunakan empat perangkat untuk mengantongi slot menonton pertunjukan. Dia menggunakan 2 laptop, 1 ponsel, dan 1 tablet yang terkoneksi dengan sambungan Wi-Fi 30 Mbps. "Benar-benar nungguin banget," ujarnya. “Beberapa perangkat ada yang ke-refresh, yang dapat ketika pakai ponsel karena on VPN.”
Untuk mendapatkan tiket kelas festival, Ivana membayar sekitar Rp 4,3 juta plus pajak. Saat masuk ke area pertunjukan, Ivana begitu terpukau menyaksikan konsep konser ramah lingkungan yang diusung Coldplay. Hal ini menjadi pengalaman pertama bagi dia berada dalam konser yang menyuguhkan lantai kinetik dan sepeda statis yang menghasilkan energi listrik demi mengurangi emisi karbon tersebut. “Ini konser ramah lingkungan pertama yang aku datangi,” ucapnya.
Pengalaman serupa dirasakan Priska Wibisana. Ibu satu anak asal Depok, Jawa Barat, itu hanya sesekali mendokumentasikan pertunjukan menggunakan gawainya. Selebihnya, dia larut selama kurang-lebih dua jam menikmati penampilan grup musik idolanya tersebut. “Aku asyik sendiri. Makanya aku tidak banyak pegang ponsel dan merekam,” katanya.
Priska baru beroleh tiket pada Senin, 13 November lalu, atau dua hari sebelum konser berlangsung. Dia harus membayar sekitar Rp 4,5 juta demi menyaksikan Coldplay dari area festival. Dia membeli tiket dari seseorang yang tidak jadi menonton konser tersebut. “Aku takjub dengan artistik panggung dan tata cahaya. Itu yang paling berkesan,” tuturnya.
Danang Triatmojo, 29 tahun, dan Annisah Bilqis, 28 tahun, mendapat kesan serupa. Meski menonton dengan tiket kategori 5 dan berada di kursi terujung dan teratas stadion, mereka masih mengingat jelas ingar-bingar konser. Bagi Danang, menonton dari kejauhan seperti memberikan pandangan yang luas, dengan kerumunan orang-orang hanya sebagai titik. Terlebih ada tambahan kelap-kelip warna yang makin menegaskan megahnya konser itu. “Dari kejauhan dan ketinggian, ternyata asyik juga bisa melihat seisi stadion,” ucapnya.
Setelah menyihir para penggemarnya di Jakarta, Coldplay melawat ke Perth, Australia. Mereka dijadwalkan tampil di Optus Stadium pada 18 dan 19 November 2023. Dari Negeri Kanguru, mereka akan menggelar konser di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, pada 22 November 2023. Lalu mereka melanjutkan tur konser di Manila, Filipina, pada 19-20 Januari 2024. Setelah itu, mereka akan menggelar konser di Singapore National Stadium, Singapura, selama enam hari.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Sihir Coldplay Membius Jakarta"