Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kontes nyanyi kabupaten

Kontes penyanyi pop di tanjung pinang. knpi dati i kep. riau sebagai sponsor, acara dilaksanakan selama 4 malam. hadiahnya cukup besar. dapat bantuan dari pemda, golkar, pdi dan pt kimia farma. (ms)

27 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERUNTUNG sekali, awal Maret yang lalu hujan tak jadi turun di Tanjung Pinang. Disponsori oleh KNPI Dati II Kepulauan Riau, telah dilangsungkan kerepotan yang mereka namakan "Kontes Penyanyi Pop". Sejak tanggal 2 berturut-turut selama 4 hari, dikebut seleksi babak penyisihan sampai ke tingkat final. Lalu dibagikan hadiah-hadiah yang membuat banyak orang iri hati. Di bawah langit terbuka di atas lapangan basket "Teladan", lebih dari 2000 penonton ikut berdoa sehingga mendung yang sudah mulai menggerayangi langit cukup bersabar hati dan kemudian benar-benar pergi. Ini berarti bahwa panitia sempat melapangkan dadanya, karena karcis yang dijual seharga Rp 100 pada babak seleksi yang kemudian dilipatkan dua setengah kali pada babak puncak, terkuras habis oleh tangan warga Tanjung Pinang dan sekitarnya. 4 malam itu boleh dicatat (oleh sejarah malam pertunjukan setempat yang cukup langka) sebagai malam-malam yang sukses. Tapi panitia bukan panitia namanya kalau tidak mengeluarkan keluhan. "Mudah-mudahan tidak rugi", ujar salah seorang dari mereka, meskipun nadanya cukup optimis. Menilik gaya penyelenggaraannya, orang mudah menangkap bahwa kontes tersebut sesungguhnya tidak begitu rapi. Mungkin sekali karena kurangnya pengalaman dari para tulang punggung. Tapi tak syak lagi, mereka sudah sempat meledak, mengejutkan, mengungguli segala macam kontes sejenis yang pernah digelarkan di kota kabupaten yang jauh dari ibukota ini. "Wah inilah hadiah yang paling besar", gunjing para pengikut kontes-kontes sebelumnya, tatkala mereka menatap hadiah-hadiah yang baru ketahuan pada malam terakhir. Dengan berbinar-binar -- ingatlah ini ukuran Tanjung Pinang --mereka terus memandang piala-piala yang oleh Iman Sudradjad sang bendahara panitia, dinyatakan berharga lebih dari Rp 150.000. Belum lagi waktu diperlihatkan 8 buah buku Tabanas dengan jumlah Rp 130.000 yang akan langsung menjadi milik para pemenang. Masih ditambah lagi dengan hadiah dari Bank Dagang Negara dan Bank Rakyat Indonesia. Sampai-sampai Agussimin Tanjung, salah seorang juri yang pernah memikul gelar Bintang Radio di kepulauan Riau, tak dapat menahan dirinya untuk berkata: "Kalau saya tahu hadiah- nya begitu besar, saya tak mau jadi juri, tapi ikut tanding". Demam Bimbo Orang iseng yang suka mengusut juga tidak sedikit di kawasan ini. Merekapun lalu kedatangan tanda tanya, bagaimana bisa-bisanya hadiah semacam itu dilimpahkan sementara harga karcis tidak meyakinkan. Dengan hasil Rp 800.000 selama 4 malam, tentulah ada dana istimewa untuk menyelenggarakan kerepotan yang dengan gencar sudah dipublikasikan jauh hari sebelumnya. Belum lagi ongkos untuk kontrak band pengiring dan sebagaimana biasanya pengeluaran-pengeluaran "tak terduga" yang bisa menelorkan angka-angka yang mengejutkan. "Untuk itu kami dapat bantuan dari instansi pemerintah, pengusaha dan pemuka masyarakat", ujar ir. Ben Burhanuddin -- ketua KNPI dengan terus terang. Rupa-rupanya panitia cukup lihai juga menyelusup kesana ke mari sehingga dari Bupati, Dan Dim, Dan Res, Panglima Daerah II tembus oleh pungutan dana, bahkan sampai ke PT Kimia Farma juga Golkar dan PDI. Panjanglah nafas panitia -- tanpa memusingkan apakah kegiatan dana semacam itu pada masa ini memang praktis dilakukan. Bukankah, kata orang, musik sesungguhnya sudah mulai bisa dijual, sementara yang memerlukan dana adalah kegiatan-kegiatan yang masih belum dikomersiilkan? Tapi tak apalah. Pokoknya Tanjung Pinang sudah dibikin rame. Sebab inilah kontes yang pertama sesudah selama 5 tahun tak pernah lagi ada orang mau repot soal kontes-kontesan. Di balik cerita kontes, rupa-rupanya tak sedikit dorongan para pekerja kontes untuk melangsungkan peristiwa yang cukup "berbobot". Maka tak ayal lagi, disabet saja lagu-lagu yang untuk sementara sudah dibenarkan oleh banyak orang punya mutu "boleh". Kepada para pengikut pria disodorkan lagu Cinta dari Titiek Puspa sebagai lagu wajib. Sementara untuk kaum hawa diberikan Oh Tuhan dari tangan Bimbo. Kemudian sebagai lagu pilihan diberikan kesempatan memilih: Bulan Merah, Ballada Seorang Biduan, Tajam Tak Bertepi Salju. Sebagaimana diketahui ke-4 lagu ini juga berasal dari tangan Bimbo, sehingga dengan gampang saja publik menuduh panitia memang sedang kena imbas oleh rombongan trio dari Tanah Priangan itu. Namun mereka setuju-setuju saja, apalagi kemudian mereka merasa lagu-lagu itu memang cukup sedap dan santai dikeluarkan oleh 75 buah mulut para peserta. 7 orang juri yang menatap tak berkedip sambil memasang kupingnya dengan awas ternyata tidak mendapat banyak kesulitan dalam menentukan pilihannya -- walaupun hasil akhirnya kemudian, ada yang tidak disetujui oleh khalayak. "Itu kan biasa dalam pertandingan", ujar mereka, sambil mengingatkan bahwa keputusan mereka tidak bisa diganggu gugat. Maka yang mau protes cukup menyimpan marahnya dalam hati saja. Meloncat Seorang Gagu Karyawan Pertamina di Tanjung Uban yang bernama Iskandar B. beruntung mendapat julukan kampiun pria malam itu. Ini hanya mengingatkan warga Tanjung Pinang pada 5 tahun yang lewat, di mana Iskandar juga menjadi jagonya pada acara yang sama. Tapi manakala juri menyatakan gadis mungil Andria Hendro yang masih duduk di bangku SMA, sebagai ratu kontes, banyak orang tidak seia sekata. Namun demikian, mereka bertepuk tangan juga. Lalu hadiah-hadiah yang tak kecil artinya untuk ukuran kabupaten itu mulai diterimakan. Pada saat inilah dengan tak terduga, seorang pemuda bernama Ichemy Pandy yang berusia 25 tahun yang dikenal masyarakat sebagai pemuda yang gagu, meloncat ke atas panggung. Dengan kepalanya yang gundul dan tingkah lakunya yang sangat lugu, bagaikan Hanoman yang menjadi utusan Ramadewa, ia mengulurkan sebuah kotak yang dibungkus dengan koran bekas ke arah para pemenang. Dengan berdebar-debar penonton menanti apa yang akan dilakukannya. Sesudah meletakkan di atas organ, Ichemy kemudian membuka bungkus kotak dan mengeluarkan teriakan: "Eaaaa". Lalu tampaklah sebuah mahkota kertas yang disolek cukup keren. Penonton yang semula senyap bertepuk sorak dengan riuh -- tatkala mahkota itu segera nangkring di kepala Raja dan Ratu kontes. "Harganya Rp 500", demikian pemuda gagu itu menerangkan kepada TEMPO nilai buah tangannya. Tentu saja dengan bahasa isyarat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus