Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Korban peradilan yang tabah

Sutradara : fred schepisi. pemain : meryl streep, sam neill. cerita : john bryson. produksi : golan-globus. resensi oleh: putu wijaya.

25 November 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

A CRY IN THE DARK Pemain: Meryl Streep, Sam Neill Cerita: John Bryson Sutradara: Fred Schepisi Produksi: Golan-Globus TEROR yang dialami oleh keluarga Chamberlain (lihat pula Selingan) diungkap ke layar perak oleh sutradara Fred Schepisi dengan sederhana. Tetapi, sebagaimana ciri khas dari sebuah kisah nyata, film ini memiliki daya libat yang hebat. Apalagi menyangkut masalah peradilan yang menjadikan ia relevan dengan kita. Lindy (dimainkan Meryl Streep) dan Michael Chamberlain (diperankan Sam Neill), yang sedang melakukan perjalanan tamasya bersama ketiga anaknya, mengalami musibah. Di dekat batu karang Ayers Rock, pada suatu malam, bayi mereka yang baru berusia beberapa minggu digondol oleh dingo. Sebagai pengikut Gereja Advent Hari Ketujuh, mereka berusaha tabah. Tetapi ketabahan itu membuat masyarakat curiga. Jangan-jangan mereka sengaja mengorbankan anaknya. Inilah yang membuat polisi bergerak, hingga membawa pasangan itu ke pengadilan. Tapi pengadilan kemudian membebaskan dengan dukungan para ahli. Tak lama kemudian, mereka diseret lagi ke pengadilan karena ada bukti-bukti baru. "Kebohongan sudah berjalan-jalan ke seluruh dunia, sementara keadilan baru memakai sepatu," kata ayah Lindy. Perkara Lindy dibuka lagi. Sebagai buntutnya, Lindy dinyatakan bersalah dan dihukum seumur hidup. Sementara Michael dapat hukuman percobaan selama 18 bulan. Ketika masuk penjara, Lindy sudah dalam keadaan hamil. Dalam penjara, kemudian ia melahirkan seorang anak perempuan yang dinamakan Kahlia. Dengan tak tersangka, kemudian ditemukan jaket Azaria di atas bukit. Penemuan itu segera memperbaiki nasib Lindy. Ia dibebaskan kembali untuk berkumpul dengan keluarganya sebagai orang baik-baik. Masyarakat terharu. Di gereja, Lindy bepidato, "Perjuangan kebenaran bukannya berakhir, tetapi justru baru dimulai." Karya Fred Schepisi ini menampilkan kerakusan pers yang kejam. Mereka berebut menjual berita, yang mengakibatkan penderitaan bagi keluarga Chamberlain. Opini masyarakat yang menerobos ke dalam pengadilan, yang mengikuti sistem juri, membuat kita tak rela. Sedangkan ilmu pengetahuan dalam kesombongannya tiba-tiba jadi bencana bagi individu. Film ini tak banyak mengungkap aspek orang-orang Aborigin -- penduduk asli Australia -- yang merasa pemilik batu karang merah itu. Ayers Rock yang fantastis itu, demikian juga dingo, tidak dimanfaatkan terlalu banyak. Yang ditonjolkan adalah praktek-praktek pengejaran keadilan yang secara pahit menikam dirinya kepada ketidakadilan yang baru. Mimpi buruk buat keluarga Chamberlain ini juga adalah mimpi buruk setiap orang, yang dapat menimpa setiap saat. Film ini separuhnya adalah peristiwa perang argumentasi di dalam sidang. Adegan-adegan pengadilan berlangsung cukup memikat. Meskipun kita sudah tahu apa jadinya cerita ini, silat lidah dan ucapan-ucapan dalam sidang menarik. Apalagi keikutsertaan para ahli dengan segala teorinya membuat kita sadar bahwa simpang-siur kebenaran di pengadilan sudah jadi begitu rumit. Ilmu pengetahuan tiba-tiba terasa dingin dan tidak berpihak lagi pada manusia yang benar. Walaupun itu memang banyak dikondisikan oleh manusia-manusia ahli di belakangnya yang belakangan ketahuan memiliki kesalahan. Film menjadi "indah" ketika Lindy dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Juga ketika Kahlia diantar oleh Michael menjenguk ibunya. Apalagi pada adegan akhir, tatkala anak itu tertegun tak buru-buru memeluk ibunya yang sudah bebas. Dengan kebingungan seorang anak, ia bertanya kepada ayahnya. "Ibu? Ibu beneran?" Dimainkan oleh Meryl Streep -- aktris terbaik Festival Cannes tahun ini -- dengan bagus sekali, tokoh Lindy muncul sebagai sosok yang luar biasa. Ia menerima segalanya dengan tabah. Ketabahan itu tak sempat jadi sikap dingin atau jadi kegagahan, tetapi kepasrahan yang sederhana. Dengan aksen Australia yang tepat, aktris kelas satu ini berhasil menghadirkan Lindy sebagai wanita kampung yang autentik. Sampai detik kemenangannya, tokoh Lindy tetap wajar dan seadanya. Streep tak membiarkannya menjadi pahlawan. Meskipun kukuh, Lindy masih punya humor dalam saat-saat yang kritis, ketika suaminya yang pendeta itu merengut dan panik. Untuk menghasilkan karya penokohan yang sebagus itu, sebelumnya Meryl Streep melakukan studi dan observasi mendalam pada Nyonya Lindy Chamberlain yang asli. Di samping karena andil Meryl Streep, A Cry in The Dark amat tertolong oleh kenyataan bahwa cerita ini nyata. Sejak awal, sutradara dan penulis cerita (John Bryson) terang-terang berpihak kepada keluarga Chamberlain. Kalau sudut pandangnya dibalik: Dari sudut pandang mereka yang percaya bahwa Lindy adalah pembunuh atau digeser lebih netral, film ini mungkin lebih seru. Sebagai film, meskipun menarik diikuti, ini bukan sebuah karya yang istimewa. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus