Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kuburan tanpa kembang

Iskandar, 58, musikus yang dianugerahi berbagai tanda jasa satyalencana meninggal dunia pada tgl 1 september 1978 dan dimakamkan di makam pahlawan kalibata, jakarta. (ms)

16 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU aku nanti mati, jangan taruh kembang di kuburanku. Itu kembang kan malah mubazir," kata Iskandar sambil tertawa kepada isterinya. Waktu itu mereka sedang nonton TV. "Seminggu itu, kami diberi ekstra sayang. Makan, keluar, bersama-sama. Nonton TV sambil mesra-mesraan," kata Corry, isterinya dengan pilu. Seminggu sebelum meninggal Iskandar memang tampak sibuk dan gembira. Hari Senin 28 Agustus ia masih nongkrong di Musika Studio sampai jam 21.00 menunggui proses mixing suara. untuk rekaman Telerama yang ke-IX. "Di studio hari itu, ia memang tidak seperti biasanya. Kelihatan gembira dan banyak ketawa," kata Isbandi, adik kandungnya. Serangan Jantung Tapi mungkin hanya Corry yang sempat memperhatikan bahwa sejak seminggu yang terakhir itu, suaminya mulai sulit tidur. Ia baru tidur sesudal subuh. Tanggal 29 Agustus pukul 3.15 dinihari, ketika akan menyelesaikan lagu Alam Basa-Basi -- yang kemudian menjadi lagunya yang terakhir -- ia mendadak jatuh pingsan. Serangan jantung. Ia muntah sedikit. "Tapi ia sepeti agak sadar ketika dibawa kerumah sakit," kata Corry. 6 orang dokter di Rumah Sakit Cikini berusaha merawatnya. Tapi hanya sempat bertahan 3 hari. Tanggal 1 September pukul 12.30, tepat ketika orang bersembahyang Jum'at di tengah hari puasa, ia tidak dapat dipertahankan lagi. Musikus yang dianugerahi berbagai tanda jasa itu (Satyalencana Peristiwa Aksi Militer ke-I, Satyalencana Perang Kemerdekaan ke-II, Satyalencana Gerakan Operasi Militer ke-II. Satyalencana Gerakan operasi Militer ke-V), mengakhiri seluruh kegiatan untuk selama-lamanya. Bermula ia hendak dikebumikan di Karet berdekatan dengan makam puteranya yang meninggal karena kecelakaan lalu lintas di Bandung. Tapi kemudian atas desakan rekan-rekan almarhum, tanggal 2 September jenazahnya diarak ke Makam Pahlawan Kalibata dengan upacara ke militeran penuh. Iskandar bin Mohammad Suwardi adalah putera ke-3 dari 7 bersaudara keluarga karyawan BPM Plaju. Sejak kecil ia pintar cari uang. Ia mengikuti berbagai rombongan sandiwara, tetirah sampai ke Singapura. Ia doyan baca. Pintar main piano, biola dan akor deon. Di zaman Jepang ia bekerja sebagai tukang bubut di Plaju, Sumatera Selatan. Kemudian jari kelingking, jari manis dan jari tengahnya terbabat mesin bubut. Sehingga biolanya agak ter ganggu. Di zaman revolusi Iskandar ikut bergerilya sambil main musik. Pangkat terakhir dalam militer adalah letnan I. Di zaman pendudukan ia membentuk Orkes Bunga Rampai. Di awal ]950. Almarhum orang pertama yang mewakili Indonesia di Festival Musik di New York. Tahun 1951 ia mendirikan Orkes Studio Jakarta, yang dipimpinnya sampai 1965. Lalu diangkat sebaga Kepala Bidang Siaran Dalam Neger RRI Stasiun Jakarta. Almarhum juga Pimpinan Yayasan Musik Indonesia. Di samping aktif terus-menerus dalan Festival Penyanyi Populer, pemilihan Bintang Radio Remaja maupun yan senior, belum lama ini ia ikut menjadi juri Seoul Song Festival 78 di Korea di mana Rafika Duri dari Indonesia, ikut kebagian hadiah. Tahun 50-an, sebuah penerbit bernama Melodia menerbitkan buku Collection of Iskandars Lightclassics - berisi 10 karya seriosa Iskandar yang terbaik. Sampai sekarang tak kurang dari 58 buah lagu yang sempat ditulisnya. Ini memang perlu dicatat, mengingat kwalitas dan keragamannya. Secar Iengkap judllI karya-karyanya adalah: Air mata Memuja Dewi. Alunan Laguku Malam Bulan dan Bintang Aku Terpesona Malam Syahdu Api Kasihku Nun Dia Dimana Bung Di Mana Menanti Belaian Bandar Jakarta Di Kala Senja Permata Ngarai Bintang Sepi Tangis Merintih Persembahanku Bimbang Percayalah Bintangku Pandangan yang Berkesan Berdikari Rindu Kasih Dahaga Seruan kasih Dewi Angraeni Sewindu Doa dan Lagu Senandung Rindu Gelisah Sepekan di Tanjung Pinang Hampa Mengapa Taman Tak Bernama Harapanku Cahaya Harapan Hasratku Tak Mungkin Melayu Irama Desa Tembang Bahagia Ikal Mayang Terpaut Padamu Jua Yo Ayo Terbang Di Penantian Kisah Maar di Malam Hari Taqwa dan Berbakti Karam Mars Angkasawan Kasih di Ambang Pintu Kampung Halaman Kisah Semalam Disisimu Kuingin Selalu Lembah Ngarai Bingkisan Ulang Tahun Lagu Pujaan Mutiara Dari Selatan Menjelang Kasih Gita Jaya Murai Kasih Alam Basa-Basi Kalau ada di antara lagu-lagu tersebut yang anda hafal atau punya sesuatu kenangan penting dalam hidup anda, tahulah anda bahwa pengarangnya sudah pergi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus