BERSIUL seorang kuli pelabuhan, tanpa tahu siapa yang mencipta
lagu. Demikian seorang penyair pernah menulis.
Seorang Indonesia yang baik telah meninggal di awal bulan ini.
Para sahabatnya terkejut. Keluarganya hampir tak percaya.
Sementara para penggemar siaran Telerama di TV menjadi tahu.
Bahwa Iskandar sudah berpulang pada tanggal 1 September, 3 hari
menjelang Idulfitri dan 6 hari sebelum ulang tahunnya yang
ke-58.
Iskandar meninggalkan Corry, isterinya yang berusia 53 tahun, 8
orang anak (termasuk penyanyi Diah Iskandar), puluhan lagu
ciptaan, tak terhitung aransemen lagu, serta acara Telerama TVRI
yang baru berusia 9 kali rekaman. Ia juga meninggalkan bayangan
pribadi yang ramah, berdisiplin dan terbuka. Dan yang juga
penting, di samping mendorong ia tetap giat terjun langsung
menyusun sebuah orkes besar -- dan menulis lagu pop. Sementara
di kalangan musik seriosa, langgam dan keroncong, namanya sudah
tertulis dengan huruf tebal.
Kisah Mawar
Dimulai dengan lagu Bung Di Mana, Iskandar sudah menempatkan
diri dalam barisan depan komponis pribumi. Lagu dengan lirik
yang sederhana (dimulai dengan "Bung, di mana kini
berada/Bertahun lamanya kita berpisah") dengan melodi yang merdu
dan mengandung rasa sayu, menunjukkan pembawaan pengarangnya
untuk karya-karyanya yang kemudian.
Umumnya lagu Iskandar lebih terkenal dari Iskandar sendiri.
Praharyawan Prabowo, dirigen, menyebut lagu-lagu Almarhum
kebanyakan lagu standar. Tidak sulit dinyanyikan, simetris,
mudah ditebak ke mana jatuhnya. Mungkin itulah yang menyebabkan
dia gampang lengket di bibir orang. Di samping itu Almarhum
sangat memperhatikan kecocokan lagu dengan pembawanya.
Bahkan tak jarang penyanyi yang baik memberinya inspirasi untuk
menggubah. Lagu Mutiara Dari Selatan misalnya, yang termasuk
finalis dalam lomba penulisan lagu pop tahun lalu, ditulis untuk
penyanyi Andi Meriem Matalatta. Sementara biduanita dan komponis
Titiek Puspa pernah dibuatkan lagu khusus berjudul Puspa Dewi
(1961). Titiek mengaku kepada TEMPO bahwa itulah lagu berat
pertama yang pernah dinyanyikannya.
Dengan lagu Kisah Mawar Di Malan Hari, Iskandar sempat membuat
penyanyi Ade Tikoalu melonjak pada masanya. Lagu seriosa
tersebut memiliki lirik indah yang ditulis oleh M. Engging
Zainuddin. Ada saling isi antara lagu dan lirik, sehingga
komposisi itu mengesankan. Lagu itu dimulai dengan: "Duhai,
malam, alangkah cepat berlalu/Meninggalkan mawar . . . " dan
pelan-pelan naik ke atas untuk kemudian menurun dengan bagus.
Umumnya komponis Indonesia hanya menulis lagu. Aransemen
dikerjakan orang lain. Tapi Iskandar memberondong keduanya. Lagi
pula ia juga membuat partitur untuk terompet, dram, piano dan
sebagainya -- tergantung kebutuhan. Isbandi, adik kandungnya
yang juga dirigen, menggambarkan bagaimana sibuknya kalau
Iskandar bekerja. "Sampai rata-rata 2 bungkus Dunhill
dihabiskannya." Biasanya kalau Almarhum didesak kebutuhan, atau
mempunyai harapan yang baik terhadap sang penyanyi, inspirasinya
cepat datang," kata Isbandi mengenang.
"Iskandar almarhum selalu dapat menyesuaikan diri dengan zaman,"
kata Paul Hutabarat pula, Ketua I Panitia Nasional Festival Pop
Singer ke-VI. Ini mungkin dikatakannya mengingat Iskandar selalu
getol ikut mencipta lagu dalam kerepotan itu -- betapapun tidak
sempat keluar sebagai juara. "Ciptaannya secara musikal, teknis
melodi dan liriknya bagus," kata Paul "hanya saja pop touchnya
kurang. Selera masyarakat belum sreg terhadap musik pop-nya.
Mungkin karena Iskandar lebih tepat di dunia klasik atau dunia
langgam."
Jazz
Di mata Paul, kepergian Iskandar adalah kehilangan yang besar.
Baginya para komponis pribumi yang ada sekarang belum bisa
menandingi Iskandar. "Kalau dia pemain sepakbola dia sudah
setingkat dengan Iswadi," kata Paul yang rupanya juga doyan
bola. Ia menganggap Iskandar cocok memimpin orkes besar seperti
dikerjakannya dengan Telerama. Ia pun menyimpulkannya sebagai
unya penampang tersendiri yang berbeda dengan komponis lain.
"Ciptaannya sudah qualified, bahkan lebih hebat dari ciptaan
Ismail Marzuki," menurut dia.
Sudharnoto, komponis rekan Almarhum yang mencipta Garuda Panca
Sila, setuju mengatakan melogi lagu-lagu Iskandar sangat
harmonis. "Enak didengarkan. Modulasi dan harmoninya baik,
interval besar sehingga memudahkan penyanyi menyanyikannya
dengan baik," katanya kepada TEMPO. Ia juga membenarkan adanya
nafas jazz pada Iskandar, sebagaimana terasa pada lagu
Layang-Layang Putus Talinya. "Mas Is memang penggemar swing
jazz. Dia pernah mengatakan pada saya dia menyenangi pemain jazz
progresif seperti Stan Kanton asal Amerika." Ia menunjuk lagu
Gelisah yang jelas sekali punya aransemen bercorak jazz. "Bahkan
Mas Is pernah menciptakan lagu jazz Tamasya di Bali untuk
diikutsertakan dalam festival jazz di Amerika."
Seperti Paul, Sudharnoto juga membenarkan luasnya ruang gerak
Iskandar. Ia bergaul dengan seriosa, hiburan, jazz, hawaian,
keroncong dan pop. Ia menekankan bahwa di samping penulis lagu,
lskandar juga pengaransir yang baik. 'Misalnya lagu Keroncong
Bandar Jakarta Di Waktu Malam. Melodinya sangat berkenan di
hati. Rata-rata lagunya digemari semua penyanyi dari segala
jenis." Ia menceritakan di masa hidupnya dahulu Iskandar
merupakan salah satu dari tiga serangkai bersama dengan Sjaiful
Bahri dan Ismail Marzuki. Merekalah yang getol mengaransir lagu
di RRI dan merencanakan program siaran dan memperkaya dunia
musik Indonesia yang banyak warna.
Dan sekarang, semuanya sudah pergi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini