Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

La boheme, merdu dan merana

Opera la boheme ciptaan komponis italia giacomo puccini dipertunjukan di hotel indonesia sheraton. la boheme berdasarkan cerita kehidupan bohemien, seniman paris.

21 Juni 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP menghadiri pertunjukan La Boheme ciptaan komponis Italia Giacomo Puccini (1858-1924), yang pertama menarik perhatian adalah musiknya yang memukau. Bertebaran aria (bagian yang biasanya merupakan pameran vokal red) yang begitu mengharukan dan menghanyutkan, yang amat melodis dan ekspresif. Apalagi ditamFilkan pada saat yang tepat di sepanJang ceritanya. Suara vokal sepenuhnya mendapat kesempatan mengembangkan keistimewaan keindahannya dan kekhasannya. Keanggunan suara manusia dapat memancar penuh dalam aria yang hebat-hebat ini -- membuktikan kemungkinan adanya keistimewaan dan kesempurnaan suara manusia sebagai alat ekspresi auditif yang tiada bandingnya. Opera La Boheme, sebagaimana opera Puccini yang lain seperti Tosca, Manon, Madame Butterfly, telah menjadi amat populer dan dijadikan repertoar tetap dari setiap perkumpulan opera yang mempunyai nama. La Bobee berdasarkan cerita kehidupan bobemien seniman di Kota Paris kesengsaraan, kedinginan, rasa lapar. Cara hidup yang tidak menghiraukan hari esok. Apabila ada yang mendapat sedikit rezeki, segera akan mendapat sambutan meriah. Dan pesta pun diselenggarakan beramai-ramai. Sering juga terdapat hubungan persahabatan yang sejati. Dan bila suatu ketika cinta bersemi di kalangan mereka, ada sikap saling menghargai yang mengharukan. Pemain Amatir Bahkan mereka tidak enggan berkorban di saat timbul keadaan yang mencemaskan, seperti dalam La Boheme ini. Ketika Mimi, kekasih Rodolfo, sakit keras, kawannya yang lain secara spontan menjual barang-barangnya untuk membantu membeli obat dan keperluan yang mendesak. Dan ketika Mimi ternyata toh tidak bisa tertolong dan meninggal, sikap persahabatan dan kesetiaIawanan benar-benar membesarkan hati. Cerita yang mendasari opera La Boheme, diangkat dari karya Henri Murger, sebenarnya bukan drama konflik kekuatan dan benturan kepentingan yang saling konfrontasi. Tidak ada yang istimewa hanya kejadian biasa yang bisa ditemukan di sekeliling kita setiap hari. Tapi musik ciptaan Puccini yang mendukungnya, membuatnya begitu dekat dan bcgitu indah mengharukan. Beberapa tahun belakangan ini beberapa kedutaan asing mengusahakan pertunjukan opera Barat di Jakarta. Dimulai oleh Kedubes Austria dengan opera Fledermaus. Menyusul Kedubes Italia dengan Barbieri di Seviglia ciptaan Rossini. Memang Kedubes Italia tentunya tidak mau ketiggalan, karena merasa mewakili suatu bangsa dan negara yang sejak zaman baheula dikenal sebagai negara opera. Para pengusaha Jerman Barat sempat pula mengisi Studio 5 RRI, disaksikan penonton yang meluap, dengan sebuah operet karya Franz Lehar berjudul (Inggris) The Merry Widow. Dan semuanya itu dengan hara karcis yang cukup mahal untuk rata-rata orang Indonesia. Dengan La Bobeme, Kedubes Italia nampaknya hendak memecahkan rekor. Dengan sebuah orkes yang intinya terdiri dari pemain amatir dan dengan persiapan hanya sekitar 3 minggu, mereka dapat menyiapkan pertunjukan. Sudah tentu kita senang dapat menikmati suara penyanyi Italia dari La Scala yang menakjubkan, yang amat jarang kita alami. Tetapi haruslah disayangkan, mereka pada umumnya tidak mendapat dukungan iringan musik yang mereka perlukan. Orkesnya sendiri tentu tidak dapat disalahkan. Mereka telah berbuat sebisa mereka. Richard Haskins, pimpinan musiknya (pimpinan paduan suara Lembaga Indonesia-Amerika red) hampir tidak pernah bisa membenahi detil. Ia hanya menyentuh garis besar dan terus-menerus menjaga agar musik klop dengan nyanyian yang sedang dibawakan. Ekspresi yang halus dan tajam, kemerduan bunyi biola atau pun alat tiup tidak pernah bisa kita cicipi. Tentu saja kita patut menghargai jerih payah ini, sambil membayangkan cara kerja ngos-ngosan karena dikejar waktu. Dan sudah tentu, setelah selesai semuanya, Kedubes Italia boleh merasa telah berjasa membawa suatu karya besar ke tengah masyarakat Indonesia. Tapi saya kira semua kita tahu, bahwa musik bukanlah pekerjaan buruburu, dengan hasil yang bisa dipetik dalam waktu singkat. Diperlukan waktu untuk menyerap dan mengendapkan baik teknis maupun artistik. Kita sangsi apakah tuan-tuan dan nyonya-nyonya penyanyi dari La Scala juga turut bergembira dengan hasil di Bali Room itu. Tetapi barangkali memang lak ada waktu lagi untuk berlatih dengan cukup dan mantap. Di abad ke-2O ini agaknya orang dituntut kerja cepat. Dan kalau perlu Puccini boleh di ..... Binsar Sitompul

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus