Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Profil Seniman Negeri Miskin

Kalidadas Karmakar, 34, seniman dari bangladesh mengadakan pameran di lpkj, hasil karyanya merupakan campuran grafis, cat plakat dan goresan pena.

21 Juni 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG tukang gambar dari Bangladesh berpameran di Jakarta. Kalidas Karmakar, 34 tahun, tanpa banyak publikasi memamerkan sejumlah karya campuran grafis, gouache (cat plakat) dan goresan pena di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta, 6-13 Juni. Memang dengan polos ia menyebut dirinya bukan pelukis yang baik, tapi seorang penggambar cekatan. Agaknya ia tahu benar kemampuannya. Dan ia mengaku benar-benar bertolak dari jiwa Bangladesh. "Bagi saya aneh, kalau ada orang Bangladesh melukis dengan gaya action paining. Itu tak ada dalam traisi kami." Gambarnya memang bersuasana mirip relief di candi. Ada juga yang dipadu dengan tempelan sobekan surat kabar. Dan meski gambar-gambar itu menyarankan satu cerita, ia tak bermaksud bercerita. Ketika menghadapi bidang gambarlah baru muncul berbagai bentuk, dan begitu saja ia coretkan. Bisa dipaham kalau kemudian ia hanya memberi judul karyanya, etsa atau lingkungan begitu saja. Tiadanya cerita tak berarti tak ada apa-apanya. Hampir semua karya Kalidas bersuasana muram. Goresan garisnya, yang membentuk gambar orang, atau hanya wajah, agaknya memang lahir dari sesuatu yang susah disebut kebahagiaan. Wajah yang tanpa senyum. Tulang-tulang rusuk yang ditonjolkan. Tangan-tangan yang tengadah dalam satu karya mengesankan orang berdoa, dalam karya lain seperti jeritan minta tolong. Pilihan teknisnya pun mencampur berbagai grafis (etsa, akuatin, intaglio) yang dipadunya dengan goresan pena dan sapuan cat -- dan menimbulkan efek sendiri. Etsa dengan goresan pena menghasilkan garis-garis tajam. Akuatin melahirkan bidang warna transparan. Cetak intaglionya memunculkan bidang timbul -- ini sebuah usaha menerobos keterbatasan teknis ilusi ruang pada bidang dua dimensi. Dan sapuan cat plakatnya memberi kesan sendiri sedikit melunakkan ketajaman goresan garis. Hasilnya, kemudian, bukanlah gambar-gambar protes yang eksplisit, yang begitu jelas. Kalidas tentulah menyadari, 'pesan' yang begitu jelas dalam satu karya seni rupa bisa cepat membuat karya itu kering dan karatan. Orang-orang kurus kering pada bidang gambarnya ia sapu dengan bidang. Ini membuat gambar enak dipandang. Dan dengan sapuan bidang yang mengaburkan itu seolah ia mau menyampaikan, bahwa ada sesualu yang tetap tak bisa dijelaskan. Seniman yang telah mengadakan pameran di berbagai negara dl Eropa dan Amerika ini, di negerinya sendiri memang mendapat pengakuan. "Itulah kebahagiaan saya. Kalangan pencinta seni di negara saya menghargai karya saya," katanya. Itulah kecuali ia menyadari kemampuannya, pilihannya terhadap media grafis ada latar belakangnya sendiri. "Karya grafis bisa dicetak banyak, dan karena itu saya jual murah agar lebih banyak orang bisa membeli." Menurut Kalidas rata-rata karya grafisnya dijualnya sekitar Rp 30 ribu. Dibanding harga III kisan cat minyaknya yang ratusan riburupiah, memang murah, dan juga sama dengan harga yang diberikan para pelukis grafis di sini. Tapi dibanding dengan pendapatan per kapita Bangladesh, jelas mahal. ItuIah mengapa dia mengaku sering melepaskan karyanya jauh di bawah harga-atau sama sekali malah memberikan gratis. Kalidas yang sederhana ini sadar benar, ia warga sebuah negara yang miskin dan padat penduduk. Catatan terakhir Bangladesh: luas kawasan 144 ribu km persegi dan berpenduduk 85 juta hampir sama dengan Pulau Jawa. Pendapatan per kapitanya kurang dari Rp 70 ribu (Indonesia lebih dari Rp 100 ribu). Hidup Kalidas sendiri rupanya tak mudah. Istrinya berpulang sepuluh tahun lalu, meninggalkan dua anak gadis. Katanya, terpaksa anak-anaknya kadang dia titipkan pada teman-temannya. Meski sakunya selalu penuh bila berada di luar negeri, di negaranya sendiri ia mengaku sering harus numpang dan makan di rumah teman. Karena itu ia terpaksa merangkap bekerja yang lain: beberapa tahun menjadi disainer tekstil. Tahun 1977-78 mendapat kesempatm memperdalam seni grafis di Warsawa, Polandia. Sebelumnya, 1964, tamat belajar dari akademi senirupa di Dacca .lan 1969 lulus dari akademi senirupa di New Delhi, India. Bau surealisme dalam karya-karya 1979-nya, agaknya diperoleh di negeri sosialis Polandia. Dan setahun yang lalu ia menikah lagi -- dengan seorang wanita Eropa Timur itu. Yang berharga kita lihat pada Kalidas, seperti dikatakannya sendiri, berpijaknya ia pada lingkungannya dan tetap kreatif. Juga kepekaannya dalam menggunakan berbagai media yang tepat, untuk melontarkan gambar gagasannya yang ia rekam dari kehidupannya sehari-hari. Ketika hendak dipotret, cepat ia herkata: "Lebih baik saya buatkan sketsa wajah saya untuk anda." Hasilnya adadi halaman ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus