JACK Lesmana panjang akalnya. Setelah 'Gairah 77' yang sedikit
mundur itu, ia memaksa orang teringat tahun 1967. Tatkala sebuah
rombongan puncak pemain jazz pribumi mengembara dengan sukses di
Eropah dengan nama 'The Indonesian All Stars.'
Bersama Buby Chen: Maryono, Benny Mustafa, Perry Patiselano dan
Benny Likumahuwa. Jack mengundang kutu-kutu jazz masuk ke Teater
Besar TIM. Ini berarti selama malam 29 dan 30 Agustus yang
lalu. Bioskop TIM yang ngendon di situ tidak aktif. Kenapa
tempat ini dipilih -- bukan Teater Terbuka sebagaimana biasa -
ada beberapa alasan.
Miles Davis
"Meskipun Teater Besar sebagai tempat lebih formil dan mapan,
toh mereka datang untuk mendengar jazz," ujar Jack. Buby Chen
yang asal Surabaya malah mengatakan ballwa antara penonton dan
pemain ada keakraban. Sedang Bob Tutupoly yang juga ikut unjuk
suara menyatakan, betapa agak merugikan kondisi Teater Terbuka -
karena suara penyanyi bisa amblas dari barisan penonton paling
belakang.
Karcis pun mengalami tambahan angka. Sekarang dijual dengan
harga Rp 1000 dan Rp 000. Angka ini naik menjadi Rp 3000
tatkala loket sudah tidak bisa menyediakannya lagi. Pada tukang
catut rupanya telah mencium bau untung dalam penampilan ini
sehingga mereka mulai pasang aksi (mungkin lain kali mereka akan
digebukin para petugas karena hal macam ini amat dilarang di
kawasan TIM). "Yah, di Teater Besar ini, yang beli karcis dengan
harga demikian adalah orang-orang yang betul-betul ingin nonton
jazz. Beda dengan di Teater Terbuka. Orang iseng pun bisa nonton
dengan beberapa ratus rupiah. Masih mending kalau tidak
mengganggu," kata Jack.
10 tahun yang lalu bas dipegang oleh Yopie Chen - kakak Buby.
Malam itu Benny dan Perry bergantian menjalankan fungsinya. Lagu
pertama yang dikocok bernama Ku Lama Menanti (Jack-Buby). Citar
yang dipegang Jack kelihatan agak kewalahan meladeni piano Buby,
sax Maryono, dram Benny dan bas Benny. Maryono sendiri bermain
intens. Terutama setelah beberapa saat kemudian ia membuka karya
Miles Davis yang bernama All Blues. Ia menyisipkan nafas lain.
"Sebab saya lebih menyukai menafsirkan kembali menurut perasaan
saya, apa yang dimaui Miles. Jangan lupa, alat ekspresi saya ini
beda dengan milik Miles," kata Maryono dengan lugu.
Berbeda dengan penampilan penampilan yang lalu, Jack kali ini
anti banyolan. Acara yang disebutnya konser itu tidak
mengikutsertakan si mulut lebar dari Bandung yang bernama Rudy
Djamil. Pertunjukan berlangsung lebih serius. Meskipun ketika
mengantarkan nomor Katz Und Mous hampir saja ia tergelincir
membanyol Untunglah muka baru pembawa acara yang bernama Arthur
John Horoni. tidak nimbrung. Sehingga tampang serius malam itu
dapat dipelihara. "Di Teater Besar ini kita nggak guyon-guyon,"
kata Maryono.
Broery
4 Hutauruk, dengan berpakaian seperti baru pulang dari Mexiko.
mengambil alih panggung. Mereka: Rugun, Ida, Bornok dan Berlian
Hutauruk meluncurkan lagu bernama Sinangga Tulo (Tapanuli).
Dara-dara ini ternyata kewalahan melayani kebolehan jago-jago
tua, meskipun keberanian mereka pantas juga diperhatikan.
Terutama karena mereka kurang rileks - sebagaimana dinyatakan
oleh salah seorang All Stars itu.
Bagai seorang nayaga kerawitan, Buby kemudian menggarap piano.
Ia menyelesaikan dengan baik nomor Gambang Suling (Ki Narto
Sabdo) yang terhitung pelik. Maryono dengan saxnya menjaga rapat
ketukan-ketukan Buby, sehingga malam yang seakan menguji kembali
kebolehan para bintang itu terasa hendak benar-benar dibuktikan.
Pada babak pertama hal ini mungkin belum tercapai. Baru babak
kedua, arus yang lancar, kelembutan yang trampil, muncul dari
nomor seperti Episthrophy (Thelonius Monk) dan Misty (Errol G).
Kemudian muncul seorang bintang tamu bernama Greg Gibson - dari
Kedubes Australia. Tepuk tangan panjang terdengar, waktu ia
membawanomor blus dengan klarinet yang bagai orang berkejaran.
Ulahnya mengingatkan kita pada serombongan pemain jazz Australia
(Bob Barnard Jazz Band) yang mengunjungi Jakarta belum lama.
Tak ada dalam rencana, Broery yang rupa-rupanya tetap merasa
punya ikatan batin kuat dengan kelompok ini, meloncat ke
panggung. Biasa. Gayanya tetap main-main di depan corong -
sebelum memuntahkan suaranya yang memang jarang bandingannya.
Lagu-lagu yang boleh dipujikan dalam penampilan itu adalah The
Breeze And I, Gadis Manis Dari Pantai Seberang, Take Five.
Adapun lagu Janger Bali, penutup yang semula diharap akan jadi
klimaks yang meyakinkan, agak cacat pada beberapa bagian. Tapi
sebagai satu kesatuan usaha bintang-bintang ini bolehlah. Sebuah
pertunjukan yang lebih serius. dengan penonton yang antusias.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini