Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Danau itu sekarang sepi

Prapat & danau toba sepi wisata karena kurang promosi. jalan penghubung medan-prapat, rusak, para wisa tawan jera. biaya pembangunan daerah wisata tidak ada. pemda simalungun belum memperhatikan. (dh)

10 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRAPAT berikut Danau Toba-nya makin sepi dari pengunjung. Terutama para pelancong asing. Tahun lalu saja hanya tercatat 3191 turis asing datang kemari, yaitu hanya 50% dibanding tahun sebelumnya. Akibat langsung adalah keresahan 9078 jiwa penduduk Prapat yang selama ini secara langsung menggantungkan hidup mereka dari kantong para turis. Bahkan bcberapa orang penduduk mulai pergi merantau mencoba peruntungan di tempat lain. "Kami tak tahu mengapa jumlah turis berkurang," ujar Manson Sirait, Humas Kantor Bupati Sunalungun. Mungkin karena tak tahu itu pula, maka kantor Bagian Pariwisata di kantor bupati itu sepi sepanjang hari. Kantor ini tak luas, 3 x 2 meter. Pejabat yang ditempatkan di sini umumnya dikenal sebagai buangan. Artinya seorang pejabat yang tak disenangi atau dianggap tak penting dipindahkan ke kantor ini. Dan jelas di dalam ruang 3 x 2 meter itu kegiatan cukup minus. Ketika kepada seorang petugas di sini dimintai data-data atau brosur tentang Prapat atau Danau Toba, dijawab sambil mengangkat bahu. "Nggak ada bung, kami kurang diperhatikan," kata petugas itu setengah tak peduli. Dan pejabat yang mengepalai kantor itu sendiri ketika ditanyakan, dijawab "bapak sudah pulang" meskipun waktu itu baru jam 12.00: Tapi pengalaman nona Audry Chong, seorang pelancong dari Kuala Lumpur yang ditemui Amran Nasution dari TEMPO di hotel Danau Toba, mungkin merupakan sebagian jawaban mengapa tempat itu semakin sepi dari pengunjung. "Kata orang, daerah ini angker, banyak pencopet dan kastam (bea cukai) selalu minta duit," cerita Audry Chong. Ternyata tak demikian. Sebab di bandar udara Polonia Medan semua berjalan lancar. Namun katanya, ia amat kesal melalui jalan Medan-Prapat yang buruk itu. "Jalan ini sangat buruk seperti di Thailand," ucapnya sambil mengungkapkan bahwa tahun lalu ia melancong ke negara itu. Memang rupanya di samping soal pro mosi yang kurang, jalan penghubung Medan Prapat sepanjang 174 km itu cukup membuat jera para turis. Bergelombang dan penuh lobang. Sehingga jangankan untuk bersenang-senang, para turis itu harus cukup menderita begitu sampai di tempat tujuan. Hal ini rupanya disadari Camat Prapat, Kumpul Sinaga BA. Tapi katanya, tahun depan masalah jalan itu akan diatasi. Sebab sekarang ini sedang dilakukan pembuatan lapangan terbang perintis ke Sibisa di perbatasan Kabupaten Simalungun dengan Kabupaten Tapanuli Utara - 10 Km dari Prapat. Bila bandar udara itu sudah rampung, diharapkan para pelancong akan dibawa langsung dari Polonia ke Prapat -- tentu dengan tambahan biaya. Tapi pokok pangkal kesepian Danau Toba bagi Camat Kumpul tak lain soal biaya juga. Misalnya, tak ada anggaran untu membina kesenian rakyat yang semestinya secara teratur disuguhkan kepada para pelancong. Tahun lalu APBD Sumatera Utara mencantumkan biaya Rp 60 juta untuk pariwisata. Namun semuanya jatuh di Lingga, Kabupaten Karo. "Kalau itu diberikan ke sini semua bisa beres, kami sudah punya program," tambah Kumpul. Turis Lokal Di antara program itu disebutkan pembangunan sebuah daerah turis murni di Prapat. Tanah seluas 40 Ha di seputar Danau Toba akan dibersihka dari rumah penduduk serta perkantoran lalu dipindah ke daerah perluasan kota Prapat. "Di sana nanti turis bisa berbuat sebebas-bebasnya," kata Kumpul pula. Menurutnya, mendirikan klab malam saja sampai sekarang tertunda terus karena khawatir akan menimbulkan reaksi penduduk di sekitar itu. Dan ini lagi rencana Kumpul: di sekeliling danau akan berdiri bungalow-bungalow - oleh swasta tentunya. "Jalan ke puncak bukit itu kami yang bangun," ucap camat itu sambil menjelaskan bahwa jalan itu telah selesai dikerjakan atas biaya propinsi. Soal biaya tampaknya hingga sekarang belum mendapat perhatian dari pihak Pemda Kabupaten Simalungun sendiri. Padahal dengan APBD sekitar Rp 1 milyar setiap talun, Rp 50 juta di antaranya memercik dari sekitar danau ini. Jik sebagian saja dari pendapatan itu dikembalikan lagi untuk membenahi daerah turis itu, tentulah keadaannya tak akan seperti sekarang ini. Satu-satunya sumber pendapatan daerah pelancongan ini yang dapat diandalkan tentulah dari kunjungan para turis lokal. Tahun 1976 lalu jumlah mereka tercatat 73.032 orang. Tapi karena mereka tak pernah nginap, maka bukan saja hotel-hotel dengan 65 buah kamar di sana tetap kosong, tapi juga rezeki penduduk sekitar tak begitu sibuk seperti tanun-ahun sebelumnya. Satusatunya penghasilan tetap para pengusaha hotel di sana agaknya cuma dari para WTS yang menyewa kaunar untuk begituan. Wanita-Nanita ini ternyata cukup laris juga, karena di sana tak ada hiburan lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus