Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Dua Tipe Pemimpin Menurut Henry Kissinger

Buku ke-19 Henry Kissinger tentang enam pemimpin transformatif. Memadukan sejarah dengan cerita perkawanan.

10 Desember 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HENRY Kissinger meninggal dan ia meninggalkan 19 buku penting yang menggambarkan minatnya yang luas, dari diplomasi, politik luar negeri, kecerdasan buatan, hingga kepemimpinan. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat 1973-1977 dan penasihat geopolitik tujuh presiden Negeri Abang Sam ini wafat pada usia 100 tahun, Rabu, 29 November lalu. Leadership: Six Studies in World Strategy adalah buku terakhirnya yang ia tulis ketika berusia 99.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku ini semacam eulogi kepada enam kepala pemerintahan yang membangun negara setelah perang atau memulai transformasi dari keterpurukan. Seperti buku Kissinger yang lain, yang bertahan dalam Leadership adalah caranya mengemas isu dengan memikat. Pengalaman personalnya berhubungan dengan enam pemimpin itu membuat informasi umum tentang mereka tetap membuat kita mengikuti alur ceritanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Enam pemimpin yang diceritakan Kissinger adalah Konrad Adenauer, kanselir pertama yang menumbuhkan visi rendah hati Jerman dalam persekutuan Eropa setelah perang; Charles de Gaulle yang memulihkan kepercayaan Prancis; Anwar Sadat, martir perdamaian Mesir dengan Israel; Lee Kuan Yew yang persisten membangun Singapura menjadi mercusuar dunia; Margaret Thatcher yang memulihkan ekonomi Inggris pada 1980-an; dan Richard Nixon yang membuka hubungan Amerika Serikat dengan Tiongkok saat perang dingin.

Pilihan profil para kepala negara memang khas Kissinger. Ia tak mempedulikan politik dinasti Singapura. Ia juga bias sebagai anak buah karena mengabaikan skandal Watergate ketika menulis kisah Nixon dalam menjalankan strategi “polisi dunia” Amerika Serikat. Kontroversi Thatcher juga kurang diulas karena Kissinger berfokus membahas cara dan strateginya mengeluarkan Inggris dari kelesuan ekonomi.

Bagi Kissinger, ada dua tipe pemimpin: nabi dan negarawan. Pemimpin yang memiliki sifat kenabian, menurut dia, berhasrat menerapkan nilai-nilai secepat mungkin dalam masyarakat. Visi itu membuat mereka mengabaikan kesiapan masyarakat dalam menerima perubahan besar dan mendasar. Mahatma Gandhi di India atau Joan of Arc di Prancis masuk kategori pemimpin nabi menurut Kissinger.

Adapun pemimpin negarawan menyeimbangkan visi dengan risiko dalam menata masyarakat mencapai tujuan bersama. Dalam buku ini agaknya Kissinger ingin menunjukkan bahwa enam kepala negara yang ia tulis cenderung sebagai negarawan, meski Charles de Gaulle dan Anwar Sadat memiliki ciri-ciri pemimpin kenabian seperti karakter yang ia gambarkan. Lee Kuan Yew punya ciri yang memadukan dua tipe itu.

Rumusan ini tidak baru. Kissinger mengulangnya dari apa yang ia tulis dalam memoarnya yang terbit pada 1979, The White House Years. Menurut veteran perang berdarah Yahudi yang lahir di Bavaria, Jerman, ini, di dunia akan selalu ada mereka yang bekerja dalam kerangka waktu tertentu dan mereka yang merasa cemas terhadap kebenaran dan nilai-nilai yang kekal. Leadership jadi menarik karena pembahasannya tak berangkat dari teori-teori manajemen yang rumit. Kissinger bercerita dari sudut pandangnya menganalisis strategi-strategi transformatif para pemimpin itu.

Leadership: Six Studies in World Strategy

Maka lakon buku ini sebenarnya ada dua: para pemimpin tersebut dan Kissinger sendiri. Profilnya memang menarik, berwarna, dan kontroversial. Ia mungkin orang paling berpengaruh dalam sejarah geopolitik Amerika. Peran dan nasihatnya membuat ia terlibat dalam peristiwa penting dan genting. Seperti dikatakannya kepada The Economist, yang mewawancarainya selama delapan jam pada April lalu, ciri seorang pemimpin adalah “berani mengartikulasikan visi dan menemukan cara mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan”. 

Barangkali rumusan semacam itu terdengar pragmatis. Tapi Kissinger juga mengutip Winston Churchill ketika ditanyai seorang mahasiswa pada 1953: apa bekal menjadi seorang pemimpin? Perdana Menteri Inggris 1940-1955 itu menjawab, “Lihat sejarah, lihat sejarah. Dalam sejarah, ada semua rahasia seni memerintah.”  

Tapi, dalam dunia yang kian kompleks, kata Kissinger, mempelajari sejarah saja tak cukup. Sebab, dia menjelaskan, seorang pemimpin transformatif menjembatani masa lalu dengan masa depan. Buku ini, dengan segala justifikasinya terhadap peristiwa kelam, menganalisis sejarah enam pemimpin itu dalam membuat strategi menciptakan masa depan negara mereka yang kini mempengaruhi tatanan dunia.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Buku Terakhir Henry Kissinger". Koreksi 17 Desember 2023 pada kutipan Winston Churchill. Sebelumnya tertulis "rahasia kenegaraan"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus