MAHABHARATA muncul di New York, yang selalu spektakuler. Dari 13 bulan ini sampai 3 Januari tahun depan, perhatian orang panggung sedunia tumpah ke wilayah Brooklyn. Itulah sebuah perhelatan besar di bawah udara musim dingin. Bukan main-main. Mahabharata adalah acara awal dan teragung dari deretan program festival karya-karya garda depan Next Wave, yang dilangsungkan di satu pojok New York City itu. Epos besar dari khazanah kesusastraan Timur itu panjangnya 100.000 stanza -- 15 kali lipat Bible. Kini, kisahnya terlama dimainkan di Bam Majestic Theater. Dari segala segi, ini memang bukan kerja teater seperti biasanya. Mahabharata, yang semula merupakan hasil saduran dari bahasa Sansekerta ke Prancis, karya Jean Claude Carriere, di Brooklyn muncul dalam bahasa Inggris. Dan untuk menopang edisi Inggris inl, penyelenggaranya mengeluarkan dana US$ 2 juta -- melulu untuk pemanggungannya. Di luar itu masih ada ongkos lain. Yaitu, US$ 5 juta untuk merenovasi gedung pertunjukan dengan daya tampung 901 orang. Sedangkan perusahaan dan yayasan yang terlibat pendanaan adalah Philip Morris (dari sebuah perusahaan rokok), A.T. & T, Ford dan Rockefeller Foundation, lalu Elenor Naylor Dana Trust. Doug Allan, penanggung jawab pemasaran dan promosi, mengatakan, "Berbulan-bulan kami menghabiskan waktu hanya untuk menganalisa dan menentukan harga karcis." Akhirnya diputuskan hanya ada dua macam harga tiket: US$ 30 dan US$ 75. Tapi yang terakhir ini, jika dibeli lewat dari 9 Oktober, harganya naik jadi US$ 96. Para penonton dipersilakan betah di dalam gedung selama 11 jam. Seluruh pertunjukan memakan waktu 9 jam -- dengan tambahan jeda untuk minum-minum dan makan dua jam. Berarti, jika dibandingkan dengan pementasan (tujuh jam) Panembahan Reso di Istora Senayan, Jakarta, tahun lalu itu masih kalah rekor. Pertunjukan dibagi dalam tiga bagian, berurutan seperti kisah aslinya: Permainan Dadu, Pengungsian ke Hutan, dan Perang. Persiapan awal sampai kemudian menjadi pertunjukan yang segera bisa dihidangkan memakan waktu selama 12 tahun. Dua sosok yang berkutat dalam kerja sama selama itu adalah Peter Brook, sutradara sekaligus penyadurnya ke dalam bahasa Inggris, dan Chloe Obolensky sebagai penata busana, tata panggung, dan penanggung awab peralatan dan asesori pertunjukan. "Semua ini tak bisa dikerjakan dalam lingkup teater komersial," kata Peter Brook, 62 tahun. Maunya memang sebuah perhelatan monumental. Dengan melibat 24 aktor dan aktris, dari 20 kebangsaan -- termasuk dari Burkina Faso dan Jerman Timur. Dari Indonesia ada I Gede Tapa Sudana, bekas pemain senior di Bengkel Teater yang selama ini berdomisili di Prancis. Kerepotan yang menyertainya macam-macam. Ada karena kebiasaan makan para pendukung (ada yang vegetarian, ada yang gemar mencicipi segala macam jenis makanan), sampai kesibukan mengurus para pemain anak-anak (ada 11, konon). Seorang aktor beragama Islam bahkan mengajukan permintaan spesial agar diinapkan di komunitas muslim Brooklyn, dan seorang aktris diperhitungkan dokter akan melahirkan pada November ini. Bagi Chloe Obolensky sendiri tak ada kesempatan lagi untuk menjumlah berapa potong busana sudah yang ia keluarkan. Busana-busana denan jubah-jubah, selendang, setagen, dan seterusnya, dalam warna-warna imajinatif -- tentang sebuah epos dari dunia yang jauh. Semua itu merupakan hasil jahitan tangan para perajin di India. Jumlah busana yang tak terhitung itu, karena rombongan besar ini pada dasarnya sudah memulai permainannya sejak dua tahun lalu, di Avignon, Prancis. Kemudian ke Paris dan tempat lain. Beberapa adegan membuat mereka berkeringat -- padahal bisa saja seorang pemain memerlukan tiga sampai enam macam pakaian untuk peran-perannya. Dan bisa saja sebuah adegan menuntut si aktor itu bergulir, dan pasti ada debu melekat. Bagi khayalak bule, modal cerita, tata busana, dan penataan adegan Mahabharata boleh jadi sangat eksotis. Timur bagi mereka: masih sering dijadikan tempat arah mencari jawaban-jawaban untuk, biasanya, menghadapi kejenuhan di lingkungannya. Pilihan tempat tampaknya memang sengaja diistimewakan. Majestic Theater, bangunan buatan 1904 yang sempat menjadi gedung komidi bangsawan, lalu jadi bioskop, lalu terbengkalai, sekarang mendapat kehormatan sebagai lokasi pementasan itu. Pemerintahan New York City, sebagai pemilik gedung, tak mau mengecewakan, menyediakan dana US$ 5 juta untuk memugar. Kini, Mahabharata berubah menjadi sebuah epos dengan kemasan kota. Dan sebagai teater garda depan, dengan corak, gaya yang orisinil -- setidaknya itu di mata mereka. Mohammad Cholid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini