Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Maunya realistis

Pameran lukisan di balai budaya, jakarta, menampilkan karya sumartono, 42 dan irsam, 37. irsam, pelukis yang pernah memenangkan gelar lukisan terbaik 1974 masih senang gaya dekoratif. (sr)

22 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARANGKALI karena pengaruh suasana tempatnya bekerja, pergaulannya dan keterlibatannya pada urusan para seniman yang suka berkumpul di Balai Budaya, Jakarta, Sumartono (kelahiran Madiun 42 tahun lalu) terjun ke dunia seni lukis. Meski baru sekitar setahun melukis secara sungguh-sungguh, pengurus Balal Budaya sejak 1969 ini menghasilkan lukisan yang tak mengecewakan. Dan gaya lukisan begitu biasanya disebut gaya naif. Pada dasarnya seorang pelukis naif bermaksud melahirkan bentuk serealistis mungkin. Tapi modal pengetahuan teknis formal kesenilukisannya minim sekali. Jadilah lukisan-lukisan macam karya Henry Rousseau (biangnya lukisan naif) atau Grandma Moses. Ciri utamanya bentuk-bentuk selalu digambarkan secara detil, cenderung dekoratif. Rasa ruang lebih muncul dari cara meletakkan obyek, daripada perspektif. Dan kalau melukis manusia, lemah anatominya. Semua ciri itu memang dipunyai lukisan Sumartono. Pepohonan dalam pemandangan alamnya, daunnya dilukis satu-satu. Anak-anak atau figur yang lain selalu menunjukkan kelemahan pengetahuan anatomis. Dan ada semacam rumus dalam pewarnaan: langit selalu biru kekuningan, pohon-pohon hijau, kuning dan coklat. Kemenarikan lukisan naif terletak pada keluguannya. Ia menangkap dunia dengan mata kanak-kanak. Klenteng adalah lukisan Sumartono yang kiranya paling berhasil. Didominasi merah jingga, gambar hiasan sebagaimana lazimnya terdapat dalam klenteng muncul memberikan suasana keseluruhan. Adapun Irsam, 37 tahun, pelukis yang pernah memenangkan gelar lukisan terbaik dalam Pameran Besar Seni Lukis Indonesia 1974, masih seperti dulu juga: dekoratif, mengambil ragam hias sebagai motif, disusun dengan keseimbangan yang pas, dan sering berkomposisi simetris. Ada gejala perkembangan baru: topeng-topeng yang dideformasi hanya menjadi bidang-bidang tanpa mengingatkan sesuatu bentuk. Dan komposisi yang memanjang vertikal, yang tak lazim pada seni lukis modern, memberikan suasana tersendiri. Memang karya Irsam belum jelas benar arahnya--baru gejala. Dan Sumartono pun memang tidak sebesar Henry Rousseau. Tapi, hadirnya lukisan naif dalam pameran berdua ini, bagaimanapun memperkaya keragaman seni lukis kita. H/BB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus