Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Patriot masa kini

Para pemimpin dunia mengajak rakyatnya menghemat energi. presiden tanzania yulius nyerere mengajak menteri & pejabat lainnya naik sepeda. presiden filipina marcos ingin mengubah gaya hidup rakyatnya.

22 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBENTAR lagi bakal ada seorang babe berjalan kaki sembilan ratus kilometer mengelilingi tanah airnya. Namanya Karl Carstens. Umurnya enam puluh empat tahun. Jabatannya: Presiden Jerman-Barat. Tanggal mainnya kabarnya di bulan Oktober. Tunggu saja di layar TVRI, asal sensor berani (berani karena benar, kata bung Adam dan jenderal usuf). Menurut Carstens, "kalau ingin berlibur dan menikmati keindahan alam, tinggalkanlah mobil". Bagaimana kalau turun mobil lantas naik perahu bermotor, atau naik kereta gantung seperti yang di Taman Mini itu? Memang soalnya rada pelik. Gampang-gampang susah, atau susah-susah gampang. Sebab cara segerombolan hippie di Amerika dulu agak lain. Mereka mau memberi contoh hidup sederhana dengan membakar mobil mereka sendiri. Bagus sekali, bukan? Nah, upacara pembakaran ini dilakukan di luar kota. Untuk mencapai peluaran ini, para hippie kota tersebut mengisi mobil-mobil mereka dengan bensin. Barulah motor bisa menderum. Semua naik mobil, lalu beramai-ramai mereka meluncur berpirau-pirau (soalnya sambil mengisap ganja) ke luar kota. Di tempat upacara itu para celana belel membakar satu mobil. Semua koran, termasuk New York Times, memberitakannya. Lalu pulang ke kota bagaimana? Tentu saja naik mobil-mobil yang sisa, atau yang sengaja disisakan. Jadi mereka memecahkan masalah menghapus mobil itu tanpa jalan kaki dan tetap naik mobil. Ini cara hippie. Mungkin juga cara anak muda, atau sementara anak muda, tak peduli yang paling terpelajar sekalipun. Misalnya rarnai-ramai anti-korupsi, tapi praktek korupsi sendiri. Sekarang minta hak-hak asasi manusia, besok menindas hak-hak asasi manusia, terutama dalam perpeloncoan. Dan seterusnya. Ada pula presiden lain yang bermaklumat. Tanggal 27 Agustus yang lalu Presiden Julius Nyerere dari Tanzania minta semua menteri dan pejabat pemerintah dan partai supaya naik sepeda sajalah. Dia minta petani menggunakan kereta dorong dan pedati saja. Boleh kita tunggu hasilnya. Tapi rakyat Inggeris, menurut tontonan TVRI, sudah mulai berbuat begitu tanpa permintaan nyonya Margaret. Dan di Indonesia seandainya ada hadiah Parakawula Karya Nyepeda (mudah sekali menghafalkannya), itu pasti akan dimenangkan kota Klaten, atau Yogyakarta, atau Sala, dan universitas teladannya mestinya Gajah Mada. Kalau mau menggunakan istilah Marcos, rakyat di kota-kota itulah yang harus disebut patriot-patriot bangsa. Soalnya begini. Pada tanggal 23 Juli yang lalu Presiden Perdinand Marcos dari Filipina berpidato begini di Batasang Pambansa, semacam DPR-nya sana barangkali: "Gaya hidup bangsa kita mau tak mau harus berubah. Penghematan energi kini adalah nilai yang harus ditanamkan dalam diri anakanak kita sebagaimana kita mengobarkan patriotisme". Nah, apakah ini berarti bahwa penghemat energi itu patriot sejati? Jelas yang paling kelabakan dalam membuktikan patriotisme-ini ialah masyarakat atasan. Rakyat jelata sih sudah patriot. Maka si Miranda, dari SD Taruna Bakti Bandung, yang sudah siap-siap ikut sayembara mengarang buat Hari Pahlawan bulan Nopember nanti, dan sudah punya pikiran "yang itu itu juga", terantuk matanya pada kata-kata Marcos ini. Wah patriot macam apa pula ini? Padahal saya kepingin jadi ratll dang-dung-dor pakai orkes yang berkekuatan 10.000 watt. Dan Miranda yang kata orang tuanya terkenal sebagai kutu buku ini terus membaca keppres-keppres Marcos. "Wah untung! Untung sekali!", pekik Miranda sambil berjingkikjingkik. "Coba lihat Oom Marcos melarang balapan motor, balapan mobil, balapan kapal udara, balapan perahu motor dan kegiatan-kegiatan sejenis. Hukumannya bisa sampai sejua rupiah atau satu tahun masa kurungan atau kedua-duanya. Celaka mereka deh!" Lho, tadi Miranda kok bilang "untung"? Ya tentu saja, soraknya. "Kalau ada motorcross atau rally mobil intemasional, pasti bakal tak ada lawan dari Filipina. Jadi ini keuntungan buat kita", katanya lugu. Lha kalau kebut-kebutan ini nanti dilarartg di Indonesia, bagaimana? Miranda melirik. "Ah, saya sih nggak bisa naik motor". Dan kembalilah dia kepada hukum-hukum Marcos. Penggunaan listrik rumah melebihi 200 kilowatt sebulan adalah boros. Penghuninya akan masuk penjara, atau bayar! Naik mobil bersilinder delapan pada hari-hari libur dan ekor minggu dilarang. Kantor-kantor pemerintah yang berventilasi cukup dilarang memakai AC, tapi boleh nanggap AC/DC. Dan seterusnya. Bagi para "patriot masakini" Marcos juga menyediakan berbagai ganjaran menarik. Lalu bagaimana engkau, Miranda? "Ya, kalau saya mau jadi patriot, saya berhenti membaca buku saja. Enakan nyontek. Lantas beli ijazah. Jadi saya menghemat tenaga. Hihihi! !" 'Patriot masakini' begituan sih sudah terlalu banyak non!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus