SEBENTAR lagi bakal ada seorang babe berjalan kaki sembilan
ratus kilometer mengelilingi tanah airnya. Namanya Karl
Carstens. Umurnya enam puluh empat tahun.
Jabatannya: Presiden Jerman-Barat. Tanggal mainnya kabarnya di
bulan Oktober. Tunggu saja di layar TVRI, asal sensor berani
(berani karena benar, kata bung Adam dan jenderal usuf).
Menurut Carstens, "kalau ingin berlibur dan menikmati keindahan
alam, tinggalkanlah mobil". Bagaimana kalau turun mobil lantas
naik perahu bermotor, atau naik kereta gantung seperti yang di
Taman Mini itu? Memang soalnya rada pelik. Gampang-gampang
susah, atau susah-susah gampang.
Sebab cara segerombolan hippie di Amerika dulu agak lain. Mereka
mau memberi contoh hidup sederhana dengan membakar mobil mereka
sendiri. Bagus sekali, bukan? Nah, upacara pembakaran ini
dilakukan di luar kota.
Untuk mencapai peluaran ini, para hippie kota tersebut mengisi
mobil-mobil mereka dengan bensin. Barulah motor bisa menderum.
Semua naik mobil, lalu beramai-ramai mereka meluncur
berpirau-pirau (soalnya sambil mengisap ganja) ke luar kota. Di
tempat upacara itu para celana belel membakar satu mobil. Semua
koran, termasuk New York Times, memberitakannya.
Lalu pulang ke kota bagaimana? Tentu saja naik mobil-mobil yang
sisa, atau yang sengaja disisakan. Jadi mereka memecahkan
masalah menghapus mobil itu tanpa jalan kaki dan tetap naik
mobil. Ini cara hippie. Mungkin juga cara anak muda, atau
sementara anak muda, tak peduli yang paling terpelajar
sekalipun. Misalnya rarnai-ramai anti-korupsi, tapi praktek
korupsi sendiri. Sekarang minta hak-hak asasi manusia, besok
menindas hak-hak asasi manusia, terutama dalam perpeloncoan. Dan
seterusnya.
Ada pula presiden lain yang bermaklumat. Tanggal 27 Agustus yang
lalu Presiden Julius Nyerere dari Tanzania minta semua menteri
dan pejabat pemerintah dan partai supaya naik sepeda sajalah.
Dia minta petani menggunakan kereta dorong dan pedati saja.
Boleh kita tunggu hasilnya.
Tapi rakyat Inggeris, menurut tontonan TVRI, sudah mulai berbuat
begitu tanpa permintaan nyonya Margaret. Dan di Indonesia
seandainya ada hadiah Parakawula Karya Nyepeda (mudah sekali
menghafalkannya), itu pasti akan dimenangkan kota Klaten, atau
Yogyakarta, atau Sala, dan universitas teladannya mestinya Gajah
Mada. Kalau mau menggunakan istilah Marcos, rakyat di kota-kota
itulah yang harus disebut patriot-patriot bangsa.
Soalnya begini. Pada tanggal 23 Juli yang lalu Presiden
Perdinand Marcos dari Filipina berpidato begini di Batasang
Pambansa, semacam DPR-nya sana barangkali: "Gaya hidup bangsa
kita mau tak mau harus berubah. Penghematan energi kini adalah
nilai yang harus ditanamkan dalam diri anakanak kita sebagaimana
kita mengobarkan patriotisme". Nah, apakah ini berarti bahwa
penghemat energi itu patriot sejati? Jelas yang paling kelabakan
dalam membuktikan patriotisme-ini ialah masyarakat atasan.
Rakyat jelata sih sudah patriot.
Maka si Miranda, dari SD Taruna Bakti Bandung, yang sudah
siap-siap ikut sayembara mengarang buat Hari Pahlawan bulan
Nopember nanti, dan sudah punya pikiran "yang itu itu juga",
terantuk matanya pada kata-kata Marcos ini. Wah patriot macam
apa pula ini? Padahal saya kepingin jadi ratll dang-dung-dor
pakai orkes yang berkekuatan 10.000 watt.
Dan Miranda yang kata orang tuanya terkenal sebagai kutu buku
ini terus membaca keppres-keppres Marcos. "Wah untung! Untung
sekali!", pekik Miranda sambil berjingkikjingkik. "Coba lihat
Oom Marcos melarang balapan motor, balapan mobil, balapan kapal
udara, balapan perahu motor dan kegiatan-kegiatan sejenis.
Hukumannya bisa sampai sejua rupiah atau satu tahun masa
kurungan atau kedua-duanya. Celaka mereka deh!"
Lho, tadi Miranda kok bilang "untung"? Ya tentu saja, soraknya.
"Kalau ada motorcross atau rally mobil intemasional, pasti bakal
tak ada lawan dari Filipina. Jadi ini keuntungan buat kita",
katanya lugu.
Lha kalau kebut-kebutan ini nanti dilarartg di Indonesia,
bagaimana? Miranda melirik. "Ah, saya sih nggak bisa naik
motor".
Dan kembalilah dia kepada hukum-hukum Marcos. Penggunaan listrik
rumah melebihi 200 kilowatt sebulan adalah boros. Penghuninya
akan masuk penjara, atau bayar! Naik mobil bersilinder delapan
pada hari-hari libur dan ekor minggu dilarang. Kantor-kantor
pemerintah yang berventilasi cukup dilarang memakai AC, tapi
boleh nanggap AC/DC. Dan seterusnya. Bagi para "patriot
masakini" Marcos juga menyediakan berbagai ganjaran menarik.
Lalu bagaimana engkau, Miranda? "Ya, kalau saya mau jadi
patriot, saya berhenti membaca buku saja. Enakan nyontek. Lantas
beli ijazah. Jadi saya menghemat tenaga. Hihihi! !"
'Patriot masakini' begituan sih sudah terlalu banyak non!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini