GAVIN dan Shanna ibarat wakil para kanak yang merelakan ayah mereka dimakan mesiu. Kakak beradik yang masing-masing berusia sembilan dan tiga tahun itu kini hidup bersama ibu mereka, Colette Deery, 31 tahun. Patrick, suami Colette dan ayah kedua anak itu, meninggal 20 Oktober tahun silam. Patrick jadi martir. Dia tewas. Sebuah bom prematur meledak dalam mobil bajakan yang disetirnya ketika ia bertugas sebagai anggota Irish Republican Army (IRA). Perjuangan IRA di Irlandia Utara agaknya makin mahal. Semangat memburu sebidang wilayah merdeka -- lepas dari Inggris -- harus ditebus dengan risiko tinggi. Dua warga sipil, Rabu pekan lalu, malah tewas ditelan sebuah bom di London-derry, karena oparasi IRA yang serampangan. Di kota tersebut, terutama di kawasan permukiman para penganut Katolik Roma, pernah pula jatuh korban serupa. Peristiwa yang sangat memalukan IRA. Menyusul tewasnya dua orang tadi, pendukung IRA, malah dari garis paling keras, tanah mengumumkan pernyataan minta maaf kepada saudara dan teman-teman korban. Dan kalau korban di pihak warga sipil terjadi lagi, maka IRA tambah tipis mendapat dukungan rakyat, yang justru hendak mereka merdekakan. Suhu naik lagi. Rabu lalu, dua orang yang diduga anggota IRA ditawan ketika akan melintasi perbatasan Jerman Barat. Mereka membawa senapan dan bahan peledak. Seperti selama ini mereka lakukan serempak, pasukan IRA kembali berperang melawan tentara Inggris. Tapi sehari sebelumnya, tiga gerilyawan itu tewas diserbu pasukan komando Inggris. Sebaliknya, tentara kerajaan itu yang tewas, dalam enam bulan terakhir ini, 27 orang. Dimulai 20 tahun lalu, ketika sebuah kelompok pemuda Katolik menuntut hak sipil di Irlandia Utara. Mereka menentang adanya diskriminasi dalam pekerjaan yang dimonopoli orang Protestan -- yang mereka anggap tak lain dari kaki-tangan Inggris Raya. Pengangguran mencapai 16,7%. Dan angka ini gembung dari 50% sampai 70% di pojok-pojok miskin Belfast. Maka, sejak 20 tahun lalu, hawa permusuhan sudah tak lagi pupus di kawasan yang juga disebut dengan nama Ulster itu. Upaya damai pernah dilakukan. Maksud mulia ini, 1976, bahkan melibatkan puluhan ribu orang -- gabungan yang dimotori warga Katolik dan Protestan -- sembari mengadakan arakan di Jalan Falls dan Shankill. Tapi karena luka sudah telanjur menganga, mereka ketagihan lagi menyulut mesiu peluru. Ketegangan kian berkecamuk setelah pemerintahan PM Margaret Thatcher menempatkan pasukan SAS. Tentara elite yang kesohor itu sering melakukan operasi terselubung dalam pakaian preman. Lalu kedua pihak sama-sama memproduksi porak poranda dan kepedihan, yang makin tak berkesudahan hingga sekarang. Mohamad Cholid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini