Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Mengaku bapak pengamal pancasila

Pendiri universitas prof. dr. moestopo beragama (updm), mengaku sebagai bapak pengamal pancasila. mendirikan lembaga pusat perdamaian dunia berdasarkan ketuhanan yme. (tk)

30 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA selalu menulis namanya dengan lengkap: Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Profesor Dr. Moestopo, Os.Orth.Opdent.Prosth. Pedo/D.H.Ed. Biol.Panc. Gelar di depan namanya sudah umum diketahui. Dengan gelar-gelar di belakang itu berarti ia ahli dalam ilmu bedah rahang mulut, ahli perawatan gigi, ahli pengawetan gigi. Selanjumya juga ahli kesehatan gigi masyarakat, ahli gigi palsu, dan ahli dalam biologi. Panc ternyata dari kata Pancasila. Dalam hubungan ini Moestopo mengaku sebagai Bapak Pengamal Pancasila. Tapi ia tak pernah menjelaskan gelar yang berderet itu diperolehnya dari perguruan tinggi mana. Tapi gelar profesor ia peroleh dari Universitas Padjadjaran Bandung. Prof. Moestopo 70 tahun, yang kini lebih banyak menetap di Bandung, agaknya memang suka berpanjang-panjang. Kalau menulis surat atau biografi, di akhir tulisan ia selalu mencantumkan kalimat pujian kepada Tuhan berbagai agama: Dominus Vobis cum, Maranatha Immanuel La Takhaf Wala Takhzan Innallaha Ma ana, Namong Sang Hyang Adi Budhaya, Oom SDasty Astu, Tuhan Beserta Kita. Di kompleks rumahnya di Jl. Juanda, Bandung, di atas tanah seluas 3.800 m2 ia juga membangun berbagai rumah peribadatan. Masjid, vihara, pura dan gereja. "Itu menunjukkan sila Ketuhanan YME mencerminkan kerukunan agama," katanya. "Rumah ibadat itu dibangun untuk mempersiapkan kader-kader bangsa yang taat beribadat." Di sudut utara kompleks rumah itu ada bangunan dengan simbol berbentuk perisai segi lima. Terpampang tulisan: world peace movement based upon trust in the one almighty god. Ada terjemahannya: Pusat Perdamaian Dunia Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Moestopo mendirikan lembaga ini tahun 1964. "Saya memimpikan sebuah dunia yang damai," katanya tentang tujuan lembaga itu. "Saya berusaha menginsyafkan manusia untuk selalu ingat kepada Tuhan, sebab hanya Tuhan yang bisa menciptakan perdamaian dunia," lanjutnya. Cara yang ditempuh Pusat Perdamaian Dunia ini berupa imbauan yang dikirimkan dengan telegram. Sudah banyak pemimpin dunia yang menerima telegram imbauan yang ditanda tanani dokter gigi ini. Di antaranya Almarhum, Leonid Brezhnev, Paus Paulus II, Jimmy Carter, Ronald Reagan, Menachem Begin, Margaret Thatcher, Presiden Argentina, pemimpin Iran dan Irak. Setiap ada masalah yang bisa menimbulkan ketegangan atau meredakan ketegangan, Prof. Moestopo mengirimkan telegram kepada tokoh-tokoh yang terlibat. Di dalam negeri, imbauan rutin kepada lembaga-lembaga keagamaan juga dikirim lewat telegram. Selama ini sudah lebih dari Rp 39 juta dihabiskan untuk telegram itu, semuanya dari kantung pribadi Moestopo. "Setiap bulan saya menghabiskan biaya untuk surat dan telegram lebih dari Rp 100.000. Itu diambil dari honor mengajar di beberapa perguruan tinggi," katanya. Menulis surat dan telegram yang mengatasnamakan Pusat Perdamaian Dunia ia lakukan sendiri. Sedang urusan administrasi, termasuk mendokumentasikan, dilakukan anaknya, Muslich. Imbauan perdamaian itu umumnya ditanggapi positif. Terbukti ada buku yang berisi koleksi jawaban telegram yang diterbitkan Moestopo. Untuk tingkat kepala negara, yang membalas biasanya Duta Besar negara bersangkutan di Jakarta, atau pejabat negara bersangkutan yang berwenang. Prof. Moestopo yang lahir di Ngadiluwih, Kediri, 13 Juni 1913, memang dikenal sebagai orang yang aktif. "Seolah-olah dalam dirinya ada suatu kekuatan luar biasa yang selalu memompakan semangat kerja, sehingga sepak terjangnya kadang membingungkan," komentar Dr. Ruslan Abdulgani, kawan seperjuangannya. Yang pasti sejak kecil ia memang sudah senang menyibukkan diri. Ketika masih di HIS di Kediri - ikut pamannya, seorang asisten wedana - Moestopo tak betah di rumah. Pagi bersekolah, sore hari sekolah di sebuah madrasah. Di sela-sela dua waktu sekolah itu, Moestopo keluyuran. Ternyata ia mengembalakan kambing dan menanam sayur-mayur. Di kelas VI HIS bahkan ia menjadi pelayan rumah makan tanpa setahu pamannya. Hari Rabu minggu terakhir setiap bulan, ia minta izin tak bersekolah. Ia mencari uang dengan cara menjadi juru tulis di pasar ternak. Kebiasan keluyuran ini dibawanya sampai Mulo (SMP) dan HIK (Sekolah Guru). Bahkan ketika ia menjadi mahasiswa sekolah dokter gigi di Surabaya, sambil berkeluyuran mengitari kota, ia mendorong gerobak berisi beras dan kebutuhan sehari-hari - sebagai pedagang keliling. Lulus tahun 1973 di Stovit (School tot opleiding van Indische Tand Artsen) Surabaya, ia membantu praktek gigi Prof. Dr. M. Knap. Kesempatan mengembangkan keahliannya terbuka ketika Knap dipanggil oleh Milisi Belanda. Ia juga menggantikan kedudukan dokter Belanda itu sebagai wakil direktur Stovit (1941). Di saat pendudukan Jepang ia ikut Peta dan selama 120 hari mengikuti latihan di Bogor: sejak inilah dokter gigi ini aktif sebagai militer. Sejarah kemudian mencatat perjuangan Moestopo menjelang pertempuran 10 November di Surabaya yang terkenal itu. Berbagai jabatan dipangkunya sejak kemerdekaan diproklamasikan, dalam karirnya sebagai militer maupun sebagai dokter gigi. Jabatan-jabatan penting itu membuat Moestopo dekat dengan Bung Karno. Tetapi ia pernah hampir menantang Bung Karno. Ketika itu, 16 Oktober 1952 sore hari, Moestopo yang sedang praktek di Jakaru didatangi Pamoerahardjo yang pernah menjadi ajudan Bung Karno di masa revolusi fisik. Moestopo minta Pamoerahardjo turut menggerakkan demonstrasi membubarkan parlemen. Orang ini setuju, asal diperintahkan Bung Karno. Keduanya lantas menemui Bung Karno di Istana Merdeka. Di sini Moestopo membeberkan akan ada demonstrasi rakyat esok hari yang akan dipimpinnya sendiri. Bung Karno diam sejenak. Tapi kemudian memerintahkan supaya demonstrasi dibatalkan. Moestopo yang waktu itu berpangkat Kolonel menangis. "Ia memikul dua perintah, yang satu memimpin demonstrasi membubarkan pirlemen, satunya membatalkan demonstrasi yang justru ahn ia pimpin. Pak Moes akhirnya memutuskan untuk menaati perintah Bung Karno," tulis Pamoerahardjo dalam artikelnya Kenangan Saya Dengan Bung Karno yang terhimpun dalam buku Solichin Salam, Bung Karno Dalam Kenangan. Namun demonstrasi rakyat 17 Oktober 1952 tetap tercatat dalam sejarah. Tidak ditujukan kepada Bung Karno dengan parlemen yang dibentuknya, tapi diubah Moestopo menjadi demonstrasi untuk mendukung kebijaksanaan Bung Karno. Presiden yang dielu-elukan itu tampil membakar semangat demonstran untuk merebut Irian Barat. Masih di tahun 1952 itu, Moestopo mendirikan "Moestopo Dental College" di Kebayoran Baru. Ratusan tukang gigi menjadi muridnya. Uang sekolah perguruan itu ditabungnya. Tahun 1960 ia membeli sebidang tanah dan setahun kemudian berdirilah Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama (UPDMB) - dengan sebuah fakultas, yaitu Kedokteran Gigi. Kini setelah 22 tahun, UPDMB sudah punya kampus megah. "Itu semua dibangun dengan uang kuliah mahasiswa," kata guru besar FKG Universitas Padiadjaran itu. Mahasiswanya sekarang lebih dari 2.000 orang dan punya 4 Fakultas: kedokteran gigi, sosial politik, ekonomi dan publisistik. Pimpinan universitas itu sekarang dipegang Brigjen Pol. (Pur) Drs. Prajitno Mangunwijoto, SH. Sedang pimpinan yayasan pendidikannya dipegang drg. Joesoef, anak sulung Moestopo. "Saya ingin menciptakan sistem pendidikan dari TK sampai Universitas dengan dasar agama dan Pengamalan Pancasila," ujarnya tentang embel-embel "beragama" di belakang universitas yang didirikannya. Di Bandung Moestopo juga mendirikan Yayasan Pendidikan Beragama yang semua kegiatannya berlangsung di kompleks rumahnya. Ada TK, SD, dan SMP. Seluruh siswanya 260 orang. Sekolah ini dilengkapi poliklinik gigi dan menerima pasien dari luar dengan bayaran ringan. "Hasilnya untuk menghidupi yayasan dan honor karyawan," jelas Moestopo yang mengawasi poliklinik dengan 4 dokter gigi itu. Kakek dari 9 cucu ini setiap hari bangun pukul 7.00. Setelah mandi air hangat, ia memeriksa administrasi yayasan itu. Sore hari ia masih berkeliling melihat tempat ibadat yang dibangunnya. Kadang ia memberi petunjuk membaca Al Quran, kadang terlihat di Vihara membersihkan patung Budha. Moestopo sendiri seorang muslim. Namun ia membebaskan ke-12 anaknya untuk memilih agama: ada yang Islam, Protestan, dan Katolik. Ny. Supartini istri tuanya yang memberi 9 anak, lebih banyak mengurus yayasan yang berlokasi di Jl. Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta. Sedang Ny. Lailah, istri kedua, yang memberi 3 anak, lebih banyak di Bandung. Prof. Dr. Moestopo yang dalam biografinya bergelar Bapak Publisistik, Bapak Ilmu Kedokteran Gigi, Bapak Pengawal Pancasila, adalah juga penerima Bintang Mahaputra Utama RI yang disematkan Presiden Soeharto 15 Agustus 1978. Ia dinilai berjasa dalam bidang pendidikan, kesehatan dan pengamalan Pancasila. Tapi di hari tuanya kini, Moestopo juga menyandang sederetan penyakit: jantung, tekanan darah tinggi, asma, rematik, ambien, penyempitan organ keseimbangan dan tulang lemah. Kini untuk berjalan ia harus selalu dibantu tongkat. Karena itu ia tak lagi mengajar di kampus Unpad dan Universitas Pasundan Bandung, apalagi ke Jakarta. Mahasiswalah yang datang ke rumahnya. Di saat tak bisa banyak bergerak, penampilan Moestopo selalu tampak serius, seperti juga semua yang dilakukannya. "Pak Moestopo orang yang selalu serius, tetapi tingkah lakunya memang aneh-aneh. Hanya kawan dekatnya yang bisa menebak apa motivasi dan tujuan semuanya itu," komentar Ruslan Abdulgani. "Yang jelas jiwa patriotnya tak perlu diragukan. Satu lagi, kejujuran Moestopo sulit dicari tandingannya. Ia juga selalu bicara blak-blakan," sambung ketua BP7 ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus