SAREKAT ISLAM 1912-1916:
Opkomst, bloei en struktuur van Indonesie's eerste massabeweging
Oleh: A.P.E. Korver
Penerbit: Amsterdamse Historische Reeks. Historisch Seminarium
van de Universiteit van Amsterdam, Amsterdam, 1982, 281 halaman.
SEJARAH adalah proses pemikiran menyusun kembali sebagian dari
masa lampau. Dalam bentuknya yang tertulis merupakan bahan
diskusi tanpa akhir. Demikian juga buku yang dibicarakan ini -
diangkat dari disertasi tentang Sarekat Islam yang telah melampaui
diskusi beruntun sejak tulisan Ratulangi (1913), J. Th. Petrus
Blumberger (1931). F.L. Rutgers (1939), H.J. Benda (t958), A.
Timur Jailani (1959), dan Deliar Noer (1973).
Dengan diterbitkannya sumber-sumber sejarah van der Wal -
khususnya mengenai Pergerakan Nasional dan Sarekat Islam
Lokal yang dikerjakan Sartono Kartodirdjo dari kawan-kawan dari
UGM - maka Korver mendapat kesempatan mengadakan studi
"mikroskopis" perkembangan Sarekat Islam (SI) di tahun-tahun
awal.
Membicarakan SI mau tak mau mesti membicarakan sejarah
pergerakan nasional - yang merupakan upaya mengangkat dan
menyiapkan rakyat ke alam Indonesia merdeka. Di situ akan
terlihat jelas kedudukan dan peranan SI dibanding organisasi
lain yang tumbuh hampir bersamaan waktunya: Tiong Hoa Kwee Koan
(1900), Budi Utomo (1908), Muhammadiyah (1912), Indische Partij
(1912), Indische Sociaal Democratische Vereeniging (1914), dan
PKI (1920).
SI adalah organisasi massa, sekaligus gerakan politik, yang
mengandung cita-cita emansipasi berdasarkan pembaruan Islam dan
bercorak kerakyatan. Unsur-unsur dalam emansipasi SI, yang juga
terlihat dalam organisasi pergerakan nasional lain, meliputi:
penolakan semua prasangka buruk terhadap golongan penduduk
bumiputra, perlakuan yang tidak sama terhadap bumiputra dan
bukan, cita-cita ke arah perkembangan diri dan meninggikan
derajat bumiputra penghargaan positif terhadap identitas sendiri
berdasarkan Islam, cita-cita ke arah mengatur kepentingan
sendiri di bidang politik, dan antikapitalisme.
Kecuali cita-cita itu, SI juga punya sasaran di tiga bidang:
meninggikan derajat rakyat, menghapus rintangan di bidang
ekonomi dan keuangan, serta menuntut pembaharuan di bidang
kehakiman, pendidikan umum, dan politik agama pemerintah. Usaha
meninggikan derajat rakyat meliputi pengembangan dagang,
kerajinan, pertanian, pendidikan, agama, dan tolongmenolong
sesama anggota.
Koperasi konsumsi SI, yang berpusat di toko-toko dan
warung-warung, tumbuh bagaikan jamur di mana-mana. Di samping
yang kecil-kecil itu, SI juga merencanakan usaha ambisius ke
arah pembentukan perusahaan bangunan, PT, dan bank-bank.
Namun usaha terakhir ini mengalami kegagalan karena para anggota
belum banyak pengalaman dalam mengelola uang dan tata laksana.
Hasil yang terasa cuma di bidang koperasi dan usaha
tolong-menolong sesama apggota yang dalam kesulitan.
Usaha pengajaran mendapat perhatian karena SI menyadari kaitan
antara pendidikan dan usaha meninggikan derajat rakyat. Di
banyak tempat di Jawa usaha pengajaran itu mengambil contoh dari
perkumpulan Jamiat Khair di Jakarta. Usaha pengajaran itu sudah
barang tentu berdasarkan Islam. Dengan duduknya tokoh
Muhammadiyah Haji Akhmad Dahlan dalam komisi SI mencerminkan
adanya usaha pembaruan pendidikan dalam tubuh organisasi itu.
Studi Korver banyak sekali mengungkapkan data dan fakta sekitar
kegiatan pendidikan SI, juga usaha mereka menuntut pembaruan di
bidang pemerintahan yang, antara lain, dituangkan dalam lukisan
tentang perlawanan terhadap pajak tanah di daerah Rembang. Dalam
Bab VI secara terperinci Korver merekonstruksi perlawanan
tingkat lokal di berbagai tempat di Jawa, Sumatera, dan secara
sporadis di Kalimantan dan Sulawesi. Adanya perlawanan itu
merupakan indikator betapa masyarakat sedang mengubah dirinya.
Pimpinan SI sendiri menunjukkan kebijaksanaan politik dalam
mengajukan usul-usul kepada pemerintah Hindia Belanda.
Buku ini juga menilai aspek-aspek modern dan tradisional dalam
tubuh SI. Yang termasuk aspek modern adalah cara
pengorganisasian kongres yang diadakan setiap tahun, dan
mobilitas para pemimpin SI dalam menghubungi perwakilan di
berbagai tempat Indonesia. Sedang aspek tradisional berupa
pemungutan iuran - yang ternyata tidak secara efektif mendukung
organisasi itu mengembangkan sumber dana.
Salah satu bagian yang menarik ialah analisa mengenai latar
belakang sosial para pemimpin dan pengikutnya. Sudah barang
tentu lebih banyak data mengenai para pemimpinnya - sebagian
besar keturunan lapisan atas bumiputra dan telah mengenyam
pendidikan yang cukup baik. SI terdiri dari pedagang (40%) dan
pegawai rendah (16%).
Makna kesejarahan SI terletak pada peranannya dalam
menggelorakan anggota untuk bergerak, dan mempersatukan sebagian
besar penduduk Indonesia di bawah panjipanji perjuangannya.
Dengan demikian SI telah menentukan langkah penting ke arah
persatuan Indonesia. Kongres SI tahun 1916 di Bandung memang
tepat benar bernama Kongres Nasional.
Walau buku ini seluruhnya bersandar kepada sumber-sumber
Belanda, toh cukup berhasil merekonstruksi sejarah dan pemikiran
Islam serta fungsinya sebagai kekuatan yang hidup di Indonesia.
Karena buku ini ditulis dalam bahasa Belanda maka terjemahan ke
bahasa Indonesia sangat dianjurkan.
Abdurrachman Surjomihardjo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini