KONSISTEN dan selalu berpikir untuk kepentingan orang banyak. Itulah sikap Prof. Dr. Herman Johannes hingga akhir hayatnya. Profesor Jo -- begitu panggilan seharihari bekas rektor UGM Yogyakarta (19611966) ini -- telah menghadap Tuhan pada hari Sabtu 17 Oktober dalam usia 80 tahun, setelah dirawat selama lima bulan karena menderita kanker kelenjar prostata dengan komplikasi penyakit tua. Di masa hayatnya ia mengkritik perjanjian IndonesiawAustralia mengenai Celah Timor, yang dinilainya tidak adil. Pembagian Celah Timor yang mengandung minyak dan dibagi tiga bagian (daerah A, B, C) lebih menguntungkan Australia. Menurut almarhum, daerah A dan B yang paling potensial dikelola oleh Australia. Sedangkan Indonesia hanya kebagian 16% dari kawasan tersebut. Padahal, jika zone ekonomi eksklusif ditetapkan, daerah B bisa dikelola dengan pembagian 50%:50%. Profeseor Jo, yang meninggalkan seorang istri dan empat anak, dikenal hidup bersahaja. Ia lebih senang membelanjakan uangnya untuk melakukan penelitian, sampaisampai rumah yang ia miliki berasal dari sumbangan para alumni UGM. Ia juga tidak mengizinkan keluarganya menggunakan mobil dinas, karena katanya ''mobil dinas hanya untuk keperluan dinas''. Disiplin seperti ini jarang dimiliki orang lain. Almarhum memang salah seorang pendiri Parindra (Partai Rakyat Indonesia Raya), partai nasionalis yang terkenal pada zaman pergerakan sekitar tahun 1930. Almarhum juga peraih Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra Kelas II. Sebagai ilmuwan ia sudah menulis sekitar 200 kertas kerja. Selain menulis beberapa buku ilmiah, ia juga sempat menulis tiga buku mengenai catur, olah pikir yang menjadi kegemarannya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini