Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Minoritas di asa dekolonisasi

Pengarang: Jan Bank Baarn: Ambo BV, 1983. resensi oleh: Danuwinata. (bk)

18 Agustus 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KATHOLIEKEN EN DE INDONESISCHE REVOLUTIE Oleh: Jan Bank Penerbit: Ambo bv, Baarn, 1983, 576 halaman BARU saja bebas sebagai golongan minoritas sosial dan budaya, orang-orang Katolik Belanda dihadapan pada masalah yang cukup berat: proses dekolonisasi - dalam bentuk kongkretnya revolusi Indonesia. Orang-orang Katolik Belanda ini, yang secara tradisi punya struktur sentralistis dengan unsur transnasional yang berpusat di Roma (Paus), sudah terbiasa- hidup dalam budaya persatuan dan kesatuan itu. Budaya itulah yang juga dibawa oleh misionarisnya ke sini - setidak-tidaknya di kalangan orang-orang Katolik Belanda di Indonesia. Dalam proses dekolonisasi, di kalangan orang-orang Katolik Belanda di tanah asalnya terasa ada ketegangan yang bersumber pada kenyataan: akhirnya mereka harus Inelepaskan koloni yang diwarisi. Di pihak orang-orang Katolik di Indonesia sumber ketegangannya ialah kenyataan bahwa misi Katolik bagaimanapun juga mendapatkan peluang bergerak di Indonesia berkat pemerintah Belanda (tahun 800-an), sementara di lain pihak mereka harus memberikan legitimasi dalam proses dekolonisasi bahwa eksistensi mereka tidak identik dengan ekspansi Eropa. Masalah-masalah inilah yang dibahas Jan Bank dalam Katholieken en de Indonesische Revolutie. Bank, dalam buku setebal 576 halaman yang dilengkapi dengan foto-foto dokumenter, statistik, bibliografi dan indeks itu, menelusuri jalannya sejarah hubungan Belanda dan Indonesia periode 1945 sampai 1949. Bank berhasil menunjukkan bahwa pada periode itu terjadi keretakan budaya kesatuan dan persatuan. Ia memaparkan adanya konfigurasi dalam jaringan kekuasaan dan pengaruh, yang juga menyangkut unsur-unsur dari kalangan luar Katolik. Di samping itu, Bank secara panjang lebar menunjukkan adanya pola koalisi Partai Katolik di Nederland yang kendati sesudah Perang Dunia II muncul sebagai partai terbesar, belum cukup kuat menentukan keputusan-keputusan yang diperlukan. Jika ditelusuri, dalam buku ini sedikitnya terdapat lima jalur sejarah yang satu sama lain sering tumpang tindih. Pertama, ada jalur sejarah pimpinan Gereja Katolik di Belanda. Kedua, ada jalur sejarah pimpinan Gereja Katolik di Indonesia. Ketiga, ada jalur sejarah pimpinan Gereja Katolik di Roma, Paus dengan aparatnya. Keempat, ada jalur sejarah tokoh-tokoh awam Katolik Indonesia. Terakhir ada jalur sejarah, yang menempati bagian terbesar uraian buku ini, sejarah peranan tokoh-tokoh Partai Katolik di Belanda. Semua jalur diletakkan Bank dalam kancah permasalahan utama: proses dekolonisasi Indonesia. Proses ini ternyata juga dipengaruhi unsur-unsur internasional yang Ikut memainkan peranan tidak kecil. Saling bersimpangannya jalur-jalur itu menyebabkan tidak jarang terjadi ketegangan. Contohnya, antara lain, terlihat pada kewenangan terhadap pastor militer Belanda yang dikirim untuk mendampingi tentara. Uskup Jakarta Willekens menghendaki pastor-pastor militer itu di bawah koordinasi Gereja Katolik Indonesia. Tapi uskup Utrecht Kardinal De Jong menolaknya. Silang pendapat ini sempat mengundang campur tangan Vatikan (hlm. 255-256). KETEGANGAN juga terjadi di kalangan pimpinan Gereja Katolik di Indonesia. Awalnya adalah pemberitaan tentang ekses-ekses kekejaman yang dilakukan oleh tentara Belanda. Uskup Semarang Soegijapranata melaporkan itu kepada uskup Jakarta Willekens. Tapi Willekens meragukannya. Soegijapranata lalu dilaporkan kepada pimpinan tertinggi tarekat Yesuit di Roma karena pengaduannya (hlm. 428). Tentang keterlibatan Vatikan, dapat dikemukakan soal pengangkatan utusan Tahta Suci pertama di Indonesia. Utusan sengaja diambil orang bukan Belanda. Pemerintah Belanda menyatakan keberatannya (hlm. 251 -252). Pendirian Perkumpulan Politik Katolik di Jawa - secara defacto berarti pemisahan diri dari Partai Katolik Hindia (IKP) yang merupakan partai orang-orang Katolik Belanda di Indonesia - juga menimbulkan ketegangan. Tokoh Katolik Indonesia Kasimo sempat tarik urat leher dengan tokoh politik Katolik Belanda Romme sebelum Perkumpulan Politik Katolik di Jawa diakui (hlm. 236). Bagian terbesar buku ini memaparkan ketegangan, pertentangan, bahkan perpecahan di antara tokoh politik Katolik Belanda. Medan pergumulan utamanya berkisar pada masalah masuknya kembali Belanda ke Indonesia setelah Perang Dunia II, Persetujuan Linggarjati, Aksi Militer Pertama, Persetujuan , Renville, Aksi Militer Kedua, dan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia. Di bagian akhir buku, Bank masih menyinggung masalah Irian Barat. Dalam semua permasan lahan, baik koalisi yang dijalankan Prtai Katolik Belanda, hubunganra dengan kelompok yang mempunyai kepentingan ekonomis di kalangan Belanda, maupun politik luar negeri ikut mempengayuhi pengambilan keputusan pihk Belanda. Buku ini ditulis mulanya memang untuk menambah khasanah penulisan sejarah Belanda. Tapi Bank berusaha melihat permasalahannya tidak lewat kaca mata Belanda semata. Sumber-sumber Indonesia, dipergunakan sejauh ada terjemahannya dalam bahasa Inggris. Bagi pembaca Indonesia buku ini dapat menambah pemahamannya tentang peranan diplomasi dalam sejarah perjuangan bangsa. Bagi penulisan sejarah Gereja Katolik di Indonesia, buku ini memberikan bahan-bahan tambahan. Kecuali beberapa kesalahan cetak seperti Het ditulis dengan Her (hlm. 98) atau verordonneerd ditulis ver-verordonneerd (hlm. 236), kesalahan yang lebih menyangkut materi, antara lain, diberikannya kesan seakan-akan Ki Hadjar Dewantoro mewakili unsur Islam dalam empat serangkai: Soekarno, Hatta, K.H. M. Mansoer, Ki Hadjar Dewantoro (hlm. 90). Tetapi sebagai keseluruhan buku ini cukup menarik, asalkan orang mengetahui seluk-beluk pranata politik di Belanda. Dalam buku ini semua itu sudah diandaikan. Danuwinata * Pastor yang kini menjabat rektor IKIP Sanata Dharma, Yogya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus