DI tengah kemeriahan ulang tahun Singapura, pekan lalu, hari-hari buruk menghantui kota industri yang menjadi pusat pengilangan minyak terbesar di dunia sesudah Rotterdam dan Houston itu. Dari seluruh omset industri Singapura, 40% dipegang lima perusahaan pengilangan minyak di situ. Tapi kapasitas 1,1 juta barel per hari di pusat pengilangan Singapura itu sudah terancam oleh pengilangan berkapasitas 1,5 juta di Timur Tengah, dan tiga pengilangan minyak Indonesia yang berkapasitas 800.000. Langganan besar mereka, Pertamina, tidak lagi mengilang 250.000 secara rutin, sejak perluasan kilang di Cilacap, Balikpapan, dan Dumai. Memang, sementara pengilangan Indonesia belum beres, Pertamina masih secara tidak rutin menghilang di Singapura. "Tapi Indonesia tinggal menunggu tempo untuk menjadi eksportir produk-produk dari pengilangan minyak," demikian koran Hong Kong, SCMP, pekan lalu. Minyak mentah yang diimpor Jepang dari Timur Tengah, dan selama ini biasa dikilang di Singapura, juga akan berkurang, terutama karena Jepang mengubah kebijaksanaan untuk mengimpor langsune produk minyak, yang diperhitungkan lebih murah daripada memproses minyak mentah. Langkah-langkah Indonesia dan Jepang itu, terutama, menyebabkan kapasitas produksi pengilangan Singapura diturunkan tinggal 800.000 barel per hari awal tahun ini, dan sejak pekan lalu turun lagi tinggal 600.000.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini