Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pentas monolog Lorri Holt di Lifes.
Monolog kisah hidup penulis Prancis, Colette.
Sarat narasi kritis tentang perempuan dan seksualitasnya.
PEREMPUAN itu akhirnya memutuskan keluar dari rumah yang selama ini ia huni bersama suaminya, Henry Gauthier-Villars (Willy), lelaki yang membuatnya menjadi penulis roman. “Willy, aku akan pergi dan kembali ke Paris, tapi tidak ke rumah ini,” ujar Colette, sang istri. Willy tak menyangka Gabrie—panggilan kecil Colette—membuat keputusan itu, meninggalkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdiri di atas panggung, memainkan sosok Colette selama satu setengah jam, akting Lorri Holt, artis Amerika Serikat, terasa wajar. Holt membawakan karakter Colette seolah-olah memang dirinya sendiri yang menjalani semua peristiwa. Dia berakting dalam realitas sehari-hari tanpa dramatisasi gerak berlebihan, tanpa vokal yang dikeras-keraskan, tanpa gestur yang diada-adakan, tanpa pergerakan bloking yang dipaksakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penonton terbawa dan tiba-tiba merasa intim dengan kisah personal Colette saat Holt mulai membabarkan riwayat-riwayat liar Colette, tatkala dia menceritakan Colette ikut dalam sebuah rombongan pertunjukan vaudeville di Paris—yang mengharuskannya melakukan tari telanjang. Penonton bisa menangkap kesan bahwa, setelah merasa kehidupannya tertekan, Colette mencari kebebasan ekspresi. "Tatkala buah dadaku terbuka di panggung, aku baru merasa mencintai tubuhku," katanya.
Holt menyajikan monolog Colette Uncensored di panggung Teater Salihara sebagai pentas penutup Literature and Ideas Festival atau Lifes 2023 di Salihara, Jakarta, pada Sabtu, 12 Agustus lalu. Colette adalah kisah tentang sastrawan yang riwayat hidupnya campur baur antara keriangan dan kegelapan. Sebelum keluar bertualang dengan rombongan pertunjukannya, Colette hanya menjadi sapi perahan Willy. Ia menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga ketika Willy berkasih-kasih dengan banyak perempuan hingga membawa perempuan lain ke rumah untuk dieksploitasi secara seksual bersamanya.
Colette bahkan terkena penyakit kelamin gara-gara kelakuan suaminya, mengalami demam tinggi, dan dirawat ibunya. Ada suara kompak “oh” panjang dari bangku penonton yang bersimpati dan prihatin tatkala Holt sampai pada adegan ini. Tak hanya itu, Colette pun disuruh menulis novel yang diaku sebagai tulisan Willy. Royalti empat novel yang ditulis Colette mengalir ke kantong Willy.
Pentas monolog Colette Uncensored ini adalah buah kerja sama Lorri Holt dengan Zack Rogow. Berdua, mereka merekonstruksi kehidupan seru Colette (1873-1954), penulis Prancis yang menghasilkan banyak buku ternama, seperti Gigi; Cats, Dogs and I; My Apprenticeships; Chéri; The Last of Chéri; The Ripening Seed; serta My Mother’s House and Sido. Karya-karyanya memang punya banyak jejak bagi pemberdayaan perempuan, kecintaan terhadap alam, hingga pembebasan seksual.
Lorri Holt mementaskan monolog Colette Uncensored di Teater Salihara, Jakarta, 12 Agustus 2023. Komunitas Salihara/Witjak Widhi Cahya
Holt membuka monolognya dengan adegan ekspresi kegembiraan sebagai Colette saat mengumumkan penerbitan bukunya yang berjudul Gigi di Amerika Serikat. Dengan ringan dan lancar, Holt kemudian menceritakan kehidupan Colette. Colette bernama lengkap Sidonie-Gabrielle Colette. Ia hidup bahagia di desa kecil di Prancis dengan cinta yang meruah dari ibunya, yang sangat telaten mengepang rambut panjangnya lebih lama dibanding saudara-saudara perempuannya setiap pagi. “Gabrie, seandainya kakekmu….,” ucap Holt menirukan ibu Colette yang mulai cerewet berceloteh tentang kakeknya. Holt mengambil kursi, meletakkannya agak di depan, duduk sebagai Colette yang siap dikepang, lantas bangkit berdiri. Di belakang kursi, Holt berganti peran menjadi ibu Colette yang menggerakkan tangannya seperti tengah mengepang rambut putrinya itu.
Colette, remaja 16 tahun itu, menikahi Willy, 30 tahun, pria buncit yang dipuja-puja banyak orang sebagai penulis hebat di Paris. Pria yang membawanya pergi dari Desa Burgundy dan mengenalkannya pada kemegahan, kemewahan Kota Paris. Colette pun dikenalkan dengan salon untuk merawat kecantikannya hingga akhirnya ia memutuskan memotong rambut panjangnya. Sang ibu marah mengetahuinya. “Ibu, aku sudah 30 tahun,” tuturnya membalas reaksi ibunya.
Petualangan Colette makin panjang. Setelah lepas dari Willy, ia hidup bersama Missy. Sebuah rumah di tepi pantai dihadiahkan Missy. Masa ini menginspirasi beberapa karyanya, seperti La Vagabonde (1910) dan L'Envers du Music-Hall (1913). Setelah hidup bersama Missy yang membawa Colette ke kehidupan mapan, ia bertemu dengan Henry de Jouvenel, Pemimpin Redaksi Le Matin. Ia menikahi pria itu dan seorang bayi perempuan, Bel Gazou, lahir setahun kemudian dari pernikahan itu. Colette berumur 40 tahun saat melahirkan Bel Gazou. Holt berakting seolah-olah menggendong bayi. Dikisahkan Colette berusaha merawat bayinya sendiri. Tapi Jouvenel meminta Gazou dititipkan ke sebuah tempat pengasuhan.
Bagian yang cukup bisa melemparkan penonton ke sebuah suasana adalah tatkala Holt menceritakan Perang Dunia I yang menerpa. Holt mengekspresikan ketakutan Colette terhadap Nazi yang mulai memasuki Paris. Henry de Jouvenel, suami tercintanya, adalah seorang Yahudi. Ia sangat khawatir sesuatu menimpanya, hingga seseorang datang mengetuk pintu rumah untuk menjemput suaminya. Dengan koneksinya, ia berusaha membebaskan Jouvenel, termasuk dengan menemui istri Duta Besar Jerman yang menggemari novel-novelnya.
Saat menampilkan adegan ini, Holt mengambil kursi, duduk dengan rapi, meletakkan kedua tangannya di atas paha. Sedikit gugup menutupi rasa khawatirnya, ia berbasa-basi dengan tuan rumah. “Bisa saya kirimkan buku terbaru berikut tanda tangan saya,” ujarnya. Tapi sang tuan rumah tak bisa memberikan banyak bantuan. Jouvenel pulang, tapi kemudian ia diminta bersembunyi di Prancis selatan. Selama perang berkecamuk, hidupnya tak tenang. Kesulitan ekonomi membuatnya harus berupaya keras bertahan hidup. Novel Gigi lahir di tengah situasi tak menentu ini, yang kemudian diangkat menjadi cerita film musikal.
“Di masanya, karya-karya Colette sangat kritis,” kata Holt dan Rogow seusai pentas. “Kami juga melihat ketakutan-ketakutan dalam diri Colette saat itu dan ditumpahkan dalam karyanya," tutur Rogow. Monolog ini mengantar Holt masuk daftar nomine Bay Area Theatre Critics Circle kategori Outstanding Solo Performance. Hanya dengan properti panggung sederhana, sebuah meja-kursi, podium, serta seteko air dan gelas, Holt berhasil menghadirkan kegetiran Colette.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Seno Joko Suyono berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Bilur-bilur Kisah Hidup Colette"