Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH menyajikan jus green boost yang berbahan dasar sayuran pakcoi, madu hutan, serta buah nanas dan lemon, Romawati bergegas menuju sebuah meja di ruang tengah Parara Ethical Store & Cafe, Kemang, Jakarta Selatan, Selasa, 8 Agustus lalu. Manager Operations Parara Ethical Store & Cafe itu membawa kemasan kertas cokelat berisi beras Adan Krayan varietas hitam organik. Ia kemudian meletakkan beras organik dalam kemasan itu di atas meja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sesaat kemudian, pegiat Slow Food Jakarta Urban, Bibong Widyarti, menjelaskan ihwal beras Adan Krayan kepada Tempo. “Beras ini diproduksi petani di Krayan, Kalimantan Utara. Beras ini pernah dibawa dalam acara slow food internasional di Turin, Italia,” kata Bibong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bibong menuturkan, komunitas slow food internasional rutin menggelar hajatan besar yang biasanya berlangsung pada tahun genap. Dalam acara tersebut, semua komunitas slow food dari berbagai negara membawa produk pangan yang masuk kategori Ark of Taste, yakni sebuah katalog berisi makanan yang merupakan bagian dari keanekaragaman hayati, budaya, dan tradisional terbesar di dunia. “Beras Adan Krayan masuk kategori Ark of Taste,” ujar Bibong.
Beras Adan Krayan mempunyai tiga warna, yaitu putih, hitam, dan merah, dengan tekstur kecil-kecil. Beras tersebut diproduksi secara tradisional dan organik oleh sejumlah kelompok tani yang didampingi Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo, lembaga swadaya masyarakat di Kalimantan Utara.
Menurut pengurus Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo, Ellias Yesaya, beras Adan dihasilkan para petani dari sawah dengan sistem pengairan yang berasal dari gunung. “Dalam setahun, beras Adan hanya dipanen satu kali,” kata Ellias, 61 tahun, kepada Tempo melalui sambungan telepon, Selasa, 15 Agustus lalu.
Ellias menjelaskan, penanaman benih padi yang menghasilkan beras Adan biasanya dimulai pada bulan ketujuh setiap tahun. Kelompok Tani Dataran Tinggi Krayan akan lebih dulu membersihkan lahan, antara lain mengambili rumput. Biasanya, kerbau-kerbau dibiarkan berkeliaran di sana untuk membuang kotoran. "Itu bagian dari pemupukan alami," ujarnya.
Ellias kemudian mengirimkan potongan video yang memperlihatkan petani sedang bercocok tanam di tengah sawah di Desa Pa' Matung, Terang Baru, Kecamatan Krayan. Menurut dia, proses bertani atau produksi bahan pangan dilakukan secara organik tanpa bahan kimia. Untuk meminimalkan hama, biasanya para petani akan menggunakan sarang semut.
Selain itu, Ellias menambahkan, peralatan modern tak digunakan. Sebab, ada aturan adat yang mengikat, ditambah adanya aturan eksternal dalam hal sistem pertanian. “Jadi tidak boleh jual racun kimia di daerah Krayan ini,” ucap Ellias. “Kalau ketahuan pakai itu, kita coret, kita kawal kelompok-kelompok binaan atau Kelompok Pertanian Organik.”
Sebagai penganut slow food, pria kelahiran 5 Februari 1962 itu sangat menjunjung tinggi nilai kebersihan makanan maupun bahan pangan. Kebersihan itu, tutur Ellias, meliputi dalam hal proses penyimpanan. “Ada standardisasi yang diajarkan kepada kelompok tani binaan dalam hal penyimpanan gabah yang baik,” kata Ellias.
Lalu produk beras yang baik dan bersih itu, menurut Ellias, harus dipasarkan dengan adil (fair) antara produsen dan konsumen. “Prinsip keadilan dalam hal pemasaran itu menjadi laku sehari-hari yang terus dijalankan,” ujarnya.
Ellias mengatakan prinsip keadilan itu berhubungan dengan harga yang akan dipatok dalam pemasaran kepada pihak konsumen. “Harganya pun berpatokan pada proses produksi yang memakai bahan alami dan menjaga kelestarian alam. Di situ letak fair-nya,” ucap Ellias.
Proses lain yang bisa ditempuh dalam menciptakan ekosistem yang fair adalah asas keterbukaan. Ellias mengatakan pihaknya selalu membikin harga untuk sebuah produk yang sesuai dengan kocek masyarakat. Dengan kata lain, Ellias menambahkan, produsen membuat harga sesuai dengan standar kelompok tani dan permintaan pasar.
Contohnya, Ellias mengambil produk beras dari kelompok tani dengan harga sekitar Rp 27 ribu untuk 1 kilogram. Sedangkan harga yang dipatok kelompok tani untuk 1 kilogram beras hanya sebesar Rp 20 ribu. Nantinya, beras Adan Krayan akan dijual ke Jakarta dengan harga Rp 60 ribu. “Sebab, penentuan harga juga dipengaruhi ongkos kirim,” tuturnya.
Beras Adan Krayan/disperindagkop.kaltaraprov.go.id
Bagi Ellias, makanan akan selalu berkaitan dengan budaya produksi—khususnya bahan pangan. Dalam prinsip budaya yang dianut masyarakat Krayan, dia menambahkan, segala sesuatu sudah tersedia secara turun-temurun. Hal itu mencakup cara memasak hingga penyajiannya. Artinya, ada sebuah tradisi yang terus dilakukan agar kegiatan mengkonsumsi makanan tetap menekankan nilai baik, bersih, dan adil. “Itu yang kami pertahankan,” ujar Ellias.
Ellias menuturkan, dengan mengusung produk yang bernilai baik, bersih, dan adil itu, selama ini kelompok tani di Krayan biasa mendistribusikan beras Adan ke wilayah Sabah dan Serawak, Malaysia—yang secara jarak relatif dekat. Pengiriman beras Adan Krayan ke dua kawasan di negeri jiran itu ditempuh dengan moda transportasi darat.
Biasanya, satu unit mobil bisa mengangkut belasan karung—dalam istilah lain disebut satu kaleng—dengan berat masing-masing 5 kilogram. Harga untuk satu karung beras Adan Krayan dibanderol Rp 300-400 ribu. "Waktu masa pandemi, itu sempat turun sampai Rp 250 ribu,” kata Ellias.
Ellias menerangkan, beras Adan yang didistribusikan ke Sabah dan Serawak umumnya yang berwarna putih dan merah. Para konsumen di Malaysia beralasan beras Adan Krayan putih dan merah agak lebih lembut dibandingkan dengan yang hitam.
Selain ke sejumlah daerah di Malaysia, beras Adan didistribusikan ke beberapa restoran di Jakarta melalui jalur udara. Salah satunya ke Parara Ethical Store & Cafe di Kemang. Beras Adan yang didistribusikan ke Jakarta umumnya yang berwarna hitam. Ada sejumlah alasan mengapa beras Adan hitam banyak dipilih oleh beberapa tempat makan di Jakarta.
“Selain mempunyai aroma yang lebih wangi, menurut para konsumen di Jakarta, beras Adan Krayan hitam baik dikonsumsi oleh orang-orang yang mengidap penyakit diabetes,” ucap Ellias.
Belakangan, Ellias melanjutkan, beras Adan Krayan tak hanya didistribusikan kepada komunitas slow food di Jakarta. Beras tersebut juga dipromosikan ke komunitas-komunitas di daerah lain di Indonesia. Namun, dalam perjalanannya, masih terdapat kendala transportasi dari Krayan ke daerah lain yang hendak dijangkau.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Ihsan Reliubun berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Dari Krayan ke Rumah Makan"