Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Musik pop dan lirik kalut

Lomba cipta lagu remaja ke-iii diselenggarakan oleh radio prambors tgl 5 mei'79 menghasilkan 1o lagu terbaik. corak lagu-lagu itu tidak ada yang baru, penulisan lirik kalut walau ada peningkatan. (ms)

12 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAKIN jelas, ada yang kalut dalam dunia musik pop kita pada penulisan lirik. Lomba Cipta Lagu Remaja ke-III yang diselenggarakan Radio Prambors, 5 Mei kemarin mengumumkan 10 lagu tercantik -- dari antara 48 lagu yang dimasukkan final, dan itu diperas dari 1.748 gubahan yang dikirimkan para peserta. Kesepuluh tembang itu ialah: Geram (Tjalik R), Jelaga (Jas '79), Cahaya Kencana (Ikang Fawzie), Mahajana (Arie Saputra), Fajar (Denny Hatami), Kharisma Indonesia (Budhyman Hakmi), Kehidupan (Chris M. Manusama), Himbauan Jiwa (Mugiatmo Danu S). Getar Asmara (Mayke Rues) dan Bahana Jelata (Jeffrey Saleh). Para penggubah kesepuluh lagu itu berasal dari Jakarta dan Bandung. Para juri, yang kemudian mengumumkan hasil mereka di Balai Sidang Senayan (dengan malam penampilan yang diselenggarakan dengan visualisasi yang mengerahkan 200 awak plus rekaman, dan karena itu berharga Rp 24 juta), terdiri dari nama-nama ini: Jockie (ketua), Ahmad Albar, Chrisye, Keenan, A. Riyanto, Delly, Imran, Dondy, Billy, Bens Leo dan Guruh -- dengan catatan yang terakhir ini tak pernah muncul. Albar, dua kali jadi juri, menganggap corak lagu mereka masih sama saja dengan tahun lalu. "Tidak ada yang baru." Adapun liriknya kebanyakan meniru lirik Junaedi dan Guruh. Bicara tentang melodi, menurut Imran, "masih berkiblat ke Chrisye." Hanya dalam lirik, Imran -- seperti juga Bens Leo, melihat ada peningkatan. Bahasanya lebih baik, temanya lebih beragam, dan pemujaan kepada tanah air merupakan pokok yang paling banyak digarap. Juga ada protes. "Tetapi tidak kasar -- seperti Leo Kristi," Bens bilang. Betapapun, penilaian Imran (juri dari Prambors) tentang peningkatan mutu lirik itu, barangkali ada hubungannya dengan kebijaksanaan yang baru kali ini iadakan memberi hadiah bagi lirik terbaik. Dan yang terpilih untuk mendapat predikat ini ternyata lagu Mahajana. Bagaimana sih bunyinya? Ini: Juwita, abadilah Mahajana. Meniti celah, adiwarna Telaga anggun menyibak rasa. Melawan api asmara. Hasrat Celus adikara Menjana tengadah liku semata. Di cakrawala yang membentang rawan Takbir paduka menjelma. Menjurang kau bijana. Di samudera alam cita. Oh Juwita . . . Telah kupentangkan. Layar suteraku Menggalang bahtera suci. Kau tumpuan hati ini . . . Secita disita angkara angan Alun angsana dibuai angin senja Sesaat tidur tenteram. Tercurah gemawan alam. Menjauhkan sungkan kata. Oh Juwita . . Oh Juwita . . . Lirik terbaik kok begitu . . . Orang memang boleh ternganga -- kalau mereka tidak mengikuti kecenderungan yang sedang berkembang di kalangan musik pop sekarang, yakni bagian yang sedang top. Benar seperti dikatakan Albar: sejak Guruh memakai kata seperti Renjana dan menyimak berbagai kata Jawa Kuna buat meluhurkan pemujaan kepada tanah air (seperti dalam kaset 'Guruh-Gipsy'), timbul kelatahan. Dan yang menarik ialah justru lirik yang ruwet itu sendiri yang dimenangkan. Syukurlah di antara 10 lagu yang digelari tercantik tersebut sebenarnya hanya dua atau tiga yang terhitung parah -- dua yang lain ialah Jelaga dan Cahaya Kencana. Tetapi memang benar bahwa tema keagungan, khususnya pemujaan tanah air -- dan ini satu ciri yang harus dibilang positif pada genre ini kuat terasa. Tetapi juri-juri itu sendiri, fahamkah mereka terhadap kata-kata yang ditaroh dalam lirik itu, misalnya pada Mahajana? Lirik Kamus Imran bilang, ia merasa cukup mengerti. "Kira-kira, tentang kebesaran jiwa pemuda," katanya. Lalu ia menuturkan: dewan juri sendiri, untuk mencari makna lirik lagu yang masuk, sering sekali membuka-buka kamus . . Jadi akan larislah barangkali kamus Purwadarminta sesudah ini. Tetapi, untuk apa? Pernah ada satu masa ketika lirik lagu pop kita digebuk sebagai cengeng. Dipandang dari situ, apa yang diperbuat Keenan, Guruh, Chrisye dan kawan-kawannya memang satu kemajuan. Meski begitu, bermaksud lepas dari kecengengan, orang bisa secara tak sadar jatuh dalam kedangkalan puber yang sama mentahnya: bombasme. Bayangan keagungan masa lampau. seperti yang kelihatan memberati pundak seorang Guruh, misalnya saja, memang tidak sclalu berarti bombasme -- tergantung pengungkapannya. Bisa diujudkan oleh kata-kata pelik dan hebat untuk sesuatu yang sepele atau bahkan sebenarnya kurang jelas. Apa boleh buat, bila yang dipentingkan semata-mata kata. Haruskah pembaharuan lirik pembaharuan kata? Orang tahu bahwa kata-kata Bob Dylan sama sekali tidak "hebat". Beatles bagus bukan karena liriknya mengharuskan orang membuka kamus. Bahkan kecengengan yang pernah digebrak sendiri, sebenarnya bukan disebabkan oleh tema cinta. Soalnya ialah bagaimana mengemukakan sebuah tema, termasuk cinta, dengan sebuah ungkapan yang menunjukkan adanya kedalaman, dan bersama dengan melodi, ada nuansa. Bahkan, lagu cinta seperti yang dibikin Koes Plus mengungkapkan imaji yang menyentuh --dengan bahasa yang justru mudah. Satu kuplet: Kunyalakan api di dalam tungku Dingin sekali malam itu Namun jauh dingin dalam hidupku Sejak cintamu telah berlalu, berlalu, berlalu Haruskah lagu pop kita menjadi seperti sastra Jawa di masa Ronggowarsito, yang tiap katanya begitu sulit -- dan mandeg ?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus