MAKIN jelas, ada yang kalut dalam dunia musik pop kita pada
penulisan lirik. Lomba Cipta Lagu Remaja ke-III yang
diselenggarakan Radio Prambors, 5 Mei kemarin mengumumkan 10
lagu tercantik -- dari antara 48 lagu yang dimasukkan final, dan
itu diperas dari 1.748 gubahan yang dikirimkan para peserta.
Kesepuluh tembang itu ialah: Geram (Tjalik R), Jelaga (Jas '79),
Cahaya Kencana (Ikang Fawzie), Mahajana (Arie Saputra), Fajar
(Denny Hatami), Kharisma Indonesia (Budhyman Hakmi), Kehidupan
(Chris M. Manusama), Himbauan Jiwa (Mugiatmo Danu S). Getar
Asmara (Mayke Rues) dan Bahana Jelata (Jeffrey Saleh). Para
penggubah kesepuluh lagu itu berasal dari Jakarta dan Bandung.
Para juri, yang kemudian mengumumkan hasil mereka di Balai
Sidang Senayan (dengan malam penampilan yang diselenggarakan
dengan visualisasi yang mengerahkan 200 awak plus rekaman, dan
karena itu berharga Rp 24 juta), terdiri dari nama-nama ini:
Jockie (ketua), Ahmad Albar, Chrisye, Keenan, A. Riyanto, Delly,
Imran, Dondy, Billy, Bens Leo dan Guruh -- dengan catatan yang
terakhir ini tak pernah muncul.
Albar, dua kali jadi juri, menganggap corak lagu mereka masih
sama saja dengan tahun lalu. "Tidak ada yang baru." Adapun
liriknya kebanyakan meniru lirik Junaedi dan Guruh. Bicara
tentang melodi, menurut Imran, "masih berkiblat ke Chrisye."
Hanya dalam lirik, Imran -- seperti juga Bens Leo, melihat ada
peningkatan. Bahasanya lebih baik, temanya lebih beragam, dan
pemujaan kepada tanah air merupakan pokok yang paling banyak
digarap. Juga ada protes. "Tetapi tidak kasar -- seperti Leo
Kristi," Bens bilang.
Betapapun, penilaian Imran (juri dari Prambors) tentang
peningkatan mutu lirik itu, barangkali ada hubungannya dengan
kebijaksanaan yang baru kali ini iadakan memberi hadiah bagi
lirik terbaik. Dan yang terpilih untuk mendapat predikat ini
ternyata lagu Mahajana. Bagaimana sih bunyinya? Ini:
Juwita, abadilah Mahajana. Meniti celah, adiwarna
Telaga anggun menyibak rasa. Melawan api asmara. Hasrat Celus
adikara
Menjana tengadah liku semata. Di cakrawala yang membentang rawan
Takbir paduka menjelma. Menjurang kau bijana. Di samudera alam
cita. Oh Juwita . . .
Telah kupentangkan. Layar suteraku
Menggalang bahtera suci. Kau tumpuan hati ini . . .
Secita disita angkara angan
Alun angsana dibuai angin senja
Sesaat tidur tenteram. Tercurah gemawan alam.
Menjauhkan sungkan kata. Oh Juwita . .
Oh Juwita . . . Lirik terbaik kok begitu . . . Orang memang
boleh ternganga -- kalau mereka tidak mengikuti kecenderungan
yang sedang berkembang di kalangan musik pop sekarang, yakni
bagian yang sedang top. Benar seperti dikatakan Albar: sejak
Guruh memakai kata seperti Renjana dan menyimak berbagai kata
Jawa Kuna buat meluhurkan pemujaan kepada tanah air (seperti
dalam kaset 'Guruh-Gipsy'), timbul kelatahan. Dan yang menarik
ialah justru lirik yang ruwet itu sendiri yang dimenangkan.
Syukurlah di antara 10 lagu yang digelari tercantik tersebut
sebenarnya hanya dua atau tiga yang terhitung parah -- dua yang
lain ialah Jelaga dan Cahaya Kencana. Tetapi memang benar bahwa
tema keagungan, khususnya pemujaan tanah air -- dan ini satu
ciri yang harus dibilang positif pada genre ini kuat terasa.
Tetapi juri-juri itu sendiri, fahamkah mereka terhadap kata-kata
yang ditaroh dalam lirik itu, misalnya pada Mahajana?
Lirik Kamus
Imran bilang, ia merasa cukup mengerti. "Kira-kira, tentang
kebesaran jiwa pemuda," katanya. Lalu ia menuturkan: dewan juri
sendiri, untuk mencari makna lirik lagu yang masuk, sering
sekali membuka-buka kamus . . Jadi akan larislah barangkali
kamus Purwadarminta sesudah ini. Tetapi, untuk apa?
Pernah ada satu masa ketika lirik lagu pop kita digebuk sebagai
cengeng. Dipandang dari situ, apa yang diperbuat Keenan, Guruh,
Chrisye dan kawan-kawannya memang satu kemajuan. Meski begitu,
bermaksud lepas dari kecengengan, orang bisa secara tak sadar
jatuh dalam kedangkalan puber yang sama mentahnya: bombasme.
Bayangan keagungan masa lampau. seperti yang kelihatan memberati
pundak seorang Guruh, misalnya saja, memang tidak sclalu berarti
bombasme -- tergantung pengungkapannya. Bisa diujudkan oleh
kata-kata pelik dan hebat untuk sesuatu yang sepele atau bahkan
sebenarnya kurang jelas. Apa boleh buat, bila yang dipentingkan
semata-mata kata.
Haruskah pembaharuan lirik pembaharuan kata? Orang tahu bahwa
kata-kata Bob Dylan sama sekali tidak "hebat". Beatles bagus
bukan karena liriknya mengharuskan orang membuka kamus. Bahkan
kecengengan yang pernah digebrak sendiri, sebenarnya bukan
disebabkan oleh tema cinta. Soalnya ialah bagaimana mengemukakan
sebuah tema, termasuk cinta, dengan sebuah ungkapan yang
menunjukkan adanya kedalaman, dan bersama dengan melodi, ada
nuansa. Bahkan, lagu cinta seperti yang dibikin Koes Plus
mengungkapkan imaji yang menyentuh --dengan bahasa yang justru
mudah. Satu kuplet:
Kunyalakan api di dalam tungku
Dingin sekali malam itu
Namun jauh dingin dalam hidupku
Sejak cintamu telah berlalu, berlalu, berlalu
Haruskah lagu pop kita menjadi seperti sastra Jawa di masa
Ronggowarsito, yang tiap katanya begitu sulit -- dan mandeg ?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini