Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Napoleon dalam Wayang Jawa

2 Agustus 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari sisi panggung, Kresna muncul menggelikan. Tokoh wayang titisan Dewa Wisnu itu mengenakan jas hitam dipadu mantel cokelat, bercelana pantalon hitam, bersepatu kulit hitam, bertopi koboi krem, dan berkacamata hitam. Sambil mondar-mandir, Kresna menghamburkan petuah dengan gaya jenaka. Tutur katanya kocak, jauh dari kesan seorang resi nan bijak bestari. Dengan penampilan nyeleneh itu, Kresna lebih mirip seorang detektif partikelir dalam film komedi Hollywood ketimbang tokoh resi dunia pewayangan.

Penampilan Kresna yang ajaib itu—diperankan Salim Bungsu—bagian dari pementasan Teater Koma, Republik Togog. Dalam pementasan yang berlangsung sepanjang 28 Juli-6 Agustus 2004 itu, memang Koma hadir agak lain dari biasanya. Menurut penulis naskah sekaligus sutradaranya, N. Riantiarno, 55 tahun, Republik Togog merupakan karya eksperimentasi: upaya mengawinkan wayang Jawa dengan "wayang" Prancis. "Ini upaya mengawinkan muatan luar ke dalam warna lokal yang kita miliki, yakni wayang Jawa, menjadi sebuah sinergi," katanya.

Sinergi itu pada mulanya dipertemukan oleh tema kemunafikan yang menjadi energi dalam pementasan kali ini. Dari Prancis, Nano—begitu sutradara kelahiran Cirebon, 6 Juni 1949, itu biasa disapa—mengambil karya dramawan Moliere bertajuk Tartuffe. Karya dramawan bernama asli Jean Baptiste Poquelin tahun 1664 ini mengungkap berbagai kemunafikan yang merajalela di Prancis saat itu. Lewat tangan dingin Nano, karya Moliere beratmosfer komedial satiris yang waktu itu banyak dikecam kalangan gereja ini dikawinkan dengan lakon Sadewa Tumbal dalam epos Mahabharata yang berkisah tentang hal serupa.

Nano mengakui, perkawinan dua budaya yang berbeda itu melahirkan risiko-risiko tak terhindarkan. Hal itu tergambar dalam bentuk busana, ornamen, musik, dan permainan, yang terkesan "gado-gado". Dalam busana, misalnya. Selain Kresna, Pangeran Ariadewa (diperankan Paulus Simangunsong) tak kalah ajaibnya. Ia berpakaian ala Napoleon Bonaparte tapi berbicara logat Minang dan doyan bersenandung Melayu Deli. Lantas Putri Parwita berbusana ala Prancis berbahan separuh batik tapi mengenakan makuta Jawa. "Yang jelas, saya tetap berupaya menyajikan ciri energi yang satu dengan ciri energi yang lain agar saling menguatkan," ujar alumni Akademi Teater Nasional Indonesia, Jakarta, itu menjelaskan.

Yang juga patut dicatat dalam upaya eksperimen Koma kali ini adalah setting panggungnya. Dalam setiap adegan, aktornya tak bergerak, tapi setting panggungnya yang berubah-ubah. Jadi, lokasinya yang bergerak, sementara orangnya tetap. Paling-paling dia berputar-putar seperti dalam teater rakyat. Nah, sementara sang aktor berputar-putar, setting panggung sudah berubah lokasi. Menurut Nano, ini merupakan sebuah eksperimen yang cukup baru. Memang, sebelumnya, Koma pernah melakukannya pada 1994, ketika mementaskan lakon Semar Gugat. "Hanya, tidak seradikal dan seketat seperti sekarang ini," katanya.

Tampaknya, lewat Republik Togog ini, Koma memang tengah berupaya tampil beda. Tapi pementasan produksi ke-103 itu masih menyisakan "kebiasaan" lama: memasang seorang bintang tamu. Kali ini aktris sinetron Cornelia Agatha, yang memerankan tokoh Parwita. Atas "kebiasaan" yang kerap disajikan Koma dalam pementasannya itu, Nano menyodorkan alasan. "Cornelia melamar, lolos seleksi yang ketat, dan memang cocok memerankan tokoh itu," ujarnya.

Nurdin Kalim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus