Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Nasyid yang tumpat pedat

Festival nasyid ke-3 di asahan, diikuti oleh 25 grup. juara i grup nasyid nurul asahan. penonton kecewa atas putusan juri.

12 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK kurang dari 300 buah grup nasyid puteri berserakan di kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Ini gara-gara ada kiriman grup nasyid pada tahun 1970 dari negara tetangga Malaysia, yang bermain di rumah Bupati. Sejak itulah masyarakat kena demam. Grup Baranji dan Majrur seperangkat orang yang tarik suara untuk pemanasan sebelum dilangsungkan qasidah --banyak yang menceburkan diri menjadi grup nasyid. Nasyid adalah jenis musik yang mengandalkan lengkingan suara, bertopang pada instrumen rebana, tabla dan tamborin. Sampai saat ini belum dapat dijumpai rombongan yang beranggota cowok-cowok Asahan. Tak heranlah kalau dalam Festival Nasyid ke-III, yang penyisihannya sudah dimulai sejak September tahun lalu, dibubuhkan predikat "Puteri". Setiap kota repot saling mengadu calon wakil-wakil mereka. Puncak festival dimulai tanggal 7 Januari yang lalu di halaman kantor bupati. Tercatat 25 buah grup yang diadu dalam babak semi final. 8 di antaranya sempat lolos untuk memasuki pertarungan berikut yang langsung menelurkan para pemenang. Belum terhitung 3 buah grup, bekas jago-jago tahun sebelumnya (Nasyid Nurul Asahan, Nurul Falah, Nasyid Faksyi), yang langsung berhak mengocok babak final. Pengunjung kerepotan itu jangan dikata lagi. Halaman kantor bupati tumpat pedat. Tempik sorak tak terkira-kira. Satu peleton Hansip terpaksa diturunkan untuk mencegah huru-hara, memperkuat barisan polisi dan Koramil. Memang kerepotan itu meski melibatkan begitu banyak manusia, tetap berlangsung tertib. Namun tidak pula dapat dikatakan sukses. Cacad datang dari sektor-sektor lain, yang membuat muka Bupati H. Abdul Manan S. jadi masam. Habis 5 buah pengeras suara yang dipajang dengan anggunnya di sana, pada brengsek. Sampai-sampai ada finalis yang terpaksa mengulang lagu, karena juri merasa penampilan mereka kena gasak alat yang sakit-sakitan itu. Ini membuat hadirin jadi dongkol. Apa lagi tatkala diumumkan siapa-siapa pemenang pertandingan. Sejak malam pertama sesungguhnya mereka sudah kecewa, karena jago mereka: Nasyid dari Tanjung Tiram yang bermain dengan sambutan gemuruh, dinyatakan gagal masuk lubang final. Sementara Nasyid PMD Kabupaten Asahan yang acak-acakan atau Nasyid BKKJ yang lebih terkenal dengan sebutan Nasyid Jaran Kepang, dinyatakan lebih unggul. Bagaimana. "Juri tidak beres", keluh mereka. Para juru warta yang bermaksud mengintip peristiwa itu ikut bersungut-sungut tatkala mereka melihat Kepala Departemen Agama setempat nyelonong ke tempat para juri yang sedang bersidang untuk menetapkan pemenang. Maklum, nasyid departemen tersebut ikut pula sebagai peserta. Tak heran kalau kemudian semua orang repot kasak-kusuk mendengar Nasyid Perwanjda Departemen Agama berhasil menggondol tempat ke III. Nasyid Nurul Falah Sungai Dadap tempat ke-II. Sedang jago yang menggondol trophy Bupati Asahan adalah Nasyid Nurul Asahan. Terhadap sang jago ini memang tak ada yang berniat meragukannya. Boleh dikata masyarakat yang berjubel itu sebetulnya hanya ingin mendengarkan grup Nurul Asahan ini, dan sebuah grup lagi yang bernama Nasyid Faksyi, yang dinyatakan hanya berhak menggondol hadiah harapan. Westernisasi Negatif "Festival Nasyid pun sudah kena demam pemilu", ujar seorang pengurus Nasyid Faksyi mengomentari kekalahannya. Alasannya, karena semua grup nasyid yang ikut bertanding berasal dari daerah kecamatan atau dinas dan jawatan tingkat kabupaten yang menempelkan gambar pohon beringin pada kulit rebana dan tablanya. Bahkan ada nasyid yang menyusun formasi bermain membentuk gambar itu pohon yang angker. (Sementara itu pantas diketahui Nasyid Faksyi milik Partai Persatuan Pembangunan dan sering dipakai parpol tersebut). Kecurigaan ini dijawab oleh seorang pemimpin nasyid kecamatan: "Habis itu perintah camat kami!". Beliau pribadi mengakui, formasi pohon beringin itu belum tentu ada unsur seninya. Lepas dari soal siapa yang menang, festival merupakan penggalakan yang wajar. Banyak yang bisa diamat-amati sehubungan dengan keadaan nasyid belakangan ini. Bupati sendiri misalnya berpendapat bahwa ada modernisasi, terhadap hal mana dia bersikap positip "asal itu bukan diartikan westernisasi" - isi pidatonya dalam membuka kesibukan itu. Sementara Adnan Zen Lubis, ketua juri yang sengaja didatangkan dari Medan, mengakui perkembangan nasyid di Asahan bolehlah (pertengahan tahun lalu Nasyid Nurul Asahan sempat menggondol trophy Marah Halim). Dia melihat adanya percobaan-percobaan antara lain dalam soal penguasaan panggung. Kalau dulu para pemain hanya diam mematung tok, dengan hanya sedikit lirik kanan-kiri, sekarang mereka sudah mencoba bergerak berputar maju mundur, begitulah. Bahkan Nasyid Badan Kontak Keluarga Jawa sempat jingkrak-jingkrak begitu suara rebana mulai ditabuh. Bagai penyanyi-penyanyi pop, puteri-puteri itu meliuk-liuk sehingga kontan hadirin bersorak: Hoiii! Nasyid Pop!"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus