BEBERAPA surat kaleng, Desember kemarin, sempat menghebohkan
Fakultas Kedokteran UI. Beberapa Kepala Bagian dan dr. W.A.F.J.
Tumbelaka, Pembantu Dekan Bidang Akademis (merangkap Pejabat
Dekan), menerima surat yang berisi tuduhan adanya kebocoran
ujian di fakultas itu. Kebocoran yang menurut surat kaleng
tersebut terjadi di Bagian Anatomi dan Bagian Faal itu menyebut
dr GG (nama singkatan dari seorang staf pengajar Bagian Anatomi)
yang telah memberikan soal-soal ujian kepada beberapa mahasiswa.
Bahkan surat yang diterima Tumbelaka, menyebutkan keterlibatan
dua orang anaknya dalam peristiwa tersebut.
Pengusutan terhadap pengirim surat kaleng segera dilakukan.
Kabarnya seorang mahasiswa baru bernama Novarina dicurigai
sebagai orang yang membikin surat itu. "Saya merasa terkejut dan
sedih mendengar tuduhan itu", ujar yang bersangkutan. Dan bekas
mahasiswa Trisakti (sempat ke Belgia sebelum masuk ke tingkat II
FKUI) itupun sibuk menjelaskan ke beberapa staf pengajar yang
disebut-sebut dalam surat kaleng itu. "Saya tidak membuat surat
kaleng itu dan saya tidak tahu siapa yang membuatnya", ucap
Novarina sayu.
Oom Atau Ayahnya
Sedangkan dr GG yang dituduh membocorkan ujian juga melakukan
bantahan. "Apa yang disebut dr GG dalam surat kaleng itu siapa
lagi kalau bukan saya", ujar dr Gondo Gozali "tapi saya tidak
merasa membocorkan ujian". Dokter yang mengajar di Bagian
Anatomi itu mengakui, memang sering mahasiswa datang ke
rumahnya. Sebagaimana dosen lain yang mendapat tugas memberikan
bimbingan (coaching) kepada para mahasiswa yang lemah, menurut
Gondo, dia mendapat honor sebesar Rp 21 ribu. "Tentu saja dalam
coaching itu saya selalu mengarahkan pelajaran yang diberikan
kepada hal-hal yang akan diuji nanti", tambah Gondo lagi.
Tidak jelas apakah penelitian yang dilakukan terhadap kasus itu
sudah membawa hasil. Namun berdasarkan beberapa keterangan dari
para dosen yang dihubungi, kebocoran ujian di tingkat II itu
bukan tidak mungkin terjadi. "Hal serupa itu bisa terjadi di
mana saja baik sengaja maupun tidak disengaja", komentar dr
Tumbelaka, "namun saya ragu kebocoran yang terjadi itu dilakukan
secara sengaja oleh staf pengajar FKUI". Pejabat Dekan tersebut
memang mengakui bahwa secara tidak langsung, "staf pengajar yang
kebetulan oomnya atau ayahnya bisa saja dengan tidak sengaja
membantu si mahasiswa" - misalya. Lagi pula materi suatu mata
pelajaran, bukan tidak mungkin setiap tahun akan berulang-ulang
muncul kembali. Sehingga dalam ujian tidak bisa dihindarkan
adanya materi yang mungkin kebetulan sama.
Vonis Gagal
Hanya tentu saja kasus yang terjadi itu diusahakan untuk tidak
terulang lagi. Paling tidak kemungkinan kebocoran ditutup
seminimal mungkin. Misalnya dengan memberi imbalan dari fakultas
kepada dosen yang mendapat tugas membimbing. Sehingga tidak
hanya mahasiswa yang bisa bayar saja yang memperoleh kesempatan
coaching". ucap Tumbelaka. Namun tentu saja akan timbul soal,
apakah imbalan uang dari fakultas akan dapat meminggirkan
imbalan yang lebih menggairahkan, yang diberikan oleh mahasiswa?
Maklumlah, siapa yang tidak mau jadi dokter.
Tapi betulkah Denanda dan Toar (dua putera Tumbelaka) menikmati
kebocoran di Bagian Anatomi itu? "Justru pada mata pelajaran itu
kedua anak saya mendapat angka kurang. Dan karena itu kedua anak
saya terpaksa gagal meneruskan pendidikan di FKUI", ujar
Tumbelaka. Dalam mata pelajaran itu kedua anak Tumbelaka
mendapat angka 4 dan tahun akademi itu mereka terpaksa
dikeluarkan dari FKUI dan kini pindah ke FKG Trisakti.
Menurut peraturan yang berlaku di fakultas itu mahasiswa yang
pernah mengulang di tingkat I -- seperti kelua putera Tumbelaka
- bila gagal lagi di tingkat II akan dikeluarkan. "Peraturan ini
berat. Karena itu saya mengusulkan agar bisa ditinjau kembali",
ucap Tumbelaka. Tingkat II sekarang merupakan gabungan dari
tingkat II dan tingkat Ill dulu dan inilah yang menyebabkan FK
UI memiliki masa pendidikan enam tahun, bukan tujuh tahun
seperti yang kini masih berlaku di FK-FK negeri yang lain. Bagi
mahasiswa yang duduk di tingkat ini, selain tentu saja mendapat
jumlah mata pelajaran banyak, mereka juga mesti menghadapi mata
pelajarau baru. Itulah sebabnya setiap tahun jumlah mahasiswa
yang gagal di tingkat ini paling banyak. Sehingga bagi mereka
yang pernah gagal di tingkat I, kegagalan di tingkat II berarti
vonis gagal jadi dokter. Tumbelaka mengharapkan usulnya bisa
diterima.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini