DI papan pengumuman Fakultas Kedokteran UI, 14 Januari kemarin,
tertempel sebuah pemberitahuan yang menyebutkan lulusan dokter
tahun ini boleh langsung mengikuti program spesialisasi.
Kabarnya keputusan itu dikeluarkan oleh Menteri P&K. "Bila
berita itu benar, menurut pendapat saya keputusan itu akan
mengundang pergunjingan", tulis dr Kartono Mohamad di ruangan
surat Kompas beberapa hari kemudian.
Keputusan itu, menurut dokter tadi dapat dipandang sebagai
perlakuan tidak adil bagi dokter-dokter yang sudah terlanjur
dikirim ke pelosok-pelosok. Apalagi bagi mereka yang gajinya pun
tidak terbayarkan seperti yang terjadi di Irian Jaya. Karena itu
akan sangat bijaksana bila kesempatan untuk mengambil
spesialisasi itu diberikan kepada mereka yang sudah pernah
bekerja di pedalaman. Sedang kepada yang baru lulus tetap
berlaku keputusan harus bekerja di daerah. Maklumlah karena
pendidikan spesialisasi itu juga bisa dikaitkan dengan masalah
karier.
Penulis surat itu juga menyebut, saat dikeluarkannya keputusan
tadi tidak menguntungkan nama baik Menteri P&K. Karena,
kebetulan, dalam tahun ini salah seorang putera sang Menteri
akan lulus jadi dokter. Kabarnya juga putera-putera Sekjen
Depkes dan Dr Ibnu Sutowo. Sehingga, demikian Kartono Mohamad,
akan mudah timbul kesan bahwa keputusan itu hanyalah suatu
jalan untuk menyelamatkan para putera tokoh-tokoh itu dari tugas
di daerah. Kecuali jika ternyata mereka dikirim ke daerah -
meskipun taroklah hanya Karawang.
Kami Ngiler
"Dapat dibayangkan betapa gondoknya dokter Inpres yang saat ini
berada di daerah seperti saya ini", tulis dr Wachyu HA, yang
berdinas di Parungpanjang, Jawa Barat, menanggapi tulisan dr
Kartono pada harian yang sama kira-kira seminggu kemudian.
Penempatan dokter Inpres, lanjut Wachyu, belum memuaskan semua
fihak. Ini terbukti dari laporan-laporan yang ada. Misalnya
Puskesmas dan rumah yang belum siap daerah yang terlalu sepi
untuk sang dokter, gaji yang terlambat dan dokter yang jualan es
mambo. "Bekerja di daerah memang berat. Tapi hal ini
mudah-mudahan bisa diatasi dengan cara masing-masing", tambah
Wachyu. "Yang saya inginkan, cobalah kami ini jangan dibuat
nyesel, dongkol". Pada waktu dikirim ke daerah, tulis Wachyu,
bapak-bapak pernah berjanji bahwa untuk spesialisasi akan
diutamakan mereka yang telah kembali dari daerah. Yaitu setelah
tiga tahun bagi mereka yang mendapat tugas di luar Jawa, dan
lima tahun untuk yang dinas di Jawa. "Kami mohon janji
bapak-bapak ditepati. Atau dirumuskan kembali strategi
penempatan dokter baru yang tidak membuat kami ngiler", demikian
Wachyu.
Kebijaksanaan baru yang belum jelas, tapi sudah tersebar di
kalangan yang berkepentingan itu -- nampaknya memang jadi bahan
pergunjingan. Karena itu agak mengherankan bila kebijaksanaan
yang kabarnya masih dalam rencana itu tahu-tahu muncul di papan
pengumuman FKUI. "Kami baru akan mengadakan apat tentang itu
hari ini", ucap Prof. Dody Tisna Amidjaja, Dirjen Pendidikan
Tinggi P&K, ketika ditanya TEMPO tentang soal itu, 20 Januari
kemarin. Program itu, demikian Dody, belum dilaksanakan dan
masih akan diperbincangkan. "Jadi tidak benar anak pak Sjarif
Thajeb dan anak pak Ibnu Sutowo ditarik begitu saja untuk tenaga
asistensi", tambah Dody.
Kan Relatif
Benar atau tidak, kebijaksanaan untuk tidak menyebarkan seluruh
lulusan dokter tahun ini ke Puskesmas di lain fihak bukan tanpa
alasan. "Jumlah lulusan dokter memang melebihi target untuk
Puskesmas", ucap dr Partomo Alibazah, Sekretaris Konsorsium
Ilmu-Ilmu Kedokteran (CMS). Partomo yang juga pembantu Rektor UI
bidang Akademis itu menyebut jumlah 250 orang yang tahun ini
akan diserap untuk memperkuat tenaga asistensi. Jumlah tersebut
pertama kali dinyatakan oleh Prof Samaun Samadikun, Direktur
Pembinaan Sarana Akademis P&K dalam pertemuannya dengan kalangan
dokter dan mahasiswa tingkat terakhir FKUI. Maka sejak itulah
berita tentang kebijaksanaan yang masih dalam rencana itu
menimbulkan heboh. Memang ada juga rencana untuk mengambil
dokter-dokter yang sudah bekerja di Puskesmas bagi kebutuhan
tenaga asistensi dan spesialisasi. Tapi itu berarti harus
menunggu dinas mereka yang akan selesai tahun 1978 mendatang
--bagi dokter yang tugas di luar Jawa. "Nah kenapa kita tidak
memanfaatkan saja dokter dokter yang ada", ucap Partomo menunjuk
lulusan baru yang tidak ke Puskesmas. "Memang tidak adil",
tambah Partomo, "tapi keadilan itu kan relatif", katanya.
Lantas masalahnya sekarang, bagaimana menentukan dokter yang
baru ke Puskesmas dan yang tidak? Sekretaris CMS itu mengakui,
mungkin akan sulit. Sebab, katanya, pencarian bakat
talentscouting yang mestinya dilakukan terhadap mahasiswa
kedokteran belum berjalan sempuma. Namun pertimbangan seperti
nilai, kesenangan menghadapi masyarakat atau kesukaan meneliti
selama kuliah, bisa dijadikan patokan. Hanya, menurut sumber di
Departemen Kesehatan, kebutuhan dokter untuk Puskesmas
sebenarnya belum seluruhnya terpenuhi. Di samping itu selama ini
diam-diam sudah juga terjadi: ada dokter baru yang langsung
diambil untuk tenaga asisten atau mengambil spedalisasi -- dan
tidak ke Puskesmas yang seharusnya menjadi kewajibannya.
Akan Pensiun
Apakah kebijaksanaan diam-diam untuk menarik dokter baru untuk
tenaga pengajar di FK yang kini diributkan itu hanya untuk
melegalisir kenyataan yang memang sudah berlangsung lama?
"Bagaimana pun tenaga untuk Puskesmas tetap merupakan prioritas
utama", ucap Dody Tisna Amidjaja. Namun kebutuhan untuk tenaga
adstend juga dibenarkan oleh kalangan fakultas kedoktelian.
"Terlalu banyak staf pengajar FKUI yang merangkap" ucap dr
Tumbelaka Pejabat Dekan UI. Maksudnya, sambii menunjuk dirinya
yang mestinya aktif di pendidikan bagian anak, karena menjadi
Pembantu Dekan bidang Akademis (sekarang bahkan merangkap
Pejabat Dekan), para pengajar mengalami kekurangan waktu. Belum
lagi yang sudah akan Pensiun. "Semuanya kan Perlu tenaga
pengganti ujar Tumbelaka lagi.
Apakah kebijaksanaan tersebut bakal dilaksanakan? Menurut Dody,
persoalannya masih akan dibicarakan. "Sebab yang dikatakan pak
Samaun Samadikun itu baru rencana, dan belum suatu keputusan
yang segera dilaksanakan", ucap Dirjen Pendidikan Tinggi. Tapi
kenapa sudah ada pengumuman?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini