Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RATUSAN penonton Mamma Mia! di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, 7 September lalu, seolah-olah lupa cara duduk manis. Duduk di deret kursi yang sekilas tak memungkinkan untuk puas bergoyang kiri-kanan, selama sekitar dua jam mereka asyik saja berjoget. Kaki mengentak, tangan mengayun ke atas, kanan-kiri. Sementara itu, bibir mereka sibuk bernyanyi, sesekali tertawa melihat aksi kocak para pemain di panggung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semenjak adegan awal Sophie, tokoh utama yang diperankan Lucy May Barker, menyanyikan I Have a Dream, tontonan ini memang mampu secara energetik menyajikan lagu-lagu ABBA yang menghanyutkan. Bila Anda telah menyaksikan film Mamma Mia! dengan Amanda Seyfried sebagai Sophie dan Meryl Streep sebagai sang ibu, Donna Sheridan, alur ceritanya sama, yakni tentang resepsi pernikahan Sophie di Pulau Kalokairi, Yunani, yang kocak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sophie ingin didampingi sang ayah saat di altar. Masalahnya, ia tak pernah tahu siapa ayahnya. Karena itu, Sophie diam-diam mengundang tiga mantan kekasih si ibu, Donna, yang kemungkinan kuat adalah bapaknya. Hal itu membuat Donna pening karena sebenarnya ia emoh berurusan lagi dengan masa lalunya.
Set Mamma Mia! di Teater Jakarta tergolong sederhana untuk pentas Broadway. Hanya partisi yang mengesankan tembok rumah-rumah khas Yunani. Set ini berubah-ubah dalam tempo cepat. Tembok-tembok itu pada satu babak adalah dinding rumah, tapi pada lain waktu menjelma menjadi kamar Donna dan kamar Sophie. Meskipun berlatar suasana pulau, pertunjukan ini tak ingin terlalu verbal menghadirkan efek suara debur ombak ataupun angin laut. Yang ditonjolkan adalah akting para pemainnya yang rileks dan kostum santai ala pantai banget.
"Kami memastikan sajian Mamma Mia! di Jakarta sama persis dengan yang di London,"" kata Associate Producer Mamma Mia!, Nick Grace. Menurut dia, pertunjukan Mamma Mia! sudah 19 tahun dipentaskan di West End, Inggris. Grace membawa sebelas kontainer besar dari Inggris untuk pertunjukannya di Indonesia. Boks itu berisi kostum, perlengkapan pencahayaan dan suara, serta peralatan tata panggung. Sebanyak 78 orang kru, walau tak semuanya tinggal sampai pertunjukan di Jakarta rampung, membantunya. Dari jumlah itu, 38 di antaranya aktor. Grace mengatakan Teater Jakarta, yang berkapasitas 1.200 penonton dengan panggung 14 x 16 meter, cukup layak untuk menyajikan Mamma Mia!.
Akting Shona White, yang berperan sebagai Donna, bisa merampas perhatian. White tak hanya menghadirkan Donna Sheridan yang jenaka. Dia juga bisa memerankan Donna yang mendadak galau karena kembali bertemu dengan tiga mantan pacarnya, tapi di satu sisi berupaya keras tetap cool di hadapan sang putri. Yang memang paling membuat tontonan ini menghibur adalah kemampuan para aktornya yang sembari silih berganti beradegan dengan timing yang pas mampu menyanyi lagu-lagu riang ABBA tanpa melakukan lip sync. Penataan blocking arahan sutradara Phyllida Lloyd juga terasa segar dan dinamis.
Mervi Sumali, Direktur Pemasaran Sorak Gemilang Entertainment, yang menghadirkan Mamma Mia! di Jakarta, menjelaskan bahwa Jakarta menjadi kota pertama di Asia Tenggara untuk pementasan drama musikal yang naskahnya ditulis Catherine Johnson ini. Di Jakarta, Mamma Mia! hadir selama hampir dua minggu sejak 28 Agustus hingga 9 September 2018. Bila diamati, Mamma Mia! mungkin merupakan pertunjukan teater dengan tiket termahal yang pernah diadakan di Taman Ismail Marzuki. Tiket paling murah dibanderol Rp 850 ribu dan paling mahal Rp 2,65 juta.
Toh, Mervi mengklaim Mamma Mia! selalu padat penonton pada setiap akhir pekan. Kebanyakan penontonnya berumur lebih dari 30 tahun. Mervi menyebutkan pendapatannya sesuai dengan ekspektasi. "Bagus. Mungkin karena penontonnya generasi yang sudah mapan dan ingin bernostalgia," ujarnya. Para penonton ini ingin langsung mendengarkan tembang legendaris ABBA, seperti Money, Money, Money; Knowing Me, Knowing You; Lay All Your Love on Me; juga The Winner Takes It All. Tak mengherankan, tatkala di pengujung pentas, lampu padam. Namun, saat para pemain muncul kembali menyanyikan Dancing Queen, Teater Jakarta seolah-olah "pecah" dibuatnya.
Mervi mengatakan bahkan ada penonton datang memakai baju berwarna mencolok dan rambut palsu ala aura 1970-an. Mereka yang tumbuh, mendapat energi, dan bermimpi bersama ABBA inilah yang menjadi sasaran pasar pertunjukan. If you see the wonder of a fairy tale. You can take the future, even if you fail....
Isma Savitri
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo