Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Bagaimana Intelijen Israel Menghabisi Musuh-musuhnya

Dokumentasi meyakinkan tentang operasi telik sandi Israel. Lebih seru ketimbang novel intelijen mana pun.

4 Agustus 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dokumentasi meyakinkan tentang operasi telik sandi Israel. Lebih seru ketimbang novel intelijen mana pun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP wartawan punya cita-cita mencapai apa yang dilakukan Ronen Bergman: menulis buku tentang operasi intelijen berdasarkan dokumen rahasia dan wawancara para agennya. Buku Rise and Kill First: The Secret History of Israel’s Targeted Assassinations menghimpun seribu wawancara dan dokumen yang mencatat operasi gelap intelijen Israel untuk membunuh musuh-musuh mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bergman, wartawan spesialis intelijen dari Yedioth Ahronoth, koran terbesar Israel, mengambil kalimat dalam Talmud untuk judul buku yang terbit pada Februari lalu ini: "Jika seseorang datang hendak membunuhmu, bangun dan bunuh ia lebih dulu." Ini kutipan yang pas untuk menggambarkan motif dan latar belakang operasi-operasi gelap itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Israel merasa sebagai bangsa yang tersisih sejak Inggris mengokupasi wilayah Yerusalem. Holocaust di Jerman mengukuhkan sikap inferior itu, melahirkan dendam kesumat yang diwariskan di kalangan bangsa ini. Perasaan terancam ini membuat mereka akan menyerang lebih dulu siapa saja yang menghalangi pendirian negara Israel.

Selama delapan tahun, Bergman memburu mereka yang terlibat dalam operasi-operasi gelap itu. Dari buku ini kita tahu bahwa Mossad--kependekan dari HaMossad leModi in uleTafkidim Meyu adim atau Badan Intelijen dan Operasi Khusus Israel--menciptakan sel-sel tertutup untuk pelbagai operasi. Maka, jika Mossad disebut sebagai "negara dalam negara Israel", sel-sel itu adalah organisasi di dalam organisasi Mossad.

Narasumber Bergman menceritakan dengan detail setiap operasi hingga keterlibatan agen negara lain, terutama Amerika Serikat dan Rusia. Bergman mengecek silang cerita mereka ke dokumen-dokumen rahasia yang diterbitkan lembaga itu dan memverifikasinya ke narasumber yang menjadi target. Hasilnya: buku intelijen dengan plot yang lebih seru dibanding novel mata-mata mana pun. Kisah dalam film serial Jason Bourne tak ada apa-apanya dibanding cerita di buku ini.

Bergman tak melulu bercerita tentang kisah sukses Israel membunuh musuh mereka-dalam lebih dari 2.700 operasi selama 1970-an-tapi juga mengungkap operasi-operasi yang gagal. Rupanya, banyak juga operasi Mossad yang keliru, bahkan mandek di tengah jalan karena musuh ternyata lebih lihai.

Mossad gagal terutama ketika memburu pemimpin-pemimpin Palestina. Sebuah operasi yang disiapkan dengan matang dan detail untuk membunuh Yasser Arafat di Libanon berakhir dengan ditariknya agen intelijen dari darat-laut-udara karena orang yang menjadi target mereka ternyata Arafat palsu. Arafat menghilang ketika mereka mengintainya.

Demikian juga operasi membunuh Ali Hassan Salameh, pemimpin Pembebasan Rakyat Palestina (PLO) di Norwegia. Agen-agen Israel "berhasil membunuhnya" di jalanan, di samping istrinya yang tengah hamil. Tapi ternyata orang itu hanya petugas kebersihan hotel asal Maroko. Ia diburu karena wajahnya sangat mirip Salameh.

Mossad memakai segala cara untuk menghilangkan musuh-musuh mereka: pembunuhan, penculikan, penyiksaan, penyusupan, hingga pemakaian racun dengan taktik yang paling tak masuk akal. Salah satunya dalam operasi membunuh Wadie Haddad, pemimpin PLO yang paling dicari setelah Arafat.


Rise and Kill First: The Secret History of Israel’s Targeted Assassinations

Penulis : Ronen Bergman
Tebal : 750 halaman
Penerbit : Penguin
Random House, 2018


Mossad menanamkan agen-Bergman hanya bisa melacak sandinya: Sadness-menjadi orang dekat Haddad hingga berhasil mengoleskan talium ke sikat giginya. Zat radioaktif itu menggerogoti tubuh Haddad pelan-pelan. Ia meninggal pada 29 Maret 1978, sepuluh hari setelah tiba di sebuah rumah sakit di Jerman Timur. Dalam catatan forensik yang disedot Mossad, dokter hanya menyatakan ia mati karena perdarahan otak dan pneumonia.

Hingga pagina terakhir buku setebal 750 halaman ini, tak ditemukan soal operasi terakhir membunuh Arafat. Seperti dalam banyak operasi lain, Israel menolak mengaku terlibat dalam kematian Arafat pada 2004. Sejak 1974, sejak Arafat berpidato di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, Mossad memutuskan berhenti memburunya dan memilih menyisir orang-orang dekatnya lebih dulu, satu per satu, dalam operasi-operasi yang brutal.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Operasi-operasi Kotor Israel"

Bagja Hidayat

Bagja Hidayat

Bergabung dengan Tempo sejak 2001. Alumni IPB University dan Binus Business School. Mendapat penghargaan Mochtar Loebis Award untuk beberapa liputan investigasi. Bukunya yang terbit pada 2014: #kelaSelasa: Jurnalisme, Media, dan Teknik Menulis Berita.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus