Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FRANK Silver dan Irving Cohn menulis lagu Yes, We Have No Bananas pada 1923 terinspirasi dari fenomena menghilangnya pisang paling populer di masa itu, Gros Michel atau Big Mike, di toko-toko buah Amerika Serikat. Pisang Gros Michel atau di sini disebut pisang ambon kuning menjadi pilihan para petani pisang di seluruh dunia untuk dibudidayakan karena digemari konsumen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, pada akhir 1950-an, pisang Gros Michel benar-benar hilang dari peredaran akibat wabah penyakit. Wabah yang disebabkan oleh jamur tanah Fusarium oxysporum cubense, Tropical Race 1 (TR1), itu menyerang akar yang membuatnya layu dan mati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini ancaman yang sama kembali menghantui para petani pisang dunia karena kultivar pisang pengganti Gros Michel, yakni Cavendish, pun terserang jamur sejenis tapi lain ras yang lebih ganas, yang disebut Foc Tropical Race 4 (Foc TR4). Penyakit bernama layu Fusarium atau penyakit Panama itu dilaporkan sudah menyebar di Asia, Australia, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Tengah. Tinggal Amerika Latin yang belum ada laporan ihwal perkebunan yang terserang penyakit tersebut.
"Para ilmuwan pisang di dunia sangat khawatir akan TR4. Saking takutnya, sampai-sampai pertemuan pisang yang seharusnya berlangsung di Kosta Rika dipindahkan ke Miami, Amerika Serikat," ujar Yuyu Suryasari Poerba, peneliti genetika dan pemuliaan pisang pada Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Menurut Yuyu, para ilmuwan pisang sekarang sedang berpacu dengan waktu untuk menemukan pisang yang tahan terhadap jamur TR4. Jika tidak, nasib pisang Cavendish akan sama dengan Gros Michel, tak ada lagi di meja makan dan di rak-rak toko buah di seluruh dunia. "Namun, tahun lalu, peneliti Australia dari Queensland University of Technology yang dipimpin James Dale mengklaim menemukan gen yang tahan terhadap TR4. Bisa jadi Cavendish bisa selamat," kata Yuyu.
Dale dan timnya menemukan bahwa gen RGA2, yang diambil dari pisang liar Musa accuminata mallacensis yang berasal dari Sumatera, berperan dalam ketahanan pisang itu terhadap jamur Foc TR4. Gen tersebut lantas dipakai untuk memodifikasi genetik pisang Cavendish Gran Nain. Pisang Cavendish transgenik itu lalu ditanam di perkebunan dekat Humpy Doo, Northern Territory, yang sebelumnya terkena serangan TR4. Walhasil, pisang transgenik itu dapat bertahan dan bebas dari penyakit Panama. Peneliti juga menemukan bahwa gen RGA2 terdapat secara alamiah di pisang Cavendish, tapi tidak terlalu aktif. Tim sedang melanjutkan penelitian untuk mencari tahu cara mengaktifkan gen itu.
Menghasilkan tanaman pisang yang kebal penyakit Panama secara genetik seperti yang dilakukan Dale juga dilakukan LIPI berkolaborasi dengan Wageningen University & Research (WUR), Belanda. Peneliti LIPI, Fajarudin Ahmad, yang tengah menyelesaikan program doktoral di kampus WUR, meneliti gen yang bertanggung jawab terhadap resistansi Fusarium oxysporum cubense. Bila gen tersebut bisa diisolasi untuk disisipkan ke genetika pisang, diharapkan pisang akan tahan terhadap penyakit Panama.
Penemuan Dale tidak serta-merta membuat tenang petani Cavendish ataupun sebagian kalangan ilmuwan pisang. Penyebabnya, isu tumbuhan transgenik alias genetically modified organism (GMO) masih menjadi kontroversi. Para ilmuwan pun mencari cara lain untuk memerangi TR4, yang sangat ganas dan dapat bertahan lebih dari 20 tahun di dalam tanah dalam wujud klamidospora-spora istirahat yang berdinding tebal sehingga relatif tahan terhadap perubahan cuaca.
Tim peneliti di WUR, yang dipimpin pakar phytopatology tropis Gert Kema, misalnya, menyaring lebih dari 250 jenis pisang dan menguji lebih dari 20 ribu tanaman pisang. Mereka telah berhasil menemukan sejumlah kultivar yang resistan terhadap TR4. Tim lantas melakukan perkawinan silang terhadap kultivar-kultivar itu untuk mendapatkan kultivar pengganti Cavendish. "Begitu didapat kultivar yang resistan terhadap TR4 dan memenuhi harapan pasar, maka kami memiliki pengganti Cavendish," ujar peneliti utama Fernando Alexander García-Bastidas.
Yang dia maksudkan memenuhi harapan pasar adalah pisang baru itu akan memiliki cita rasa dan penampilan tak berbeda dengan Cavendish, yang sudah dicintai konsumen. "Saya ingin mengembangkan pisang baru-bukan GMO-untuk membantu persoalan ini," kata García-Bastidas seperti dikutip Eurofruit, Rabu pekan lalu.
Yang dilakukan García-Bastidas di Belanda, juga Yuyu dan timnya di LIPI Cibinong, Jawa Barat, adalah menyaring (screening) pisang liar dan pisang hibrida yang tahan terhadap TR4. Menurut Yuyu, penyaringan itu dimulai dari rumah kaca dengan mengujikan kultur jaringan dengan larutan klamidospora TR4. Yuyu mengatakan tim juga melakukan pengujian lapangan di perkebunan pisang di Lampung, yang lahannya hampir 90 persen mengandung TR4.
Hasil penyaringan itu, menurut Yuyu, salah satunya menemukan pisang Rejang, yang ternyata tahan TR4. "Dari sisi penampilan memang kurang menarik karena buahnya kecil, tapi rasanya enak," ujarnya.
Contoh lain adalah penyilangan pisang Goroho yang terkenal di Sulawesi Utara dengan pisang liar. Cara konvensional ini, menurut Yuyu, banyak kendalanya dan membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan hasil yang bagus. "Kalau pengalaman orang Amerika Latin, membutuhkan waktu 10-17 tahun," ucapnya.
Seperti LIPI, Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika di Solok, Sumatera Barat, telah memperoleh satu kultivar unggul baru hasil persilangan yang toleran terhadap layu Fusarium, yaitu INA-03. Menurut Agus Sutanto, peneliti budi daya tanaman di balai itu, selain toleran, pisang ini mempunyai cita rasa manis, berumur tanam genjah (pendek), dan tanamannya tidak terlalu tinggi. "Saat ini, penelitian mengenai penyakit Panama masih dilanjutkan, terutama pada aspek molekuler," ujar Agus.
Upaya mencari pisang yang tahan terhadap TR4 sangat penting karena penyakit ini telah menyerang hampir semua jenis pisang yang ada. Deni Emilda, peneliti hama dan penyakit pada Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, menyebutkan saat ini diketahui ada empat ras Fusarium oxysporum cubense. "Ras 1 menyerang varietas pisang ambon kuning dan raja serai, Ras 2 menyerang Bluggoe dan beberapa varietas pisang olah, Ras 3 menyerang kerabat pisang Heliconia," katanya.
Adapun Ras 4, menurut Deni, terbagi menjadi dua subbagian, yaitu Subtropical Race 4, yang menyerang Cavendish dan varietas yang rentan terhadap Ras 1 dan Ras 2; serta Tropical Race 4 (TR4), yang menyerang hampir semua kultivar pisang komersial di Asia Tenggara dan Australia.
Deni mengatakan, di Indonesia, penyakit Panama telah menyebar di berbagai wilayah. Survei yang dilakukan Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika di 15 provinsi menunjukkan terdapat serangan penyakit tersebut. Provinsi itu adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan Papua. "Bukan tidak mungkin terdapat serangan penyakit Panama di provinsi lain yang belum disurvei," ucapnya.
Dody Hidayat
10 Produsen Pisang Terbesar (dalam juta ton)
Negara | 2016 | 2015 | 1. India | 29,12 | 29,22 | 2. Cina | 13,32 | 12,74 | 3. Indonesia | 7,00 | 9,50 | 4. Brasil | 6,76 | 6,85 | 5. Ekuador | 6,53 | 7,19 | 6. Filipina | 5,83 | 5,84 | 7. Angola | 3,86 | 3,60 | 8. Guatemala | 3,78 | 3,80 | 9. Tanzania | 3,56 | 3,58 | 10. Rwanda | 3,04 | 2,98 | Dunia | 113,28 | 115,24 |
- 47 persen dari total produksi pisang dunia atau sekitar 53 juta ton adalah Cavendish.
- 5.000-an kultivar (nama lokal) pisang diketahui di dunia saat ini.
- 1.000 kultivar pisang dikenal di Indonesia.
- 5 pisang Indonesia yang paling banyak diproduksi: kepok, ambon, barangan, mas, dan raja.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo