Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Moriyama Kaiji mengambil jantung plastik yang tergantung di seutas tali. Perlahan penari Jepang itu memeluk sang jantung sambil jongkok. Lutut kanannya menopang tubuhnya. Dia kemudian berdiri sambil mengenakan organ jantung itu seperti memakai kutang.
Di hadapan seratusan penonton, Kaiji, yang berpakaian hitam ketat, bergerak-gerak mengikuti irama musik yang berdentam mirip detak jantung. Dia sedikit melengkungkan kedua pundaknya ke dalam, menciutkan dadanya dan kemudian membusungkannya kembali. Setelah itu, dia jejingkrakan, melompat untuk memperlihatkan kerasnya kerja jantung memompa darah ke seluruh tubuh.
Itulah tarian kontemporer yang disuguhkan Kaiji, 40 tahun, dalam penampilan koreografi bertajuk Live Bone di lobi Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa sore pekan lalu. Berkolaborasi dengan dua rekannya di belakang layar, Hibino Kodue dan Kawase Kohske, Kaiji membawakan koreografi tentang fungsi dan kerja organ tubuh, seperti tulang, otak, jantung, lambung, limfa, ginjal, empedu, dan kantong kemih. Dengan imitasi organ-organ tubuh itu, Kaiji bertutur tentang fungsi dan kerja organ secara detail melalui tariannya.
Lewat Live Bone, Kaiji memang ingin menyampaikan "pelajaran" faal atau organ tubuh manusia kepada penonton, khususnya anak-anak. Mengawali koreografinya di halaman Teater Jakarta, Kaiji menggotong kostum serupa tengkorak paruh burung raksasa dan kerangka dinosaurus. Ia berjalan perlahan memasuki lobi, mengelilingi lingkaran penonton, dan menyapa mereka dengan ujung paruhnya.
Kaiji kemudian masuk ke paruh, tangannya keluar dari lubang mata berjalan sambil jongkok. Setelah itu, tubuhnya menggeliat keluar seperti gerakan balet. Sambil bermain trompet dan menggoda penonton, Kaiji mengekspresikan mimik muka lucu.
Seusai "perkenalan" itu, Kaiji memakai sebentuk kerangka tulang dada. Rupanya dia ingin memperlihatkan paru-paru. Dia berkali-kali merentangkan tangannya. Paru-paru sebagai organ sistem pernapasan yang berfungsi menukar oksigen.
Setelah meperagakan paru-paru, dia mengambil kerangka yang lebih kecil yang melingkar di kepalanya: empedu. Dia menari menggambarkan empedu, penyimpan cairan empedu untuk pencernaan, letaknya di atas pantat sebelah kanan. Sambil berjalan dengan lutut, dia menggoda penonton anak-anak, meletakkan empedu itu di kepala si bocah yang tertawa malu.
Segera setelah itu, dia buru-buru mengganti dengan organ tubuh lain. Ada limfa, telinga yang dibentuk menyerupai balon memanjang seperti rumah siput, serta ginjal, hati, dan lambung. Ada juga usus besar dan usus halus. Diperagakan dengan gerakan koreografi sederhana dan ekspresi muka yang lucu. Kadang seperti orang yang sedang makan atau kesakitan.
Salah satu adegan yang mengundang tawa adalah ketika dia menunjukkan kantong kemih. Diiringi kalimat bahasa Jepang, "Ayo, buang air, kantongnya sudah penuh, penuh, ayo ke belakang…." Mukanya seperti orang sedang kebelet, meringis, menahan hajat. "Toilet…, where is toilet?" ujarnya berbisik kepada penonton.
Pelajaran yang disampaikan Kaiji ini memang ringan. Penonton juga bisa menerka-nerka apa yang diutarakan. Sebab, dari panitia, mereka mendapat kopi gambar berbagai pose gerak Kaiji yang menampilkan organ tubuh. Koreografi ini awalnya memang sebuah "pelajaran" dari acara televisi Jepang, NHK, yang berjudul Mari Bermain dengan Tubuh. "Setelah program itu selesai, kami ingin terus berkarya dan tetap kontak dengan anak-anak. Jadilah kami mengenalkan koreografi ini," kata Kaiji seusai pentas.
Dian Yuliastuti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo