NASIB domba. Kalau bukan diadu, ya, dikuliti. Ini modelnya sekarang maling merayahi ternak di Jawa Barat. Entoh penduduk Leles, desa terpencil di perbatasan Garut-Tasikmalaya, suatu pagi akhir Juni lalu, kaget bukan main. Kandang dombanya dibongkar orang. Dua anak dombanya mati secara mengenaskan di luar kandang. Jantungnya kian berdebar mendapatkan empat domba lainnya juga tak bernyawa di dalam kandang. Lebih pilu lagi dia karena jasad si domba sudah tak berkulit lagi. "Cara ngulitinya rapi. Pasti malingnya ahli," katanya geram. Entoh, 50 tahun, ayah tujuh anak dan satu istri, sehari-hari hidup pas-pasan dari sawah 100 tumbak. Adanya domba itu lumayan sebagai tukuk--tambah biaya sekolah anak-anaknya. Untuk kerugian yang dideritanya sekitar Rp 450 ribu, Entoh melapor pada polisi. Namun, sampai saat ini belum ada tanda siapa gerangan maling berdarah dingin itu. Domba tersebut digerayangi ketika hujan turun dengan lebatnya, dan tidak ada peronda keliling kampung. Mumpung letak kandang di pinggir desa itu jauh dari rumah Entoh, maling pun cukup waktu mengulitinya sekalian. Mulanya kandang itu berada di dekat rumahnya. Tapi sejak tiga bulan silam dipindahkan. Maksudnya, kotoran domba menjadi pupuk kandang bisa langsung dihamburkan ke tengah sawahnya. "Saya pindahkan kandang domba dulu, baru keluarga kami belakangan," tuturnya kepada Ahmad Taufik dari TEMPO. Tapi setelah dombanya disikat maling, Entoh patah hati pindah ke dekat kandang itu. Di desanya, baru Entoh yang ditimpa musibah seperti itu. Tapi di Jawa Barat, seperti di Ciamis dan Tasikmalaya, pencurian kulit domba adalah modus operandi yang terbilang kerap terjadi. Sebelum BBM naik, harga kulit seekor domba (basah) Rp 6 ribu. Akan halnya seekor domba utuh sekitar 10 kali harga kulitnya. Tapi, tak domba, kulitnya pun jadi. Namanya maling, mana sempat lagi berhitung di luar kepala. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini