Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pelukis dengan autisme, Oliver Wihardja, menggelar pameran dalam Art Jakarta 2024 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 6-8 Oktober 2024.
Oliver mulai melukis saat balita sebagai terapi autisme.
Belakangan, tema lukisannya terinspirasi oleh tokoh perempuan dalam cerita Alkitab.
ARENA pameran Art Jakarta di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, riuh rendah pada Jumat petang, 4 Oktober 2024. Pengunjung berdesakan melewati stan demi stan yang memajang bermacam karya seni rupa kontemporer, yang menampilkan koleksi 39 galeri dalam negeri dan 34 galeri mancanegara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Galeri E-17, tampak Oliver Wihardja, 22 tahun, ditemani orang tuanya. Ia duduk diam di bangku di tengah ruang pamer dengan wajah sumringah. Sembilan lukisan yang terpajang di sana merupakan karyanya—enam lukisan lain datang menyusul keesokan harinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Jak Art 2024, Oliver mengangkat tema "Wonder Women". Lima belas karyanya menampilkan perempuan-perempuan hebat, dari Debora, nabiah yang dikisahkan dalam Perjanjian Lama, sampai pekerja pabrik rokok, tukang jamu, dan perajin batik.
Sinhwi Halim, ibunda Oliver, turut menjadi pengarah di balik karya-karya tersebut. Dari 15 karya itu, lukisan yang paling awal dibuat adalah Only by His Grace pada 2023. Lukisan itu berangkat dari keisengan Sinhwi meminta putranya menggambar Nabi Musa saat bayi. Jadilah lukisan seorang orok dalam keranjang merah yang hanyut di Sungai Nil dan diselamatkan empat perempuan.
Saat itu Sinhwi, 53 tahun, baru sadar bahwa karakter perempuan bikinan anaknya selalu lebih elok ketimbang laki-laki. Ia pun menyoroti Bithiah dalam lukisan tersebut. Bithiah adalah putri Firaun yang menyelamatkan dan menjadi ibu angkat Musa. Nama dan perannya ada di Yahudi, Nasrani, dan Islam. "Kita akrab dengan kisah Nabi Musa, tapi hanya sedikit yang tahu Bithiah," katanya kepada Tempo di lokasi pameran. "Maka Bithiah menjadi inspirasi kami untuk seri 'Wonder Women'."
Sebuah lukisan berjudul “Dance to Freedom” dipamerkan pada pop up Wonder Women by Oliver Wihardja dalam pameran Art Jakarta di Jakarta International Expo (JIExpo), 5 Oktober 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Sinhwi pun mendorong Oliver melukis lebih banyak perempuan. Tak asal cantik, tapi juga harus inspiratif. Mereka pun menggali berbagai kisah dari Alkitab. Ada Hawa dan Adam yang digambarkan berdiri di tengah hamparan rumput dan bunga, sementara ular menatap mereka. Ada juga Debora, nabiah dan hakim perempuan pada era Israel kuno, yang berdiri tegak di antara delapan laki-laki bersenjatakan pedang serta tombak.
Oliver memang perlu pendampingan ibu dan bapaknya, Edward Wihardja. Pemeriksaan psikologis menyimpulkan Oliver sebagai anak dengan autisme sejak usia 3 tahun 6 bulan. Dia didorong untuk mengikuti terapi sensori, wicara, dan perilaku. Kebetulan, klinik yang didatangi Oliver juga menawarkan terapi lewat belajar melukis. "Saya langsung mendaftarkan Oliver untuk mengikuti art therapy itu," ucap Sinhwi.
Sebagai anak dengan kategori hiperaktif, Sinhwi mengenang, Oliver lebih banyak berlarian dan tertawa sepanjang menjalani terapi sensori. Namun dia seketika tenang begitu masuk kelas menggambar. "Mood-nya langsung berubah," ujar Sinhwi. Ia pun mendatangkan guru seni lukis untuk mengajar secara privat di rumah.
Sejak saat itu, melukis menjadi keseharian Oliver. Ia meraih berbagai penghargaan seni lukis, di antaranya first prize award untuk Visual Arts di ANCA World Autism Festival 2017 di Vancouver, Kanada.
Pada 2019, Oliver—saat itu berusia 17 tahun—mengikuti pameran seni lukis di Ciputra Artpreneur Museum, Jakarta Selatan. Pelukisnya adalah anak-anak berkebutuhan khusus dengan skizofrenia, bipolar, dan autisme. Dalam ekshibisi yang dikuratori Hanafi itu, Oliver membawa lima karya. Para seniman remaja itu juga diminta menggambar di koper dan karya tersebut kemudian dihargai Rp 20 juta. "Pameran itu menjadi titik penting bagi perjalanan Oliver," ucap Sinhwi.
Tiga tahun kemudian, Oliver menggelar pameran tunggal perdana bertajuk "Walk with Me" di Oliver’s Barn Andara, Depok, Jawa Barat. Sebanyak 13 lukisan dan satu video animasi dalam ekshibisi tersebut dibuat Oliver sepanjang masa pembatasan aktivitas akibat pandemi Covid-19.
Saat itulah tema-tema Alkitab mulai menjadi inspirasi Oliver, di antaranya Nabi Musa membelah Laut Merah, Nabi Yunus ditelan paus, dan Nabi Nuh di kapal raksasa. "Banyak teman dan saudara yang meninggal karena Covid-19. Dengan Alkitab, kami bisa lebih tenang," kata Sinhwi.
Pop up Wonder Women by Oliver Wihardja dalam pameran Art Jakarta di Jakarta International Expo (JIExpo), 5 Oktober 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Separuh hasil penjualan lukisan Oliver didonasikan ke berbagai badan amal, antara lain Yayasan Masyarakat Peduli Autis Indonesia, Sekolah Luar Biasa Kyriakon di Jakarta Selatan, dan Community Chest di Singapura.
Pada Januari 2023, Oliver menyumbangkan lukisan untuk pengurus Special Olympics Indonesia. Lukisan itu kemudian laku Rp 1 miliar lewat pelelangan. Uangnya dipakai untuk mendanai tim Indonesia dalam Special Olympics—Olimpiade olahraga bagi penyandang disabilitas intelektual yang diakui Komite Olimpiade Internasional (IOC)—di Berlin, Jerman, pada Juni 2023. "Kami tidak pernah tahu siapa yang membelinya," ujar Sinhwi.
Oliver, Sinhwi melanjutkan, melukis pada malam hari. Dia hampir selalu makan mulai pukul 18.00. Waktu makannya sekitar 30 menit. Setelah beristirahat, biasanya Oliver menonton televisi selama 30 menit. Barulah kemudian ia mulai melukis pada pukul 19.30. "Terkadang mau, terkadang enggak," ucap Sinhwi. "Kalau dia mulai melukis, saya tinggal nonton drama Korea, ha-ha-ha...." Oliver menyetop kerja kreatifnya antara pukul 21.00 dan 22.00.
Dalam Art Jakarta 2024 di JIExpo pada petang itu, Oliver beberapa kali diminta pengunjung berfoto bersama. Sesekali ia melempar senyum, sementara di momen lain ia hanya diam. Ada juga pengunjung yang mengajak Oliver bercanda dan membuatnya terus berbicara, sampai-sampai sang ayah harus menyudahi omongannya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo