Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Pemikiran besar yang penuh tipu daya

Jakarta : grafiti pers, 1985 resensi oleh : zamakhsyari dhofier. (bk)

13 Juli 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IBNU KHALDUN, RIWAYAT DAN KARYANYA Oleh: Ali Abdulwahid Wafi Penerbit: PT Grafiti Pers, Jakarta, 1985, 202 halaman KARYA intelektual yang diwariskan Ibnu Khaldun telah menjadi milik peradaban dunia. Prof. Franz Rosenthal, misalnya, yang menerjemahkan karya Ibnu Khaldun Al-Muqaddimah, dalam kata pengantarnya pada halaman lxvii mengatakan bahwa Ibnu Khaldun telah diakui sebagai bapak mikir- pemikir besar di negeri Barat. A. Schimmel dalam bukunya Ibn Chaldun (Tubingen, 1951, hlm. xvii) memberikan daftar sarjana-sarjana besar Barat yang menjadi penerus pemikiran Ibnu Khaldun. Di antaranya, Machiavelli, Bodin, Vico, Gibbon, Montesquieu, Abbe de Mably, Ferguson, Herder, Condorcet, Comte, Gobineau, Tarde, Breysig, dan W. James. Namun, Ibnu Khaldun - yang demikian dikagumi di dunia Barat tersebut - justru belum begitu dihargai di dunia Timur, juga oleh mereka yang beragama Islam sekalipun. Di Indonesia masih sedikit sekali yang mengetahui siapa, buku-buku apa yang telah dikarang, dan bagaimana pemikiran Ibnu Khaldun. Karena itu, terbitnya buku Ali Abdulwahid Wafi tentang Ibnu Khaldun dalam bahasa Indonesia ini patut disambut dengan gembira. Buku ini memang tidak memberikan hal-hal yang baru mengenai kehidupan Ibnu Khaldun dan pembahasan tentang karya-karyanya. Dan, memang, menulis riwavat hidup serta membahas karya-karya pemikir besar ini tidak begitu sulit. Sebab, Ibnu Khaldun telah meninggalkan suatu autobiografi yang lengkap dengan peristiwa-peristiwa penting yang melatarbelakangi sepak terjang semasa hidupnya, sehingga sulit untuk dapat menambahnya dengan hal-hal yang baru. Lagi pula, buah pikiran Ibnu Khaldun, yang demikian orisinil dan cemerlang itu, telah dituangkannya dalam bahasa yang sangat mudah dan indah serta enak dibaca, terutama dalam karyanya Al-Muqaddimah. Tetapi karya-karya Ibnu Khaldun tersebut belum ada yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Buku Osman Raliby, berjudul Ibnu Khaldun tentang Masyarakat dan Negara, yang berisi cuplikan Al-Muqaddimah, kurang begitu padat isinya, dan belum dilanjutkan dengan terbitan lain yang serupa. Padahal, buku itu telah beberapa kali dicetak ulang - pertanda adanya minat yang cukup besar di Indonesia terhadap Ibnu Khaldun. Buku tentang Ibnu Khaldun terbitan Grafiti Pers kali ini tampaknya akan lebih dapat menggugah minat pembaca di Indonesia mendalami karya-karya Ibnu Khaldun. Bagian pertama buku ini, yang melukiskan riwayat hidup Ibnu Khaldun, sangat mengesankan karena telah mampu mengungkapkan kehidupan pemikir besar itu - yang penuh gerak, penuh gejolak, berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lain, bahkan penuh musibah dan tipu daya. Selama ini Ibnu Khaldun lebih dikenal sebagai ilmuwan besar. Padahal, sebagaimana terurai dalam buku ini, lebih dari setengah umurnya dihabiskannya sebagai politikus yang terjun langsung dalam kancah kehidupan politik dan sebagai hakim negara. Orisinalitas karya-karya Ibnu Khaldun tampaknya justru karena ia merupakan hasil pemikiran atas pengalaman-pengalamannya sebagai politisi dan hakim negara. Kebetulan sekali ia dilahirkan sebagai seorang jenius, di dalam keluarga intelektual dan politisi. Di samping itu, lingkungan kehidupan politik dan kebudayaan yang dialammya penuh dengan pergolakan dan petualangan politik akibat terpecah-pecahnya kerajaan Islam di Afrika Utara dan Spanyol. Kerajaan-kerajaan kecil itu pada bersaing dan berusaha menjadi kerajaan paling berkuasa. Dan Ibnu Khaldun sering kali mampu menempatkan dirinya sebagai pemikir dan pelaku politik yang menguntungkan bagi seorang sultan, yang ingin mengembangkan sayap kekuasaannya. Situasi dan kehidupan politik yang penuh hiruk pikuk, dan kelihatannya tak menentu itu, justru memberikan tantangan yang sangat jitu bagi Ibnu Khaldun untuk menelurkan teori-teori kemasyarakatan dan kenegaraannya yang orisinil. Sehingga ia sangat pantas dijuluki sebagai "Bapak" atau pendiri ilmu sosiologi. Sebagai politikus yang ambisius, ia pernah bercita-cita menduduki jabatan-jabatan puncak dalam kenegaraan dan setelah jemu dengan kehidupan politik ia tetap menaruh minat yang luar biasa terhadap nasib kehidupan suatu atau semua negara dan pemerintahan serta masyarakat yang menjadi latar belakang kehidupan negara itu. Bagian kedua buku ini membahas karya-karya Ibnu Khaldun yang meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan. Bagi yang belum mengenal Ibnu Khaldun, bagian ini barangkali akan dianggap terlalu luas. Mungkinkah Ibnu Khaldun menguasai semua ilmu itu? Jawabannva: Bacalah Al-Muqaddimah dan Al-lbar. Untuk Al-Muqaddimah, kalau Anda tidak menguasai bahasa Arab, dapat membaca edisi bahasa Inggris terjemahan Prof. Rosenthal. Buku ini merupakan karya monumental yang hampir tiap bagiannya telah dijadikan bahan disertasi doktor bagi mahasiswa-mahasiswa di dunia Barat. Dan, memang, inti utama buku Ali Abdulwahid Wafi ini ialah mengajak kita untuk mempelajari Al-Muqaddimah. Dari buku itu kita tahu bahwa alam pemikiran Islam sampai permulaan abad XV tidak mengalami stagnasi. Zamakhsyari Dhofler Sosiolog dan staf peneliti pada Badan Litbang Departemen Agama

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus