IRONI PFMBANGUNAN DI NEGARA BERKEMBANG Oleh: Bjorn Hettne Penerbit: Sinar Harapan, Jakarta, 1985, 220 halaman YANG mengagumkan dari buku setebal 220 halaman ini ialah kepustakaan yang dikerjakan pengarangnya, Bjorn Hettne. Meski penerbit tidak menganggap perlu memperkenalkan Hettne, dari daftar 248 judul buku yang diperguna-kannya kita tahu bahwa ia seorang yang gemar membaca. Dan, dilihat dari sedikitnya enam judul buku atas namanya sendiri pada daftar itu, ternyata ia bukan untuk pertama kali menulis masalah pembangunan di Dunia Ketiga. Arah pembahasan buku ini juga terungkap dari kata-kata S. Goonatilake, ilmuwan sosial dari Sri Lanka, yang dikutip Hettne pada Kata pengantar: "Pemikiran pembangunan dalam rangka ilmu-ilmu sosial, sebagian besar merupakan produk dari Barat. Dengan begitu pemikiran itu merupakan pandangan pihak luar terhadap pembangunan kita, trrutama oleh pihak negara-negara yang pernah menjajah kita." Teori pembangunan lahir dari perhatian negara-negara maju terhadap negara-negara terbelakang, berdasarkan anggapan tersirat bahwa "kondisi dalam negara-negara itu tidak memuaskan dan harus diubah". Tidak mengherankan jika resep pembangunan yang ditawarkan negara-negara maju bertitik tolak dari pengalaman dan prasangka mereka sendiri. Paradigma modernisasi yang ditawarkan itu sudah menganggap pasti bahwa masyarakat yang bercirikan kapitalisme industri adalah suatu keinginan universal. Seperti ditulis penyair Meksiko Octavio Paz, yang dikutip Hettne: " . . . model itu tidak sesuai dengan kenyataan historis, kejiwaan dan kenyataan budaya kami yang sebenarnya, sebaliknya hanya merupakan salinan (dan salinan yang rusak pula) dari pola dasar Amerika Utara." Dapatkah nilai-nilai kehidupan seperti yang diakui Barat dijadikan model bagi negara Dunia Ketiga? Dapatkah kesejahteraan itu diukur dengan GNP US$ 500 atau US$ 1.000, seperti digariskan berbagai lembaga dunia? Lalu dengan apa kualitas kehidupan dapat dirumuskan? Setiap orang cenderung berbeda tanggapannya tentang apa yang "membuat hidup itu patut setelah masalah das fressen (makan) terselesaikan", kata Hettne. Belum lagi kualitas hidup dalam kaitannya dengan lingkungan yang bersih, tidak tercemar atau terancam perang nuklir. "Dunia yang sudah diindustrialisasi adalah suatu dunia yang kurang pasti," tulis Hettne di akhir penulisannya, "kurang mudah menegakkan diri sendiri sebagai model bagi yang lain, dan bahkan sedikit khawatir akan hari depannya sendiri." Menurut nasihat Hettne, "Suatu negara terkebelakang tidak seharusnya mencari bayangan hari depannya dalam negara maju, melainkan dalam ekologi dan kebudayaannya sendiri. Pembangunan tak dapat merupakan suatu proses universal. Tidak ada pembangunan tok (saja), yang ada hanyalah pembangunan sesuatu, yang dalam hal ini merupakan suatu kawasan ekologi tertentu." Buku ini menawarkan suatu dimensi baru untuk menilai masalah pembangunan nasional dengan lebih baik, sehingga sumbangan terhadap perwujudannya juga berbobot. Keumalahayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini