Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kisruh terjadi dalam tata kelola PKJ TIM.
DKJ menghentikan kurasi di venue yang dikelola PT Jakpro.
Pembahasan usul BLU dan Pergub tentang Subsidi masih menggantung.
SEHARUSNYA, 25 Maret-2 April lalu, Komite Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) memutarkan film-film untuk para pencinta film di Kineforum. Acara pemutaran itu sudah diwara-wara melalui akun Instagram Kineforum. Programmer Kineforum telah merancang pemutaran15-20 film pendek, film panjang, dan dokumenter untuk Bulan Film Nasional 2023 guna memperingati Hari Film Nasional yang jatuh setiap 30 Maret. “Untuk pertama kalinya sejak 2006 kegiatan yang merupakan hajatan nasional dunia perfilman harus dibatalkan,” ujar Ketua Komite Film DKJ Ekky Imanjaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Musababnya, terjadi deadlock pembicaraan tentang penggunaan ruangan putar Kineforum untuk program ini antara DKJ dan Jakarta Propertindo (Jakpro). Jakpro selaku pengelola Taman Ismail Marzuki berkukuh penggunaan beberapa ruangan yang berada di bawah pengelolaan mereka, termasuk Kineforum, harus menggunakan tiga skema: membayar sewa, bagi hasil, atau mendapat rekomendasi subsidi dari Dinas Kebudayaan.
Kineforum, DKJ, dan Unit Pelaksana Pusat Kesenian Jakarta TIM menyatakan tak bisa menerapkan opsi pembayaran uang sewa untuk program yang telah diajukan melalui dokumen pelaksanaan anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Jakarta. Termasuk program Bulan Film Nasional ini. Demikian pula dengan opsi bagi hasil. Program yang dirancang, diinkubasi, dan diampu Dewan Kesenian Jakarta adalah kegiatan nonprofit, tidak boleh menarik keuntungan, sehingga tidak bisa menerapkan penarikan uang dari penjualan tiket.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti bom waktu, sistem pengelolaan Jakpro di TIM yang cenderung komersial akhirnya meledak. Puncaknya, beberapa hari lalu, Ketua DKJ Danton Sihombing menyatakan DKJ menghentikan semua program seni di TIM yang direncanakan berlangsung di ruangan-ruangan seni di bawah pengelolaan PT Jakpro, seperti Graha Bhakti Budaya, Teater Wahyu Sihombing, Galeri Seni, dan Kineforum.
Ini adalah manifestasi mentoknya pembicaraan tentang pengelolaan penggunaan ruangan, termasuk uang sewa di bawah pengelolaan PT Jakpro. Selama beberapa bulan terakhir, pembicaraan tak kunjung mencapai titik temu. Mendiang Radhar Panca Dahana dan kelompok Save TIM sebelumnya telah memperkirakan komersialisasi di kawasan Taman Ismail Marzuki akan merugikan seniman.
“DKJ mengambil sikap ini karena sesuai dengan tugas dari Keputusan Gubernur Nomor 1007 Tahun 2022 tentang Pedoman Pengelolaan Pusat Kesenian Jakarta TIM, yakni mengkurasi semua kegiatan pergelaran atau pertunjukan seni budaya di PKJ TIM,” tutur Danton Sihombing kepada Tempo, Sabtu, 15 April lalu. Menurut Danton, DKJ memahami tugas Jakpro sebagai badan usaha milik daerah dengan tugas operasi korporasi yang dijalankan dengan Undang-Undang Perseroan. Namun bukan kapasitas mereka untuk mengelola kerja kebudayaan. Danton mengimbuhkan, perspektif terhadap pengelolaan ruangan-ruangan seni di TIM harus menempatkan TIM sebagai sebuah entitas yang unik—yang memiliki sejarah kelahiran, nilai sejarah, dan alasan keberadaan khusus bagi Kota Jakarta.
Karena itu, kalkulasi dan konversi, menurut dia, bukan terletak pada komponen aset berupa tanah, bangunan, sarana, dan prasarana semata. Hierarki operasi yang sepatutnya juga perlu dipertimbangkan. Penyelenggara kegiatan seni budaya berada di posisi induk serta memandu dan memberikan input terhadap operasi-operasi pengelolaan ruangan-ruangan seni di PKJ TIM. “Seharusnya operasi korporasi mengikuti operasi kerja kebudayaan, jangan dibalik seperti sekarang ini. Akibatnya, terjadi benturan-benturan penggunaan ruang,” kata Danton. Kerangka acuan kerja program DKJ, dia menjelaskan, bisa menjadi rujukan pengelolaan.
Danton belum bisa memastikan kapan DKJ akan kembali mengkurasi kegiatan yang dilakukan di venue yang dikelola Jakpro. Danton menampik tudingan kalah langkah oleh mendiang Radhar Panca Dahana beserta kelompok seniman Save TIM. Danton mengatakan DKJ menerapkan prinsip kehatian-hatian. Ketika Jakpro sudah berencana masuk ke TIM, pembicaraan internal tentang hal ini di DKJ sudah bergulir. Mereka melakukan rally pembicaraan dan mengirim surat audiensi ke Gubernur DKI Jakarta tentang pengelolaan PKJ TIM. “Kami mencoba meninjau dari tiga aspek: permasalahannya apa, sumber masalahnya apa, dan apa solusi penyelesaiannya,” ucapnya.
Tahun lalu, revitalisasi TIM selesai. Beberapa kegiatan DKJ di ruangan-ruangan seni yang dikelola Jakpro masih bisa berlangsung di Taman Ismail Marzuki. Acara-acara itu antara lain Jakarta International Literary Festival (JILF) yang diadakan Komite Sastra DKJ, Madani Festival Film oleh Komite Film, Jakarta International Contemporary Dance Festival oleh Komite Tari di Graha Bakti, pameran Instalasi Road to Jakarta Biennale dan pameran Seni Ruang Publik dari Komite Seni Rupa, serta International Ethnic Music Festival oleh Komite Musik dan Pidato Kebudayaan.
Semua kegiatan itu sampai Desember 2022 berlangsung tanpa memusingkan sewa tempat. Danton menyebutkan, saat itu program berlangsung karena belum ada ketentuan pembayaran sewa. Seperti dikuatkan oleh Ketua Komite Sastra Hasan Aspahani, program JILF memakai ruang di TIM tanpa biaya. “Kami pakai ruang Teater Kecil, ruang pamer, dan Graha Bhakti Budaya. Tak ada biaya sewa tempat dalam kegiatan kami,” tutur Hasan. Namun, sejak awal tahun, hal ini berubah. "Sejak Januari sampai kini, tarif pengelolaan Jakpro berlaku,” katanya. Danton menyebutkan DKJ sudah membicarakan masalah ini berkali-kali. Mereka sudah mengusulkan digunakannya sistem badan layanan umum dan subsidi program. Namun aturan subsidi melalui Peraturan Gubernur tentang Subsidi tak kunjung kelar. ”Kami masih menunggu aturan pergub soal subsidi itu. Seharusnya itu beres tahun lalu,” ucap Hasan lagi.
Graha Bakti Budaya yang dikelola Jakpro, di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta, 16 April 2023. Tempo/ Febri Angga Palguna
Kisruh penggunaan ruangan-ruangan seni yang dikelola Jakpro ini berdampak pada program-program komite pada bulan-bulan ke depan. Yola Yulfianti, Ketua Komite Tari, mengatakan komitenya mempunyai serangkaian program yang akan dilaksanakan setahun ini. Ada beberapa yang akan memakai venue di bawah pengelolaan Jakpro. Belum adanya kejelasan tentang peraturan gubernur mengenai subsidi membuat komite mengantisipasi dengan tetap memakai ruangan seni di bawah pengelolaan UP PKJ TIM. “Konsekuensinya, jadwal banyak yang berubah. Ada program yang sudah dapat slot tempat, ada yang belum. Kami masih berupaya memperjuangkan ruang baru itu,” ujarnya. Penggunaan venue, kata Yola, terkait dengan rangkaian program. Satu program saja bisa memakai banyak ruangan seni. “Repot kalau tiba-tiba ada yang tidak bisa, karena aspek pertunjukan beda tergantung ruang,” tuturnya.
Kepala UP PKJ TIM Arif Rahman, yang sebelumnya Kepala Bidang Pengembangan Dinas Kebudayaan DKI, mengatakan semua stakeholder PKJ TIM harus duduk bersama membicarakan masalah ini. “Harus ada diskusi serius antara Akademi Jakarta, DKJ, Jakpro, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta karena menyangkut keberlanjutan kegiatan berkesenian di PKJ TIM,” kata Arif. Mereka juga harus mendiskusikan pula tentang padatnya program dan penggunaan ruangan seni, termasuk jika peraturan gubernur tentang subsidi tidak terbit. Menanggapi penghentian kurasi oleh DKJ ini, Vice President Corporate Secretary PT Jakpro Syachrial Syarif menyatakan pemerintah provinsi dan Jakpro masih mengevaluasi pengelolaan TIM. “Sehingga penghentian tersebut sementara ini menjadi keputusan terbaik untuk proses selanjutnya,” ucap Syachrial melalui aplikasi pesan.
Ketua Akademi Jakarta Seno Gumira Ajidarma berpendapat perlunya segera mengubah peraturan gubernur yang ada. Jakpro, kata Seno, bertindak sebagai lembaga untuk pemeliharaan, DKJ mengkurasi, dan Dinas Kebudayaan memfasilitasi dengan regulasi. Untuk urusan tarif, “Program DKJ jelas harus subsidi semua.” Martin Suryajaya, penulis dan pengajar di Institut Kesenian Jakarta, mengatakan sumber kerancuan mengenai pengelolaan dimulai dari Peraturan Gubernur Nomor 63 Tahun 2019 yang mengartikan semua kegiatan di TIM di bawah kewenangan Jakpro.
Ada pula kerancuan peran, fungsi, dan posisi TIM sebagai pusat kesenian yang bersumber dari pergeseran Peraturan Gubernur Nomor 327 Tahun 2016 ke peraturan gubernur terbitan 2019 tersebut. Tujuan utama PKJ TIM adalah memberikan layanan publik, bukan mencari laba. PKJ TIM seharusnya dikelola dengan sistem badan layanan umum, bukan badan usaha milik daerah. Yang ketiga adalah adanya kerancuan pemangku kepentingan di lingkungan PKJ TIM. Perlu ada pembagian kelas penyewaan ruangan seni yang proporsional. “Karena itu, DKJ seharusnya dilibatkan dalam keputusan tarif sewa,” ujar Martin.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Artikel ini terbit di edisi cetak dengan judul "Tak Kunjung Usai Kusut di Taman Ismail Marzuki"