SEBAGAI pengembara, mereka datang ke Spanyol, sekitar abad ke- 15. Negeri itu merupakan bagian dari emperium bangsa Arab pada masa Eropa menikmati peradaban Renaissance. Pengembaraan mereka dikenal juga di Turki, Rusia, Hongaria, Inggris, Amerika, Swedia, dan lain-lain. Ada kalanya mereka dikenal sebagai Gitano, tapi biasanya dipanggil sebagai Gypsi. Mereka jago dalam profesi meramal, pedagang kuda, tukang besi, tukang kembang, berbagai pekerjaan nonformal kelas rendah. Dan mereka itu seniman: pemain gitar, penyanyi, penari Flamenco. Tapi tari ini hanya muncul di Spanyol. Dalam sejarah tari dunia, ia terkena: penyumbang yang membekali tari balet klasik yang mulai dikembangkan di istana Prancis, pada abad ke-16 dan ke-17. Begitupun, kedatangan Cumbres Flamincos sebagai misi budaya Spanyol, hingga Senin pekan ini, menyebabkan Gedung Kesenian Jakarta meledak. Peminat yang berduyun itu bukan saja karena publikasi, bahkan mengharapkan rekreasi dari ledakan kepentasan Gypsi. Tari Flamenco merupakan sintese berbagai puncak budaya dunia, dari Mohenjodaro (budaya kuno di India) ke Renaissance (klasik Eropa) dengan budaya Byzantine (Romawi Timur), Hindu, Arab, Yahudi, Kristen (lihat: Gypsi Andalus yang Menyala). Pada umumnya, tari Flamenco memukau. Dengan busana hitam-hitam, mereka sudah memikat di pentas. Tarian ini terkenal karena kekuatan improvisasinya dalam memainkan hentakan kaki, gerakan tangan yang dinamis dalam memainkan kostum dan properti. Dan itu berstruktur jelas, kendati bebas berimprovisasi. Zapateado, permainan irama dengan hentakan kaki dan ketukan sepatu, adalah khas Flamenco. Selain itu, tepukan tangan dengan cetetan jari dan permainan gitar tak kurang pentingnya dalam memberi bobot dan identitas ke-Flamenco-an. Ada kalanya si penari wanita menggunakan castanets, alat bunyi di tangan. Tari-tarian diberi nama Martinette, Cantina, Bulerias, Solea, Farruca, Alegrias, Tangos, Taranto -- kelihatan berorientasi pada ragam irama yang jadi kekuatan Flamenco dan rasa orang Gypsi. Dan kekuatan lain yang menentukan: Flamenco memusatkan pada potensi menari secara individual. Kalau kita berbicara tentang komposisi, maka ini menyangkut pengolahan gerak tari tunggal melalui kemampuan improvisas penari. Dengan demikian, tari Flamenco memerlukan penari-penari unggul, mampu menggunakan tubuhnya sendiri dalam berekspresi. Di Jakarta, silih berganti para penari, baik bersama maupun tunggal memperagakan kemampuan berimprovisasi dengan kedalaman rasa dan ekspresi orisinal. Mereka anggun, lemah gemulai, tapi seketika berubah menjadi kilat, guntur, gemuruh, meledak dan kemudian kembali tenang, terkendali, lembut lagi. Kontras, dan seakan kita diajak ke dunia Gypsi yang mistis, gaib -- lalu membangkitkan bulu roma karena kekaguman. Juana Amaya muncul sebagai penari tunggal pertama pada nomor kedua setelah tari pembukaan Martinette, merupakan Grande Opening. Ia menari Solea, berbaju hitam, berhiaskan kembang merah di baju serta rok bawah bagian dalam yang kadang terbuka manis, mengejutkan, sewaktu dimainkan sambil diangkat, turun naik, ke kanan kiri, terangkat sedikit, atau banyak. Kemudian, seluruh kakinya terlihat dengan indah dalam Zapateado-nya. Juana seorang penari yang kelihatannya masih muda, tapi sudah memiliki kualitas yang tinggi, berbobot Gypsi yang masih murni. Tubuhnya tinggi, semampai, namun bukan main panasnya permainan tarinya. Solis kedua, Antonio Calales dengan tari Farucca. Ia tampil dengan gaya Flamenco, duduk santai di kursi, lalu perlahan ber-Zapateado. Topi ciri Spanyolnya dibuang dengan gaya yang kuat, mengesankan. Begitu pula bolero atau jas kecilnya. Ia memiliki latar belakang tari klasik Spanyol, dan tari balet, dan pernah bergabung dengan penari duet ternama, Antonio dan Rosario dalam National Spanish Ballet. Solis berikutnya La Chana. Ia primadona dari rombongan dengan tari Alegrias. Penari Gypsi dari angkatan lebih tua ini bertubuh kecil, agak gemuk, tapi gesit dan energik betul. Permainan kakinya menakjubkan dan tubuhnya yang tak begitu ideal lagi justru memiliki pancaran yang paling istimewa. Dengan seluruh anggota badannya, ia dapat memukau penonton. Dan ada aneka ekspresi: perayu, pejuang, kasih sayang keibuan, penderita yang mencekam, atau singa yang berapi-api. Para kritisi menyamakan dia dengan penari kesohor Carmen Amaya -- sebagai pakar setaraf Martha Graham dan Doris Humphrey dari generasi klasik Modern Dance. Selain itu, penari Cristobal Reyes dan Angela Granados memiliki keunikan dan kualitas tersendiri. Christobal Reyes dalam gaya Gypsi Flamenco yang ulung juga. Dan Angela Granados dalam gaya klasik ala Rosario dan Antonio. Tak kalah pentingnya juga penyanyi dan pemusik gitar, seperti Alfonso Elv Veneno, La Tobala, Rafael Fajardo, Talegon de Cordoba, Chiqui, Nino del Tupe Parrilla Chico, Pedro Sierra. Mereka membawa kita ke dunia ajaib, dari masa lalu ke masa sekarang, yang kini menjadi bagian budaya Spanyol. Juliani Parani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini