Aku Bangga Jadi Anak PKI
Pengarang : dr. Ribka Tjiptaning Proletariyati
Penerbit : Jakarta: Cipta Lestari, Oktober 2002
Membaca buku ini kita seperti sadar bahwa slogan "hidup adalah untuk berjuang" menjadi ucapan klise. Sebab, bagi dr. Tjiptaning, "berjuang adalah untuk hidup". Tanpa itu, sulit dibayangkan anak seorang tahanan politik PKI bisa tetap bertahan dari penindasan politik, kemiskinan ekonomi, dan berbagai stigma oleh penguasa Orde Baru terhadap anak cucu korban Gerakan 1 Oktober 1965.
Peristiwa Gestok 1965 masih menyisakan misteri politik yang akan terus jadi perdebatan. Namun tragedi kemanusiaan yang diciptakan bukanlah sebuah misteri tapi kehidupan nyata dari jutaan orang. Dari buku ini dapat kita lihat bagaimana sang penulis melalui masa kecil dengan perjuangan mencari uang, sekolah, hidup berpindah, dan diasingkan dari masyarakat dan kerabat.
Dari sekian juta korban yang terkait dengan Gestok 1965, buku ini boleh dikatakan buku pertama yang ditulis dari perspektif anak korban. Sebelum buku ini terbit, sebuah tulisan yang cukup bagus ditulis oleh seorang anak korban, Pipit Rochiyat, di jurnal Indonesia terbitan Universitas Cornell, Amerika Serikat, pada pertengahan tahun 1980-an, dengan judul "Am I PKI or non-PKI?".
Baik Pipit maupun dr. Tjiptaning sama-sama mempunyai sudut pandang dari anak para korban. Keduanya juga mempunyai kesamaan, yaitu aktif dalam gerakan oposisi terhadap rezim Soeharto. Pipit, yang tinggal di Berlin, melakukan perlawanan di negeri yang relatif demokratis. Jadi, risiko dan keberanian yang dibutuhkan mungkin tidak sebesar yang dialami oleh dr. Tjiptaning, yang ditahan berkali-kali, dituduh komunis, kliniknya ditutup, dijadikan buron, dan digagalkan dari daftar calon anggota legislatif PDIP.
Judul buku ini mungkin terdengar agak provokatif bagi para pembaca, tapi isinya lebih merupakan biografi singkat dari seseorang yang terus berjuang dalam hidupnya. Namun esensi paling dalam dari buku ini mirip pesan arif Nelson Mandela, bahwa dari sebuah tragedi kemanusiaan yang mahahebat akan lahir sebuah kualitas masyarakat yang lebih baik dan beradab. Semoga pesan ini betul bertuah.
Wilson, staf di Lembaga Pengembangan Inisiatif Strategis untuk Transformasi (LPIST)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini