Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung -Perwakilan penyair menyambangi Balai Bahasa Jawa Barat di Bandung, Rabu, 31 Januari 2018. Mereka menyampaikan protes dan menolak Gerakan Puisi Esai Nasional gagasan tokoh survei politik Denny January Ali. Penyair pun mempertanyakan keterlibatan orang Balai Bahasa dalam gerakan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perwakilan penyair yang dipimpin Matdon berdialog langsung dengan Kepala Balai Bahasa Jawa Barat Sutejo di Ruang Perpustakaan. Kini ada 104 penyair di Jawa Barat yang menandatangani petisi penolakan Gerakan Puisi Esai Nasional. "Latarnya Denny JA itu ahli survei, tiba-tiba bikin puisi dan ingin diakui sebagai tokoh sastra," ujar Matdon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyair yang ikut mendirikan Majelis Sastra Bandung itu mengaku pernah diajak membuat puisi esai bertema sosial di Jawa Barat. Orang yang mengajak mengiming-imingi uang Rp 5 juta per puisi. "Juga diminta mengakui Denny JA sebagai tokoh sastra Indonesia," kata Matdon.
Menurutnya, puisi esai sudah dikenal sejak abad ke-18. Bedanya, puisi esai versi Denny JA harus disertai catatan kaki.
Gerakan Puisi Esai Nasional salah satunya membuat buku puisi dengan mengajak seratus lebih penyair dan penggiat sastra. Konon gerakan itu melibatkan orang-orang di Badan hingga Balai Bahasa di daerah. Matdon mempertanyakan kabar itu. "Balai Bahasa kami minta membersihkan kalau ada orangnya yang terlibat," kata Matdon.
Menurutnya dia, penyair bukan menentang puisi esai karena karya itu wujud kebebasan berekspresi. "Yang kami tolak upaya Denny JA yang ingin diakui sebagai tokoh sastra dengan iming-iming uang itu," ujar Matdon.
Kepala Balai Bahasa Jawa Barat Sutejo mengatakan, pihaknya bersikap netral dalam masalah tersebut. "Genre puisi esai menurut kami tidak masalah," katanya. Bagi Balai Bahasa, ujar Sutejo, masalah muncul ketika Denny JA menerbitkan buku 33 Tokoh Sastra. "Saya juga heran, sejak kapan DJA muncul sebagai sastrawan," kata Sutejo.
Soal keterlibatan orang Balai Bahasa Jawa Barat dengan proyek penulisan puisi esai itu, Sutejo menepisnya. "Di sini tidak ada yang terlibat. Kami mengimbau saja," ujarnya. Penolakan penyair itu akan disampaikan Balai Bahasa Jawa Barat ke Badan Bahasa.
Pada kesempatan lain Denny JA menyebut jika gagasannya tersebut tak menyalahi aturan apapun. Menurut dia, gagasan ini adalah sebuah ikhtiar budaya yang memfasilitasi sekitar 170 penyair yang ada dari Sabang hingga Merauke. "Ini kerja yang jarang diselenggarakan tanpa dana pemerintah dan juga tanpa sponsor seperti perusahaan rokok, atau pun perusahaan asing," tutur Denny kepada Tempo, Kamis 31 Januari 2018. Denny mengaku kalau dirinya mendanai gerakan yang digagasnya itu.
Menanggapi pro dan kontra yang terjadi, Denny memaklumi hal tersebut lantaran menurut dia ini adalah konsekuensi dari negeri demokrasi. "Orang berkekspresi diperbolehkan oleh Konstitusi, tak ada aturan yang dilanggar, tak ada penggunaan APBD juga di sini," tambah Denny.
Soal penilaian Denny untuk layak disebut tokoh sastra, menurutnya selama ini dirinya memang sudah lama berkecimpung di dunia penulisan puisi dan esai. Ia pun menyebut beberapa karya dan prestasi yang sempat diraih lewat karya yang pernah ia tulis.
Menurut Denny, seorang sastrawan asal Malaysia malah mengapresiasi genre karya yang ia buat yakni, puisi esei. Dr. Rem Dambul, ilmuwan Malaysia yang juga menulis puisi disebutnya menyambut positif genre baru puisi esai tersebut. Selain itu menurut Denny, karyanya sempat ditelaah sejumlah sastrawan Asia Tenggara. Ada sekitar 24 buku puisi Denny JA yang ditelaah dalam acara yang digagas Badan Bahasa dan Sastra Sabah Malaysia itu.
Bahkan ia membanggakan salah satu bukunya, Fang Yin's Hankerrchief yang sempat menjadi best seller nomor 1 di toko buku online dunia, Amazon.com. Buku tersebut menurut Denny bertengger di rangking no 1 Kindle Store kategori buku puisi dunia. "Mungkin karya sastra saya lebih banyak dari mereka," ujar Denny mengacu pada beberapa pihak yang kontra dengan dirinya tersebut.
Tulisan ini mengalami revisi yakni penambahan tanggapan dari Denny JA usai dihubungi Tempo, Kamis malam pada pukul 21.30 WIB