POLITICS & BUSINESS: A STUDY OF MULTI-PURPOSE HOLDING BERHAD Oleh: Bruce Gale Penerbit: Eastern Universities Press (M) Sdn Bhd, Singapura, 1985, 244 halaman BERBEDA dengan negara Asia Tenggara lainnya, di mana keturunan Cina merupakan minoritas maka di Malaysia, mereka, yang menurut sensus 1980 merupakan 35% dari jumlah penduduk, merupakan kekuatan politik yang hampir sejajar dengan golongan Melayu. Buktinya: sejak merdeka pada 1957, Malaysia diperintah oleh pemerintahan koalisi UMNO, partai politik golongan Melayu, dan Malaysian Chinese Association (MCA). Di bidang ekonomi, seperti juga di negara Asia Tenggara lainnya, golongan Cina mempunyai kekuasaan ekonomi yang cukup besar. Sampai 1970, ekonomi Malaysia memang masih dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Inggris - suatu pola yang sudah berlangsung sejak zaman kolonial. Tapi golongan Cina sudah menguasai 23% (bandingkan dengan golongan Melayu yang hanya memiliki 2%) diukur dari nilai saham perusahaan-perusahaan yang dimiliki. Sejak merdeka, terutama pada dekade awal, keadaan di Malaysia memang tidak berubah banyak. Perbaikan kehidupan yang didambakan mayoritas penduduk Melayu, yang umumnya tmggal dl desa-desa, masih tak kunjung tiba. Maka, pada 1969, Kuala Lumpur pun menyaksikan kerusuhan rasial paling buruk dalam sejarah Malaysia - ratusan orang tewas. Tapi tragedi ini telah menyadarkan para pemimpin Malaysia bahwa sesuatu harus dilakukan untuk memperbaiki ekonomi golongan Melayu. Maka, Rencana Pembangunan Lima Tahun, yang dirumuskan setahun setelah tragedi, secara tegas mengarahkan sasaran untuk mencapai kekuasaan ekonomi yang lebih berimbang antara golongan Melayu dan non-Melayu. Kebijaksanaan ini, yang kemudian dikenal dengan nama Kebijaksanaan Ekonomi Baru (NEP), akan mengusahakan, di antaranya, pada 1990 nanti golongan Melayu memiliki 30% dan golongan Cina 40% saham perusahaan-perusahaan di Malaysia. Tak heran, sejak itu pemerintah Malaysia, dengan agresif membantu perusahaan-perusahaan orang Melayu. Bahkan pemerintah mendirikan beberapa lembaga ekonomi, yang kegiatannya terutama membeli saham berbagai perusahaan asing yang bergerak di sektor ekonomi yang vital, dan kemudian menjual saham itu kepada orang Melayu. Dengan cara demikian, pemerintah berharap pemilikan modal orang Melayu bisa berkembang dengan cepat. Dapat dimengerti kalau golongan Cina merasa gelisah dan terancam. Buku ini mengisahkan bagaimana MCA bereaksi terhadap tantangan yang dihadapinya. Dari tulisan Bruce Gale, terungkap banyak interaksi politik dan bisnis yang rnenarik, dan khas Malaysia. MCA ditulis, misalnya, segera mengorganisasikan serangkaian dlskusl dan seminar tentang peranan ekonomi golongan Cina, dan para pemimpin mereka tak jemu-jemunya menegaskan bahwa sudah waktunya meninjau kembali status perusahaan-perusahaan golongan Cina, yang sebagian besar merupakan perusahaan keluarga. Menurut pimpinan MCA, perusahaan-perusahaan keluarga tak punya masa depan dan sulit berkembang. Kampanye tentang perlunya golongan Cina memobilisasikan modal secara besar-besaran dan mendirikan perusahaan raksasa lalu digalakkan. Akhirnya, pada 1975, lahirlah Multi-Purpose Holding Berhad (MPHB) - sarana ekonomi yang diharapkan tokoh-tokoh MCA mampu bersaing dengan perusahaan asing dan perusahaan Melayu yang didukung pemerintah. Mula-mula MPHB mengeluarkan saham, dan terkumpul dana sebesar M$ 10 juta. Pembeli saham MPHB terutama orang-orang Cina kelas menengah dan profesional. Sedangkan kalangan pengusaha Cina sendiri bersikap skeptis terhadap pendirian MPHB--mungkin mereka khawatir bahwa berkembangnya MPHB akan merupakan saingan bagi bisnis mereka. Usaha pertama MPHB adalah membeli sebidang tanah untuk proyek perumahan murah di pinggir Kuala Lumpur. Berikutnya, MPHB memusatkan usaha pada pembelian saham-saham perusahaan terkemuka, yang bergerak di bidang real estate, perkebunan, asuransi, perkapalan, dan perdagangan internasional ala sogoshosha Jepang. Dalam waktu relatif pendek, MPHB sudah merupakan salah satu konglomerat besar di Malaysia. Akhir 1982, tercatat tidak kurang 13 perusahaan dan anak perusahaan berada di bawah penguasaannya. Salah satu faktor yang mendukung kemajuan MPHB, sekalipun perusahaan ini dibentuk oleh suatu partai politik, pengelolaannya dipercayakan pada tenaga-tenaga profesional, yang kebanyakan bekas direktur perusahaan-perusahaan besar. Di samping itu, pimpinan MPHB berhasil menjalin hubungan baik dengan tokoh-tokoh terkemuka orang Melayu. Presiden direktur MPHB Tan Koon Swan, misalnya, mempunyai relasi bisnis yang intim dengari Tan Sri Patuk Haji Mohamad Noah, mertua dari dua bekas perdana menteri Malaysia - Tun Abdul Razak dan Datuk Hussein Onn. Meluasnya kegiatan MPHB dengan sendirinya mengundang reaksi golongan Melayu. Reaksi itu memuncak ketika MPHB berusaha membeli sebagian besar saham United Malay Banking Corporation (UMBC), bank ketiga terbesar di Malaysia. Di sini MPHB menghadapi Pernas, satu konglomerat Melayu yang didirikan dan didukung pemerintah. Pernas, yang memiliki sebagian saham UMBC, merasa terancam kedudukannya apabila MPHB berhasil menguasai bank itu. Organisasi pemuda UMNO mengeluarkan pernyataan keras menentang maksud MPHB itu, sekalipun Perdana Menteri Dr. Mahathir Mohammad dan pimpinan UMNO lainnya bersikap netral. Peristiwa UMBC menyadarkan pimpinan MPHB bahwa di Malaysia, tempat bisnis dan ekonomi mengandung kadar politik yang tinggi, ada satu batas yang tak bisa dilampauinya. Mungkin karena itulah tulisan Bruce Gale - yang sebenarnya merupakan studi mikro sebuah perusahaan dan bahan awal disertasi doktornya pada Universiti Kebangsaan Malaysia - tidak bisa melepaskan diri dari analisa politik yang cukup jauh dan golongan Cina. Kesimpulan Gale yang mengatakan bahwa keberhasilan MPHB di Malaysia akan ditentukan oleh kemampuannya membina kerja sama dengan perusahaan-perusahaan orang Melayu untuk mendirikan perusahaan patungan tampaknya juga berlaku bagi perusahaan-perusahaan orang Cina di negara lain, yang mayoritas penduduknya bukan orang Cina. Winarno Zain
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini