Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
|
Tapi, apakah dia benar-benar gila? Dibandingkan dengan pasien lainnya, Kaysen merupakan orang yang paling tampak normal. Penghuni lainnya di rumah sakit itu, masing-masing punya masalah. Polly (Elisabeth Moss), misalnya, pernah membakar diri semata untuk menghilangkan bintik hitam di wajahnya. Begitu pula Daisy (Brittany Murphy), anak papi yang senang menyendiri di dalam kamarnya sambil menyantap ayam panggang. Yang agak mendingan, Georgina (Clea Duvall), teman sekamarnya, yang gila karena sering berbohong.
Namun, lambat laun, kegilaan benar-benar menyergapnya. Itu terjadi setelah dia bertemu dengan Lisa (Angelina Jolie), yang baru kembali dari pelarian. Lisa adalah pasien yang sudah menghuni rumah sakit itu selama delapan tahun dan tak kunjung sembuh. Tak dinyana, mereka kemudian menjadi akrab. Puncaknya, kemudian mereka melarikan diri bersama. Dalam pelarian itu, mereka singgah di apartemen Daisy, pasien yang telah dinyatakan sembuh. Di sana Lisa meneror Daisy hingga akhirnya menyebabkannya bunuh diri. Peristiwa itu pula yang mengembalikan kewarasan Kaysen.
Film yang diangkat berdasarkan novel dengan judul yang sama itu merupakan kisah nyata yang dialami Susanna Kaysen, sang penulis novel, pada akhir dekade 1960. Dalam beberapa hal, sutradara James Mangold cukup berhasil mengangkatnya menjadi sebuah film. Dia melemparkan beberapa isu yang sempat muncul pada akhir dekade 1960. Misalnya, soal seks bebas—lewat tokoh Susanna (meski cuma dua kali melakukan hubungan seks) dan penolakan terhadap kehidupan yang normal, yakni menolak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Girl, Interrupted merupakan penggambaran yang manis tentang kegilaan dan kehidupan di rumah sakit jiwa. Rumah sakit gila merupakan tempat yang nyaman bagi pasiennya. Keadaannya nyaris tiada beda dengan asrama mahasiswa ketimbang lorong-lorong kaku sebuah rumah sakit gila. Para pasien dibebaskan merokok, menonton televisi yang menyajikan berita tentang demo antiperang, undian lotere, dan film Wizard of Oz. Begitu pula dengan para perawatnya, yang amat bersahabat. ”Ini rumah sakit yang terbaik,” kata Valerie, kepala perawat, yang dimainkan dengan mengesankan oleh Whoopi Goldberg.
Sebuah penggambaran yang sangat berbeda dengan gambaran umum dari sebuah rumah sakit jiwa di mana pun. Apalagi bila dibandingkan dengan film yang memiliki tema serupa, One Flew Over The Cuckoo’s Nest. Dalam film itu, sutradara Czech Milos Forman menyatakan menjadi gila (apa pun sebabnya) sangatlah tidak menyenangkan. Itu digambarkan Forman dengan memasukkan tokoh para perawat yang bengis dan keadaan yang serba tak ramah.
Meski begitu, toh dengan bekal bahan mentah dari novel yang kuat, yakni novelnya itu sendiri, Mangold, yang ikut menulis skenario, tak kehabisan akal untuk mencuatkan konflik yang timbul dari para pasien. Bersama Lisa Loomer dan Anna Hamilton Phelan, ia cukup berhasil menciptakan konflik kejiwaan yang muncul dari pasien yang merupakan perempuan-perempuan muda itu. Satu adegan, misalnya, ketika Polly dirundung kedukaan. Susanna dan Lisa berusaha menghibur Polly dengan bernyanyi bersama di balik pintu kamar. Mengharukan.
Hanya, penulis skenario tak cukup tekun menggarap satu konflik hingga tuntas, sehingga dengan munculnya banyak masalah yang diangkat, penyelesaiannya terasa tergesa-gesa. Untunglah, akting yang sempurna dari pemain-pemainnya berhasil menutup kelemahan penulisan skenario itu.
Winona Ryder, yang didukung oleh kecantikannya yang alami, berhasil dengan sempurna menampilkan peran seorang wanita muda yang rapuh secara psikologis. Dan, yang paling dahsyat adalah penampilan Angelina Jolie, yang tengil, nakal, tapi pada saat lain dia menjadi sangat tertekan ketika tak kuat lagi menanggung beban berat yang menimpanya. Pantaslah bila dia diganjar sebagai aktris pendukung terbaik dalam Oscar tahun ini.
Agaknya, bintang besar dan tema yang menarik bukanlah sebuah jaminan tanpa sebuah skenario yang kuat. Semestinya, film ini tak sekadar menjadi kilasan kisah sebuah persinggahan Kaysen dalam kegilaan yang tak diinginkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo