PEMILIHAN grup wayang topeng Asmoro Bangun dari desa Kedung
Monggo, Kabupaten Malang, untuk mewakili Jawa Timur, mengagetkan
pejabat setempat. Karena selama 4 tahun terakhir ini, mereka
sibuk menatar grup dari desa Jabung, tidak jauh dari Kedung
Monggo. Ternyata Asmoro Bangun memang lebih menampilkan ciri
khas Jatim.
Grup dari Jabung dibina karena hampir saja terlepas dan punah
dari sejarah kehidupan teater tradisionil sekarang. Pada tahun
1971, seorang murid konservatori karawitan Surabaya
menceritakan kepada gurunya bahwa di Jabung ada Wayang Topeng.
Baru tahun 1975 kemudian sebuah buku berjudul Dramatari Topeng
Jabung, Sebuah Pengantar Penelitan terbit -- dan sekaligus
menarik hati Kanwil Dep. P & K Jatim. Pebruari tahun ini, grup
Jabung itu dikirimkan ke Yogya untuk menghadiri festival tari
topeng.
"Tapi gerak tari dari grup Asmoro Bangun ternyata lebih otentik
dari Jabung, materi tarinya pun lebih kaya," ujar Soetrisno dari
Kanwil P & K Jatim kepada Dahlan Iskan dari TEMPO. Asmoro
Bangun yang dipujikan itu dipimpin oleh seorang petani bernama
Karimun. Ia mewarisi topeng dari ayah dan kakeknya. Sejak usia
13 tahun Karimun sudah membiasakan kombinasi tani dan tari. Tapi
pada tahun 1968 timbul krisis, sehingga anggotanya hanya tinggal
8 orang. Syukur ada rencana pemerintah memberikan angin,
sehingga sekarang awaknya melompat lagi jadi 18 orang.
Karena siang hari para artis banyak yang mencangkul, jadi kenek
kolt atau pilot pedati, latihan terpaksa hanya berlangsung
malam. Sekitar 35 buah topeng yang diperlukan, padahal di rumah
Karimun hanya ada seperangkat gamelan tua, kostum yang itu-itu
juga dan hanya dua set topeng. Tapi semangat tinggi. "Kami
biasanya berada di panggung semalam suntuk, lha kok hanya diberi
waktu 10 menit?" katanya dengan heran melihat kepelitan orang
Jakarta pada waktu untuk festival ini.
Karimun punya juga teori. Kehancuran wayang topeng di Jawa Timur
menurut dia karena tidak adanya kelanjutan kerajaan-kerajaan
setelah Majapahit bubar. Ia menyebutkan zaman Majapahit sebagai
zaman keemasan topeng, lantaran kesenian itu menjadi kesenian
kerajaan. Bahkan ia berani mengatakan topeng-topeng yang
berkembang di seluruh Jawa dan Bali berasal dari Jawa Timur --
lewat ekspansi Majapahit.
Wayang topeng sendiri dikatakannya lebih kuno ketimbang
Majapahit. Menurut Karimun, wayang ini lahir di kerajaan
Jenggala abad ke-XII, dari kepala Raden Wiraraja dengan nama
"Wayang Wwang". Lakonnya diambil dari epos Ramayana dan
Mahabharata. Ornamen topengnya bersifat dekoratif, berbeda
dengan topeng tari Jawa Tengah yang masih 3 dimensi.
Dari mulut petani Karimun mengucur pula kisah peranan wayang
topeng sebagai kekuatan rakyat melawan Belanda. Setelah zaman
kerajaan berlalu, topeng menjadi milik rakyat. Belanda selalu
mengamat-amatinya dan menjaga ketat, karena yang ditampilkan
seringkali serial Panji yang menyangjung-nyanjung kehebatan
kerajaan -- sehingga membangkitkan semangat nasionalisme. Yang
menarik ialah di zaman belakangan ini, topeng hilang dari
peredaran oleh ketakutan -- karena dianggap milik Lekra. Baru
tahun 1968 muncul lagi. Menyusul anggaran Pemerintah Rp 500 ribu
dan rencana untuk memasukkannya dalam kurikulum pendidikan
karawitan di Surabaya.
Untuk memimpin rombongan Jatim yang berjumlah 45 orang, dipilih
seorang manager yang ternyata jatuh pada pak Lurah Kedung
Monggo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini