Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Rehal-james r. lapian

Pengarang: anna mathews kuala lumpur: oxford unviversity press, 1983. (bk)

29 Desember 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THE NIGHT OF PURNAMA Oleh: Anna Mathes Penerbit: Orord Unilersity Press, Kuala Lumpur, 1983, 220 halaman SYAHDAN, suatu ketika kera, yang juga dianggap binatang suci oleh orangorang Bali beragama Hindu, bermain-main dengan bulan. Secara tak sengaja kera-kera itu menorehnya, dan torehan bulan itu jatuh ke bumi menjadi tiga potongan. Potongan pertama jatuh di Pulau Jawa dan membentuk Gunung Semeru, sedangkan sisanya menjadi Gunung Agung di Pulau Bali dan membentuk Gunung Rinjani (disebut Anna Mathews: Rindiani) di Pulau Lombok. Karena itu, tak mengherankan bila orang Bali menguduskan ketiga gunung itu. Bila Gunung Agung menunjukkan kegiatannya, misalnya, maka dari Bali diberangkatkan empat pendeta, masingmasm dua oran ke Gunung Semeru dan Gunung Rinjani membawa sesajen serta setumpuk doa. Buat orang Bali, surga itu terletak di puncak Gunung Agung, sedangkan neraka berada di dasar gunung itu - yang dilambangkan dengan kobaran api nan tak kunjung padam. Dari situlah sebenarnya cerita Anna Mathews, yang datang ke pulau dengan seribu dewa bersama suammya, dimulai, Ia yang mengaku sebagai salah satu saksi mata waktu Gunung Agung meletus pada 1963, tidak cuma sekadar berkunjung di Iseh, desa yang didiaminya, tapi juga menuliskan keanehan-keanehan yang dirasakannya sebagai warga kultur Barat. Langkanya sarana transportasi, sulitnya mencari tenaga dokter, dan segala macam upacara keagamaan adalah keanehan-keanehan di mata Mathews. Ia mencoba memahaminya, tapi tidak sepenuhnya berhasil. Emosi Mathews memuncak ketika peravaan sakral Eka Dasa Rudra akan diselenggarakan. "... Jutaan rupiah dihamburhamburkan hanya untuk membiayai para pendeta, menyediakan sesajen, membeli bermeter-meter kain putih, serta menyiapkan makanan untuk para peserta upacara dan tamu-tamu," tulisnya. Sementara itu, Gunung Agung mulai batuk-batuk dan menyemburkan isi perutnya, yang menimbulkan kepanikan bagi penduduk di sekitar gunung itu termasuk Anna dan suaminya. Di Denpasar, orang seakan tak menghiraukan apa yang terjadi dengan gunung itu. Di Jakarta, orang malah sibuk mempersiapkan konperensi PATA dan sekaligus mempromosikan Bali sebagai obyek wisata kepada peserta konperensi itu. Dan Mathews makin berang ketika membaca pengumuman gubernur, yang dimuat di harian Sara Indonesia, bahwa perayaan Eka Dasa Rudra tetap akan dilangsungkan. Gunung Agung akhirnya meletus. "Dahsyat," kata Mathews. Lalu, semua upacara dibatalkan, peserta konperensi PATA yang dibawa berkunjung ke Bali segera hengkang, kekurangan pangan terjadi di mana-mana, kendati bantuan mengalir bagaikan lahar Gunung Agung. Upacara penyunatan segala macam bentuk bantuan itu membuat Mathews makin heran dan bingung. Paling tidak, itulah catatan pandangan mata seorang wanita Barat (tentu saja subyektif sekali) dari peristiwa yang cukup banyak memakan korban tersebut. James R. Lapian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus