Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Empat Jam Superhero Snyder

Justice League garapan Zack Snyder, yang dituntut kemunculannya selama bertahun-tahun, akhirnya datang juga. Berdurasi empat jam, ini adalah film yang khusus dibuat untuk memenuhi hasrat penggemar.

3 April 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aksi Aquaman, Cyborg, Wonder Woman, Flash dan Batman mengendarai Batmobil dalam Justice League Synder Cut. HBO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI segala gonjang-ganjing yang ditimbulkan Zack Snyder’s Justice League di jagat maya, yang paling janggal terjadi sepuluh hari sebelum jadwal resmi penayangan film ini di kanal HBO Max. Sejumlah pelanggan yang hendak menyaksikan film Tom & Jerry terbaru arahan Tim Story di layanan itu malah menemukan diri mereka menonton Justice League versi Zack Snyder, yang seharusnya baru rilis pada 18 Maret 2021. Ada yang sempat menonton sampai satu jam penuh, hingga seseorang sepertinya menyadari kesilapan besar itu, mencabut film, lalu mengembalikan tayangan kucing dan tikus gontok-gontokan. Namun pengguna Twitter sudah telanjur mengunggah tangkapan layar kebocoran itu dan membuatnya viral.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Entah disengaja entah tidak, kebocoran itu menambah keseruan perbincangan film ini di media sosial. Di antara semua film Warner Bros, Zack Snyder’s Justice League adalah yang paling masif dibicarakan, bahkan jauh sebelum kemunculannya. Mulanya adalah kekecewaan penggemar DC atas Justice League 2017 yang dirampungkan oleh Joss Whedon karena terlalu “berwarna”, terlalu “ringan” atau dengan kata lain “ke-Marvel-Marvel-an”. Proyek 2017 sebenarnya dimulai oleh Snyder sendiri, tapi dia menarik diri di tengah pasca-produksi setelah kematian putrinya, Autumn. Estafet kemudian beralih ke tangan Whedon (The Avengers, 2012) yang, sesuai dengan pesanan bos Warner Bros, membuat film superhero DC itu dengan durasi padat dan lebih ngepop. Whedon merekam ulang banyak adegan. Belakangan, Snyder mengungkapkan bahwa Whedon hanya memakai seperempat dari rekaman awal yang sudah dirampungkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ray Porter sebagai Darkseid dalam Justice League Snyder Cut. HBO

Ketidakpuasan atas versi Whedon dan keinginan menyaksikan versi penuh buatan Snyder melahirkan gerakan #releasetheSnydercut sejak dua tahun lalu. Selain kampanye di media sosial, ada yang berdemo di depan kantor Warner Bros. Bahkan ada yang memasang reklame besar di billboard dan pesawat. Tuntutan penggemar itu akhirnya terpenuhi pada Maret 2021. Inilah dia: Justice League versi Snyder. Bermodal US$ 70 juta, ada adegan baru, penyuntingan segar, efek khusus lebih canggih, dan durasi yang jauh lebih panjang (empat jam!).

Mau tak mau, penilaian atas film ini pasti berupa perbandingan dengan versi rilisan bioskop sebelumnya. Snyder setidaknya bersetia pada khitah film-film DC. Gelap, bergerak lambat, cenderung serius, dan dengan selipan lagu yang mencabik hati. Banyak sekali adegan liris. Rutinitas Lois Lane (Amy Adams) setelah kepergian Clark Kent/Superman (Henry Cavill) seperti dicomot dari sebuah klip video lagu patah hati paling menyayat. Dengan latar seolah-olah satu kota sedang tenggelam dalam duka ini, tak jelas apakah waktu masih pagi atau sudah memasuki malam. Begitu suramnya sampai-sampai lelucon yang dicoba dilontarkan, seperti oleh The Flash, hampir selalu terasa canggung dan tidak pada tempatnya.

Ibarat buku, film berdurasi 242 menit itu dibagi Snyder menjadi enam judul bab dan epilog. Jalan cerita tak menyimpang jauh dari versi 2017. Superman mati, lalu Batman dan Wonder Woman merasa perlu membuat geng pahlawan super untuk menyelamatkan bumi. Aquaman, The Flash, dan Cyborg kemudian direkrut. Lalu, seperti biasa, ada musuh superkuat yang harus dihadapi bersama.

Tampilan Steppenwolf dalam Justice League Snyder Cut. HBO

Bedanya, kali ini ada banyak waktu untuk menggali kelahiran tiap pahlawan super. Kemewahan ini tidak kita dapatkan pada versi sebelumnya, yang menempatkan Flash (Ezra Miller) dan Cyborg (Ray Fisher) sebagai pahlawan sempalan saja yang ujuk-ujuk bergabung dengan geng Batman (Ben Affleck) dan Wonder Woman (Gal Gadot) untuk menyelamatkan dunia. Snyder berinvestasi dengan memaparkan latar belakang mereka, alias isu-isu dengan ayah yang membuat mereka entah begitu trauma entah justru termotivasi sehingga menjadi pahlawan super.

Selain itu, untuk tokoh lebih terkenal, seperti Wonder Woman dan Aquaman, ada momen khusus ketika mereka betul-betul ditampilkan dengan agung. Lihat bagaimana Aquaman berjalan dengan penuh gaya di tengah lautan berkecamuk badai yang menderu-deru atau bagaimana Wonder Woman memukau sekelompok gadis kecil dan menginspirasi mereka untuk menjadi apa pun yang diinginkan. Di satu sisi, langkah ini barangkali membuat penonton merasa lebih terikat secara emosional dengan tiap tokoh. Namun penggalian cerita personal yang berpanjang-panjang itu juga yang membuat film ini terasa seperti beberapa cerita dengan karakter utama berbeda dijadikan satu. Lebih baik menonton film solo tiap tokoh saja kalau mau tahu betul asal-usulnya.

Motif tokoh villain, Steppenwolf, juga dibuat lebih kuat dan darurat. Dengan efek khusus, monster bertanduk ini tampil jauh lebih keren. Tubuhnya diselimuti susunan sisik metal seperti silet yang berkertak-kertak mengancam setiap kali ia bergerak. Sementara sebelumnya Steppenwolf seolah-olah beraksi tunggal, kali ini dia muncul ibarat martir untuk entitas yang jauh lebih menakutkan, lebih layak menjadi lawan tanding paripurna para pahlawan, yaitu Darkseid. Ya, kira-kira setara dengan Thanos-lah kalau di Marvel. Meski Darkseid belum benar-benar berduel langsung dengan skuad Justice League, setidaknya setiap aksi Steppenwolf selalu dikaitkan kembali dengan sosok bosnya itu sehingga kita dapat membayangkan musuh sebesar apa yang menanti Superman dan kawan-kawan.

Henry Cavill sebagai Superman dalam Justice League Snyder Cut. HBO

Polesan paling baik yang dilakukan Snyder adalah tidak kelewat mengultuskan sosok Superman. Pada versi 2017, Superman-lah muara semuanya. Kematiannya berarti kiamat dan menghidupkannya kembali adalah jalan keluar satu-satunya karena urun kekuatan Batman, Wonder Woman, Aquaman, dan lain-lain sekalipun tak berdaya tanpa Superman. Peran itu dibagi lebih merata dalam “Snyder Cut”—julukan untuk Zack Snyder’s Justice League. Tiap tokoh punya kontribusi, bahkan The Flash menjadi penentu sukses geng ini dalam duel pamungkas. Snyder memperlihatkan bahwa yang dibutuhkan memang kolaborasi, bukan pameran kekuatan suatu sosok tunggal.

Satu adegan yang benar-benar baru dalam Zack Snyder’s Justice League muncul tepat di akhir film, setelah kita tahan menonton hampir empat jam. Adegan ini juga satu-satunya yang difilmkan ulang oleh Snyder dan kru dengan susah payah karena Ezra Miller keburu sibuk menjalani syuting di Inggris sehingga harus ditambahkan secara digital dengan green screen. Itu adalah dunia pasca-apokalips, atau Knightmare, setelah invasi Darkseid. Di sini kita bertemu dengan Joker (Jared Leto) yang lebih gondrong dan tetap menyebalkan. Bagian ini muncul dalam video cuplikan sebelum Snyder Cut rilis dan menjadi yang paling diantisipasi. Dunia mimpi buruk Batman itu diniatkan sebagai basis cerita berikutnya, jika ada. Namun secuil adegan di ujung itu seperti ditempel begitu saja dan hanya memicu kebingungan.

Pada akhirnya, film ini memang dikhususkan untuk memuaskan para penggemar. Sebuah kesempatan remedial setelah tes yang hasilnya dirasa tak cukup memenuhi standar. Jauh lebih panjang, lebih banyak penjelasan, lebih sesuai dengan selera para pencintanya. Apakah menjadi lebih menarik bagi penonton yang tak terlalu mengikuti kisahnya? Tidak juga.

MOYANG KASIH DEWIMERDEKA

Zack Snyder’s Justice League

Sutradara:
Zack Snyder

Penulis skenario:
Chris Terio

Pemain:
Gal Gadot, Ben Affleck, Henry Cavill, Jason Momoa, Ezra Miller, Ray Fisher

Produksi:
Warner Bros

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Moyang Kasih Dewi Merdeka

Moyang Kasih Dewi Merdeka

Bergabung dengan Tempo pada 2014, ia mulai berfokus menulis ulasan seni dan sinema setahun kemudian. Lulusan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara ini pernah belajar tentang demokrasi dan pluralisme agama di Temple University, Philadelphia, pada 2013. Menerima beasiswa Chevening 2018 untuk belajar program master Social History of Art di University of Leeds, Inggris. Aktif di komunitas Indonesian Data Journalism Network.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus