PERCAYA atau tidak, kegemaran memang bisa berubah. Sutarno,
sopir kolt Yogya-Solo itu, menyukai lagu-lagu Eddy Silitonga dan
Diana Nasution. Tapi ia justru membeli kaset Ebiet G. Ade.
"Pokoknya lagu Ebiet enak. Cocok untuk saya, dan penumpang tak
pernah protes kalau lagu itu yang saya putar," katanya
meyakinkan. Alasan yang sama diberikan juga oleh sopir kolt
Depok-Jakarta, misalnya. Tak heran, bukan?
Munculnya Camellia I dan kemudian Camellia II tahun lalu, dua
album Ebiet, rupanya berhasil mempengaruhi pasaran lagu dangdut.
Musik pop kembali sering berkumandang di kampung, di radio
non-RRI, juga di bis. Beberapa penjual kaset di Jakarta menduga,
itu karena iklan Ebiet di teve. Bah! -- di Jawa Timur dan
Tengah, siaran TVRI Surabaya yang masih mengiklankan Raba-Raba
(album dangdut mutakhir) toh tidak berhasil mengatrol pasaran
dangdut.
Sejumlah penjual kaset di Yogya dan Surabaya masih senyum-senyum
akibat uang masuk dari kaset Ebiet. Dua bulan lalu penjual kaset
terbesar di Yogya bahkan mencatat: rata-rata 30 kaset albumnya
terjual seharinya. Dan meskipun sejak akhir Januari mulai
menurun, tak kurang 5 kaset masih terjual setiap hari. Toko-toko
lain mencatat sekitar 20 kaset, waktu masih hangat. Juga di
toko-toko kaset Ujungpandang: Ebiet top.
Toko kaset terbesar di Yogya, di Jalan Malioboro, sampai memesan
kembali lebih dari lima kali. "Dan biasanya sekali pesan
sekitar 400-an kaset," kata penjaga toko. Ini bisa dibanding
dengan Benci Tapi Rindunya Diana Nasution -- saingan Ebiet
terberat -- yang pada masa hangatnya hanya maksimal terjual 15
kaset per hari.
Jumlah penjualan kaset Ebiet per hari di pusat perdagangan mewah
di Jakarta, di Aldiron. Plaza, tak kalah dengan Yogya. Bahkan
kini sebuah toko kaset di Aldiron masih mencatat rata-rata 10
kaset bisa habis sehari. Juga di pusat perdagangan Glodog dan
Blok M.
Dan meski kini Diana Nasution kelihatan sedang ngetop, kata
beberapa penjual kaset kepada TEMPO. "Diana masih hampir
menyamai Ebiet. Belum melebihi." Lagi pula omzetnya paling
banter hanya separuh omzet kaset Ebiet.
Sejumlah pemancar radio non-RRI, yang suka menyelenggarakan
tangga lagu-lagu, bisa pula mengobrol. Radio Kejayaan di
Kebayoran Baru, mencatat tiga bulan lebih lagu Ebiet bertahan.
Biasanya musik pop yang ngetop hanya mampu bertahan dua bulan
atau lebih sedikit. Memang hal seperti di Radio Kejayaan tak
merata ke semua pemancar non-RRI. Sampai kini misalnya, menurut
Edie Dipanegara dari Radio Sonora, meski Ebiet bertahan 9 minggu
toh "belum bisa menumbangkan Sabda Alamnya Chrisye yang bertahan
10 minggu." Bahkan pengasuh acara 'Tujuh Populer' di Radio
Sonora itu punya ukuran: yang top ialah yang telah diuji lewat 4
volume. "Artinya, dengan 4 volume itu dia sudah punya standar,"
katanya tanpa menjelaskan lebih lanjut. Sedang Ebiet baru punya
dua, hanya itu soalnya.
Di Yogya, 14 radio non-RRI tambah RRI-nya sendiri punya satu
organisasi disebut 'Yogyakarta Top Hits'. Mereka bersepakat
tiap Jumat selama sejam mengudarakan musik pop yang paling
sering diputar pada minggu itu -- dengan tujuan, menurut Awi R.
dari Radio Reco Buntung, Sekretaris YTH, "untuk menggalakkan
lagi pop Indonesia agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri,"
katanya kepada TEMPO. Tercatat selama Desember tahun lalu sampai
Januari tahun ini, Kepada Kawannya Ebiet merajai acara Jumat
siang itu. Memang, kini misalnya di Radio Arma 11, Yogya,
kedudukan teratas direbut Emilia Contessa dengan albumnya Lebih
Manis Ada Cinta, disusul Diana Nasution\dengan Tiada Kasih
Sayang.
Tapi baiklah -- untuk mengetahui seberapa tinggi Si Ebiet
ngetop, kita temui produsernya, Bung Jackson.
Di kantornya di kawasan Glodok, Jakarta Kota, produser kaset
berusia 31 tahun ini bercerita. Mula-mula dia katakan, dia
mempunyai ukuran minimal untuk kaset yang dipasarkannya: 55 ribu
eks. Dan Ebiet, baik Camellia I maupun II, ternyata mencapai 4
kali minimal: coba dihitung. Seberapa tinggi itu? Dia lantas
membuat perbandingan. Karmila Farid hanya mencapai titik
minimal. Album keduanya, yang berjudul panjang: Ikan Laut pun
Menari di Bawah Tanganmu, memang lebih laris -- mencapai tempat
di atas minimal, tapi tak sampai dua kalinya.
Baru pada Musim Bunga Franky & Jane, keluar tahun 1978,
produser ini panen album pertama kakak-beradik itu mencapai
sekitar 3 kali minimal. Cuma album kedua mereka merosot sampai
tak ada dua kali minimal. Bahkan album ketiganya: Dan Ketuk
Semua Pintu, ternyata tak benar-benar mengetuk semua penggemar:
turun drastis sampai di bawah minimal.
Perbandingan yang lain dengan para penyanyi kontrakan Musica
Studio. Hetty Koes Endang dan Chrisye misalnya belakangan ini
memiliki sukses yang lumayan. Berapa omzetnya? Produsernya tak
mau menyebut jelas. Hanya Anton Issudibyo, manajer publisitas,
memberi gambaran: "Biasanya di atas 100.000 kaset." Bagaimana
pula dengan Leo Kristi, atau Guruh, dari produser lain?
Kira-kira seukuran Farid.
Memang, publisitas memegang peranan penting pula di samping
kualifisisi penyanyi sendiri. Menurut pengakuan Jackson kepada
TEMPO misalnya, ketika memasarkan Camellia I ia mencoba
memancing ingin tahu orang siapa itu gadis Camellia. Caranya?
Itu tak dikatakan.
Agak susah mencek kebenaran tutur si Jackson. Beberapa penggemar
Ebiet malahan jatuh hati kepada kasetnya bukan karena lagu itu,
tapi yang lain: Lagu untuk Sebuah Nama atau Dia Lelaki Ilham
dari Sorga. Memang ada seorang gadis siswa sebuah SMA Negeri di
Surabaya yang menceritakan kisah jatuh cintanya kepada kaset
Ebiet karena lagu Camellia. Kepada wartawan TEMPO Slamet Oerip
Pribadi, gadis itu mengaku bahwa tahun lalu dia patah hati.
Suatu malam, karena sulit tidur, ia mendengar itu Camellia.
"Saya tersentak: lagu itu menggambarkan seorang pria yang begitu
memuja seorang wanita," katanya dengan "penuh seriosa".
Selanjutnya, hatinya tersambung kembali dengan harapan: tentu
kelak dijumpainya juga seorang lelaki yang benar-benar cinta
kepadanya, begitu.
Upaya publisitas yang lain misalnya surat-menyurat dengan
penggemar. Anda telitilah etiket pada kaset Ebiet. Biasanya di
bawah daftar lagu ada tulisan ini Fans Adress Ebiet G. Ade. PO
Box . . . dan seterusnya. Dan di kantor Jackson (bukan di rumah
Ebiet) memang ada seorang sekretaris yang mengurusi surat-surat
penggemar itu. Ada yang minta foto penyanyinya, ada yang minta
tanda tangan. Ada pula yang kritik. Tak dikatakan berapa surat
sehari diterimanya -- mungkin tak terlalu banyak. Yang jelas,
sudah ribuan surat bila digabung penggemar Franky & Jane dan
Ebiet.
Agaknya memang nasib baik Ebiet. Atau memang selera Ebiet dan
Jackson lagi klop. Tahun 1979, dari 200 contoh yang dikirimkan
ke kantornya, hanya Ebiet G. Ade yang dipilihnya untuk
diproduksi. Baru di akhir tahun itu, muncul Kiki Maria, putri
bintang film Suzanna.
"Patokan saya, yang saya produksi harus berbeda dari corak yang
selama ini ada," tuturnya. Ini tentu akan hanya menjadi kecap
nomr dua, bila ia tak bersusah-payah menunjukkan bukti. Ia
memang beberapa kali mengorbitkan penyanyi baru: Farid, Franky
& Jane, Ebiet, dan yang sekarang masih berjalan, Kiki Maria.
Penyanyi yang kasetnya beromset 100 ribu lebih, disediakan
hadiah: sebuah piringan emas. Baru Franky & Jane (satu) dan
Bbiet (segera dua) yang memperolehnya.
Tentang Si Ebiet sendiri, katanya: "Liriknya sangat jelas dan
mudah diterima. Lagu untuk Sebuah Nama itu, bisa mewakili siapa
saja. Berita Kepada Kawan, bercerita tentang orang-orang miskin
yang ada di mana saja."
Teraihnya Ebiet dan Franky & Jane agaknya juga karena mereka
itu hanya mengandalkan instrumen akustik dan bukannya
elektronik. Sebab, Jackson tak suka instrumen elektronik.
Menurutnya instrumen elektronik "tidak mendorong musisi untuk
kreatif. Tinggal pijit saja sudah jadi," katanya. Kreatif
jika Si Jackson ini, ya?
Untuk Ebiet G. Ade, ada yang sedang dipersiapkannya: album
ketiganya yang diyakininya akan selaris dua album yang
mendahului -- dan sebuah film. "Saya akan bikin film mengenai
Ebiet," katanya tegas. Mengapa ia begitu optimistis pada
langganan yang satu ini?
Alasannya menarik: ia, yang beragama Budha, punya satu pedoman.
Katanya: "Jatuhnya seseorang itu, saya amat-amati, selalu karena
kelemahan imannya." Sedang Ebiet, yang beragama Islam, ia
ketahui "taat beribadah dan tidak melakukan maksiat."
Baiklah. Sekarang ini masih periode Ebiet, memang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini